Selalu Rugi! Nasib BUMN Kereta Api AS Harus Jadi Cermin Kereta Cepat Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nasib Amtrax, sebuah BUMN kereta api Amerika Serikat, masih saja berkubang dalam masalah keuangan. Penyebabnya harga tiket yang dijual terbilang mahal, ditambah lagi kalah bersaing dengan moda transportasi lain.
Dikutip dari Business Insider.com, sejak berdiri pada tahun 1971, Amtrax selalu dibelit kerugian. Tahun 2017 lalu, kerugiannya mencapai USD194 juta atau sekitar Rp2,8 triliun.
Amtrax adalah satu-satunya layan kereta api yang beroperasi di seluruh daratan Amerika Serikat, dengan tujuan sekitar 500 lokasi. Dengan harga tiket yang mahal, Amtrax menjadi mode transportasi yang kurang layak. Bahkan, menggunakan kereta Amtrax dari NeW York City ke Boston harganya lebih mahal dibanding dengan pesawat terbang.
Anehnya itu terjadi di Amerika Serikat, negara yang notabene mampu menghasilkan taipan miliarder kereta api. Publik menjadi bertanya-tanya mengapa Amerika memiliki sistem layanan kereta api yang mahal dan tak efisien?
Amtrax memiliki sejarah panjang ketidakstabilan keuangan sejak pembentukannya. Layanan kereta penumpang biasanya dimiliki perusahaan swasta yang juga mengoperasikan kereta barang.
Di awal abad ke-20, kereta api memang menjadi transportasi yang sangat populer. Saat itu 42 juta penumpang bepergian dengan kereta api. Perlahan tapi pasti popularitasnya mulai meredup. Pada tahun 1940an, kereta api mulai menjadi transportasi yang kurang menarik di tengah berkembangnya sarana transportasi lain, seperti bus, pesawat, dan juga mobil pribadi.
Pada 1960, sejumlah perusahaan kereta api, seperti Penn Central, Atchison, Topeka & Santa Fe Railway terpaksa menghentikan sejumlah rute jalurnya. Layanan kereta penumpang tak lagi menguntungkan. Apalagi, sejak Kantor Pos Amerika mulai mengirimkan surat-surat lewat truk dan pesawat terbang.
Untuk menyelamatkan layanan kereta api, pada 1970 Presiden Richard Nixon menanandatangi sebuah aturan untuk memastikan pendanaan pemerintah untuk sektor perkertaapian. Kebijakan itu melahirkan perusahaan The National Railroad Passenger Corporation yang akhirnya menjadi Amtrax. Sayangnya, saat itu, dari 26 perusahaan kereta api yang menawarkan layanan penumpang, enam menolak bergabung dengan Amtrax.
Dikutip dari Business Insider.com, sejak berdiri pada tahun 1971, Amtrax selalu dibelit kerugian. Tahun 2017 lalu, kerugiannya mencapai USD194 juta atau sekitar Rp2,8 triliun.
Amtrax adalah satu-satunya layan kereta api yang beroperasi di seluruh daratan Amerika Serikat, dengan tujuan sekitar 500 lokasi. Dengan harga tiket yang mahal, Amtrax menjadi mode transportasi yang kurang layak. Bahkan, menggunakan kereta Amtrax dari NeW York City ke Boston harganya lebih mahal dibanding dengan pesawat terbang.
Anehnya itu terjadi di Amerika Serikat, negara yang notabene mampu menghasilkan taipan miliarder kereta api. Publik menjadi bertanya-tanya mengapa Amerika memiliki sistem layanan kereta api yang mahal dan tak efisien?
Amtrax memiliki sejarah panjang ketidakstabilan keuangan sejak pembentukannya. Layanan kereta penumpang biasanya dimiliki perusahaan swasta yang juga mengoperasikan kereta barang.
Di awal abad ke-20, kereta api memang menjadi transportasi yang sangat populer. Saat itu 42 juta penumpang bepergian dengan kereta api. Perlahan tapi pasti popularitasnya mulai meredup. Pada tahun 1940an, kereta api mulai menjadi transportasi yang kurang menarik di tengah berkembangnya sarana transportasi lain, seperti bus, pesawat, dan juga mobil pribadi.
Pada 1960, sejumlah perusahaan kereta api, seperti Penn Central, Atchison, Topeka & Santa Fe Railway terpaksa menghentikan sejumlah rute jalurnya. Layanan kereta penumpang tak lagi menguntungkan. Apalagi, sejak Kantor Pos Amerika mulai mengirimkan surat-surat lewat truk dan pesawat terbang.
Untuk menyelamatkan layanan kereta api, pada 1970 Presiden Richard Nixon menanandatangi sebuah aturan untuk memastikan pendanaan pemerintah untuk sektor perkertaapian. Kebijakan itu melahirkan perusahaan The National Railroad Passenger Corporation yang akhirnya menjadi Amtrax. Sayangnya, saat itu, dari 26 perusahaan kereta api yang menawarkan layanan penumpang, enam menolak bergabung dengan Amtrax.