Pengamat: Penyesuaian Harga BBM Umum Hak Badan Usaha
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tingginya harga minyak dunia belakangan ini dipastikan bakal menekan keuangan PT Pertamina Patra Niaga. Agar tak terus merugi, badan usaha yang menjalankan pengadaan bahan bakar minyak (BBM) dan LPG bagi masyarakat itu harus diberi kebebasan untuk menyesuaikan harga jual BBM nonsubsidinya.
Menurut Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria, pemerintah dan DPR harusnya mendorong Pertamina Patra Niaga untuk menjalankan apa yang diamanatkan dalam Perpres No 69/2021 tentang Penyediaan dan Harga Jual Eceran BBM.
"Sepanjang yang dijual adalah BBM umum atau BBM nonsubsidi maka seharusnya harga jual itu ditetapkan oleh badan usaha," ujarnya di Jakarta, Senin (21/2/2022).
Untuk diketahui, Pertamina Patra Niaga hingga kini masih menjual BBM umum jenis Pertalite RON 90 seharga Rp7.650/liter. Sebagai perbandingan, SPBU swasta Vivo menjual BBM subsidi RON 89 dengan harga Rp8.900/liter.
Pertamina Patra Niaga juga masih menjual Pertamax RON 92 dengan harga Rp9.000/liter, sementara Shell menjual BBM dengan spesifikasi yang sama seharga Rp12.990/liter, demikian pula dengan AKR yang menjualnya di harga Rp12.900/liter.
Dengan Perpres No 69/2021, kata Sofyano, seharusnya Pertamina Patra Niaga bisa menyesuaikan harga jual BBM nonsubsidi Pertalite, Pertamax 92 dan juga LPG nonsubsidinya. "Dan ini seharusnya tidak bisa dilarang dengan alasan apapun juga," tegasnya.
Terkait koreksi harga BBM nonsubsidi, imbuh Sofyano, jika memang dianggap menimbulkan masalah, maka pemerintah seharusnya mengambil sikap. "Pertalite ditetapkan saja sebagai BBM subsidi dan BBM premium dihapuskan," sarannya.
Lebih lanjut, Sofyano mengingatkan bahwa kerugian Pertamina Patra Niaga akan berdampak pada program subholding yang dijalankan pemerintah pada BUMN, khususnya PT Pertamina (Persero).
"Jika Pertamina Patra Niaga rugi dalam berbinis BBM dan LPG nonsubsidi, maka ini bisa pula dinilai sebagai gagalnya subholding comercial and trading-nya Pertamina," kata dia.
Menurut Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sofyano Zakaria, pemerintah dan DPR harusnya mendorong Pertamina Patra Niaga untuk menjalankan apa yang diamanatkan dalam Perpres No 69/2021 tentang Penyediaan dan Harga Jual Eceran BBM.
"Sepanjang yang dijual adalah BBM umum atau BBM nonsubsidi maka seharusnya harga jual itu ditetapkan oleh badan usaha," ujarnya di Jakarta, Senin (21/2/2022).
Untuk diketahui, Pertamina Patra Niaga hingga kini masih menjual BBM umum jenis Pertalite RON 90 seharga Rp7.650/liter. Sebagai perbandingan, SPBU swasta Vivo menjual BBM subsidi RON 89 dengan harga Rp8.900/liter.
Pertamina Patra Niaga juga masih menjual Pertamax RON 92 dengan harga Rp9.000/liter, sementara Shell menjual BBM dengan spesifikasi yang sama seharga Rp12.990/liter, demikian pula dengan AKR yang menjualnya di harga Rp12.900/liter.
Dengan Perpres No 69/2021, kata Sofyano, seharusnya Pertamina Patra Niaga bisa menyesuaikan harga jual BBM nonsubsidi Pertalite, Pertamax 92 dan juga LPG nonsubsidinya. "Dan ini seharusnya tidak bisa dilarang dengan alasan apapun juga," tegasnya.
Terkait koreksi harga BBM nonsubsidi, imbuh Sofyano, jika memang dianggap menimbulkan masalah, maka pemerintah seharusnya mengambil sikap. "Pertalite ditetapkan saja sebagai BBM subsidi dan BBM premium dihapuskan," sarannya.
Lebih lanjut, Sofyano mengingatkan bahwa kerugian Pertamina Patra Niaga akan berdampak pada program subholding yang dijalankan pemerintah pada BUMN, khususnya PT Pertamina (Persero).
"Jika Pertamina Patra Niaga rugi dalam berbinis BBM dan LPG nonsubsidi, maka ini bisa pula dinilai sebagai gagalnya subholding comercial and trading-nya Pertamina," kata dia.
(fai)