Profil Zaki Yamani, Menteri Perminyakan Arab Saudi yang Berani Embargo Minyak
loading...
A
A
A
JAKARTA - Arab Saudi merupakan negara di Timur Tengah yang merajai produksi minyak dunia. Menurut data yang dimuat dalam laman OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries), Arab Saudi memiliki 17% dari cadangan minyak dunia.
Sementara, minyak dan gas menyumbang 50% pendapatan bagi PDB dalam negerinya. Arab Saudi juga menjadi penghasil emas, tembaga, gas alam, dan bijih besi. Melansir jurnal bertajuk ‘Krisis Minyak Tahun 1973 – 1974 di Negara-Negara Industri Sebagai Penggerak Tata Ekonomi Dunia Baru’, minyak digunakan sebagai senjata politik.
Terlebih, saat pecah perang Arab-Israel pada tahun 1973. Hal itu menimbulkan krisis minyak di negara-negara industri, seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, dan negara Eropa Barat. Keputusan menggunakan minyak sebagai senjata negara sebenarnya dicetuskan oleh OAPEC (Organization of Arab Petroleum Exporting Countries).
Tujuannya, untuk menekan pendukung Israel yang terdiri dari negara-negara industri. Perang tersebut dicegah agar tidak meluas dan semakin merugikan. Sehingga, susasana damai segera bisa dirasakan di Timur Tengah.
Arab Saudi memutuskan untuk melakukan embargo minyak ke AS dan negara Barat lain pada 1973, karena Negeri Paman Sam itu tetap menyokong Israel. Diketahui, AS memberikan pasokan persenjataan militer ke Israel. Sebelumnya, Raja Faisal sudah mengingatkan Presiden AS kala itu, Richard Nixon, untuk tidak mengganti senjata Israel yang rusak. Namun, peringatan itu tidak digubris Nixon.
Embargo minyak oleh Arab Saudi terjadi saat Zaki Yamani menjabat sebagai Menteri Perminyakan Saudi. Langkahnya yang berani itu menjadi sorotan banyak pihak. Namun, sepertinya kurang ditakuti karena persediaan minyak di Barat masih sangat tinggi. Lantas, bagaimana profil Yamani yang berhasil mencuri perhatian itu?
Ahmed Zaki Yamani adalah pria kelahiran Mekah, 30 Juni 1930. Ia wafat di London pada usia 90 tahun. Yamani memang berasal dari keluarga yang cukup terpandang. Ayahnya, Hassan Yamani, adalah seorang sarjana Hukum Islam yang disegani.
Yamani mengenyam pendidikan hukum di Universitas Fouad I dan lulus pada 1951. Dia meraih gelar master di New York, 4 tahun setelahnya. Dikenal sebagai seseorang yang cerdas, Yamani kembali menempuh pendidikan magisternya yang ke-2 di Harvard dan lulus pada 1956.
Ia diangkat sebagai Menteri Perminyakan dan Sumber Daya Mineral pada 9 Maret 1962. Selama bertugas, Yamani dipandang sebagai pribadi yang ramah, santun dan nada bicaranya yang lembut. Melansir The Guardian, Yamani mulai menjabat pada masa pemerintahan Raja Saud, dan berhenti menjadi menteri saat Raja Fahd berkuasa di tahun 1986.
Yamani aktif dalam organisasi OPEC selama 25 tahun dan sangat berpengaruh. Selama dekade 1960-an, harga minyak bumi hanya 2 dolar AS per barel. Yamani pun tegas melakukan embargo sebagai bentuk protes kepada pemerintah AS yang terus mendukung Israel. Akibat terjadinya krisis minyak, harga minyak dunia naik berkali-kali lipat.
Hingga tahun 1973, Saudi menerima keuntungan dari minyak sebesar 9 sampai 9 juta miliar dolar AS per tahun. Bahkan, saat musim semi 1974, pendapatan Saudi melonjak hingga 34 miliar dolar AS. Di bawah kendali Yamani, Saudi juga berhasil melepaskan dominasi perusahaan minyak asal AS.
Ia melakukan serangkaian langkah yang menghasilkan kepemilikan Arab Saudi atas Aramco di tahun 1976. Alhasil, Arab Saudi menjadi kekuatan utama minyak di Timur Tengah.
