RI Butuh Rp266 Triliun Tekan Emisi, APBN Hanya Mampu Rp85 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pendanaan menekan emisi di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 266 triliun namun Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) hanya mampu mendanai sekitar Rp 87 triliun.
Indonesia telah memasukkan pajak karbon dalam Undang-Undang Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021 yang baru untuk meningkatkan kebutuhan pendapatan dari APBN.
"Jadi diperkirakan kebutuhan finansial untuk menekan emisi mencapai Rp 266 triliun, padahal anggaran belanja negara (APBN) hanya mampu mendanai sekitar Rp 87 triliun," kata Luhut melalui pernyataan resmi, di Jakarta, Jumat (11/3/2022).
Menurut dia ke depan perlu mengembangkan tata niaga karbon, sebagai implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomis Karbon yang akan memajukan komitmen kami dalam mengurangi emisi.
"Ada beberapa langkah yang disiapkan pemerintah untuk mendorong partisipasi dana non-publik, misalnya Green Sukuk yang pertama kali diterbitkan pada 2018," jelasnya.
Luhut mengatakan pemerintah telah menyiapkan pendekatan keuangan campuran, misalnya Mekanisme Transisi Emisi (ETM) dengan bantuan dari ADB, yang akan mengumpulkan dana investor dan donor untuk membiayai pensiun dini pembangkit listrik tenaga batubara.
"Untungnya, sektor swasta didorong untuk menjadi lebih hijau oleh konsumen mereka yang semakin sadar iklim, dan kita diberkati dengan melimpahnya sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai tanggapan. Misalnya, Volkswagen membeli kredit karbon dari Indonesia untuk membuat siklus hidupnya menjadi nol emisi," kata dia.
Indonesia telah memasukkan pajak karbon dalam Undang-Undang Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021 yang baru untuk meningkatkan kebutuhan pendapatan dari APBN.
"Jadi diperkirakan kebutuhan finansial untuk menekan emisi mencapai Rp 266 triliun, padahal anggaran belanja negara (APBN) hanya mampu mendanai sekitar Rp 87 triliun," kata Luhut melalui pernyataan resmi, di Jakarta, Jumat (11/3/2022).
Menurut dia ke depan perlu mengembangkan tata niaga karbon, sebagai implementasi dari Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomis Karbon yang akan memajukan komitmen kami dalam mengurangi emisi.
"Ada beberapa langkah yang disiapkan pemerintah untuk mendorong partisipasi dana non-publik, misalnya Green Sukuk yang pertama kali diterbitkan pada 2018," jelasnya.
Luhut mengatakan pemerintah telah menyiapkan pendekatan keuangan campuran, misalnya Mekanisme Transisi Emisi (ETM) dengan bantuan dari ADB, yang akan mengumpulkan dana investor dan donor untuk membiayai pensiun dini pembangkit listrik tenaga batubara.
"Untungnya, sektor swasta didorong untuk menjadi lebih hijau oleh konsumen mereka yang semakin sadar iklim, dan kita diberkati dengan melimpahnya sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan sebagai tanggapan. Misalnya, Volkswagen membeli kredit karbon dari Indonesia untuk membuat siklus hidupnya menjadi nol emisi," kata dia.
(nng)