Yamani diberhentikan sebagai menteri pada 1986 secara mendadak. Dia dinilai gagal melakukan strategi guna menopang harga minyak mentah. Pada 23 Februari 2021, Yamani meninggal di Inggris dan dimakamkan tanah kelahirannya.
Sementara, minyak dan gas menyumbang 50% pendapatan bagi PDB dalam negerinya. Arab Saudi juga menjadi penghasil emas, tembaga, gas alam, dan bijih besi. Melansir jurnal bertajuk ‘Krisis Minyak Tahun 1973 – 1974 di Negara-Negara Industri Sebagai Penggerak Tata Ekonomi Dunia Baru’, minyak digunakan sebagai senjata politik.
Terlebih, saat pecah perang Arab-Israel pada tahun 1973. Hal itu menimbulkan krisis minyak di negara-negara industri, seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, dan negara Eropa Barat. Keputusan menggunakan minyak sebagai senjata negara sebenarnya dicetuskan oleh OAPEC (Organization of Arab Petroleum Exporting Countries).
Tujuannya, untuk menekan pendukung Israel yang terdiri dari negara-negara industri. Perang tersebut dicegah agar tidak meluas dan semakin merugikan. Sehingga, susasana damai segera bisa dirasakan di Timur Tengah.
Arab Saudi memutuskan untuk melakukan embargo minyak ke AS dan negara Barat lain pada 1973, karena Negeri Paman Sam itu tetap menyokong Israel. Diketahui, AS memberikan pasokan persenjataan militer ke Israel. Sebelumnya, Raja Faisal sudah mengingatkan Presiden AS kala itu, Richard Nixon, untuk tidak mengganti senjata Israel yang rusak. Namun, peringatan itu tidak digubris Nixon.
Embargo minyak oleh Arab Saudi terjadi saat Zaki Yamani menjabat sebagai Menteri Perminyakan Saudi. Langkahnya yang berani itu menjadi sorotan banyak pihak. Namun, sepertinya kurang ditakuti karena persediaan minyak di Barat masih sangat tinggi. Lantas, bagaimana profil Yamani yang berhasil mencuri perhatian itu?
Ahmed Zaki Yamani adalah pria kelahiran Mekah, 30 Juni 1930. Ia wafat di London pada usia 90 tahun. Yamani memang berasal dari keluarga yang cukup terpandang. Ayahnya, Hassan Yamani, adalah seorang sarjana Hukum Islam yang disegani.
Yamani mengenyam pendidikan hukum di Universitas Fouad I dan lulus pada 1951. Dia meraih gelar master di New York, 4 tahun setelahnya. Dikenal sebagai seseorang yang cerdas, Yamani kembali menempuh pendidikan magisternya yang ke-2 di Harvard dan lulus pada 1956.
Ia diangkat sebagai Menteri Perminyakan dan Sumber Daya Mineral pada 9 Maret 1962. Selama bertugas, Yamani dipandang sebagai pribadi yang ramah, santun dan nada bicaranya yang lembut. Melansir The Guardian, Yamani mulai menjabat pada masa pemerintahan Raja Saud, dan berhenti menjadi menteri saat Raja Fahd berkuasa di tahun 1986.
Yamani aktif dalam organisasi OPEC selama 25 tahun dan sangat berpengaruh. Selama dekade 1960-an, harga minyak bumi hanya 2 dolar AS per barel. Yamani pun tegas melakukan embargo sebagai bentuk protes kepada pemerintah AS yang terus mendukung Israel. Akibat terjadinya krisis minyak, harga minyak dunia naik berkali-kali lipat.
Hingga tahun 1973, Saudi menerima keuntungan dari minyak sebesar 9 sampai 9 juta miliar dolar AS per tahun. Bahkan, saat musim semi 1974, pendapatan Saudi melonjak hingga 34 miliar dolar AS. Di bawah kendali Yamani, Saudi juga berhasil melepaskan dominasi perusahaan minyak asal AS.
Ia melakukan serangkaian langkah yang menghasilkan kepemilikan Arab Saudi atas Aramco di tahun 1976. Alhasil, Arab Saudi menjadi kekuatan utama minyak di Timur Tengah.
Yamani diberhentikan sebagai menteri pada 1986 secara mendadak. Dia dinilai gagal melakukan strategi guna menopang harga minyak mentah. Pada 23 Februari 2021, Yamani meninggal di Inggris dan dimakamkan tanah kelahirannya.
(nng)