Rusia Bakal Kehilangan Pelanggan, Lithuania Ancam Stop Impor Minyak dan Gas
loading...
A
A
A
VILNIUS - Presiden Lithuania , Gitanas Nauseda mengatakan, negaranya bersedia menghentikan impor minyak dan gas Rusia , sebagai respons terbaru tentang bagaimana beberapa negara Uni Eropa berencana untuk meningkatkan hukuman terhadap Moskow karena menyerang Ukraina .
"Ini akan menciptakan beberapa masalah, tetapi tidak sampai kritis," kata Presiden Gitanas Nauseda.
Lithuania sendiri mendapatkan sekitar 63% pasokan minyaknya impor dari Rusia pada 2019. Namun Presiden Nauseda merevisi dengan mengungkapkan, angka itu sekarang telah menyusut setelah kilang minyaknya berhenti membeli minyak mentah Rusia.
Negara-negara Barat telah menyerang Moskow dengan beragam sanksi sejak akhir bulan lalu sebagai respons atas invasi Rusia ke Ukraina. Dimana Amerika Serikat (AS) telah melarang impor energi Rusia, sementara Inggris menghentikan impor minyak Rusia secara bertahap.
Uni Eropa, yang mendapat sekitar 40% kiriman gasnya dari Rusia, mengutarakan bakal mengurangi ketergantungan pada sumber bahan bakar ini sebesar dua pertiga dalam setahun.
Ketika tiba gilirannya untuk Lithuania, Presiden Nauseda mengatakan, kepada BBC: "Tentu saja, itu tergantung pada waktu: Berapa lama kita perlu menyesuaikan (untuk memotong impor Rusia).
"Tapi saya akan mengatakannya dengan kata lain: Kami lebih siap untuk pemotongan sumber daya energi Rusia daripada banyak negara lain di UE (Uni Eropa)," tegasnya.
Pada 3 Maret, pemilik kilang Mazeikiai Lithuania, Orlen Lietuva mengumumkan, telah menyetujui kesepakatan dengan Saudi Aramco untuk lima kapal tanker tambahan dari komoditas yang diambil dari Laut Utara. Hal itu, katanya bakal memastikan pasokan alternatif untuk Lithuania, Polandia dan Republik Ceko.
Empat hari kemudian, perusahaan mengatakan, bahwa melihat situasi di Ukraina, Ia telah "siap untuk skenario apa pun, termasuk penangguhan lengkap pasokan dari arah timur."
Peringatan dari presiden Lithuania menunjukkan bagaimana beberapa negara bersedia untuk memberikan tekanan lebih lanjut pada ekonomi Rusia. Selain minyak, Lithuania telah bekerja keras selama satu dekade terakhir untuk mengurangi ketergantungannya pada gas alam Rusia, termasuk dengan membuka terminal LNG sendiri yang disebut Independence.
Namun, kemandirian listrik masih dalam proses, kata Presiden Nauseda. "Kami masih terhubung dengan apa yang disebut sistem Brell dari bekas Uni Soviet dan koneksi ini tidak memungkinkan peralihan ke sistem (Eropa) yang berbeda (saat ini)," paparnya.
Sambung dia menerangkan, untuk proses peralihan Lithuania dari Brell "akan selesai pada 2025. Sekarang kami akan mencoba mempercepat proses ini untuk memutuskan hubungan lebih cepat," tambahnya.
Presiden Nauseda juga mengaku memiliki kekhawatiran yang sama dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, tentang apakah negara-negara Baltik termasuk Lithuania bisa menjadi target berikutnya bagi Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Sayangnya ini benar. Sejak Putin menyatakan bahwa tragedi terbesar abad ke-20 adalah runtuhnya Uni Soviet, ia juga memikirkan negara-negara Baltik, karena mereka adalah bagian yang konsisten dari Uni Soviet juga," ucap Nauseda.
"Jadi, ini adalah ancaman. Kami tidak pernah memiliki ilusi bahwa kami akan dilupakan," katanya.
Kekhawatiran itu katanya membuat Lithuania meningkatkan belanja untuk memperkuat pertahanan termasuk peralatan militer. Dan dia percaya pada aliansi militer NATO. "Saya benar-benar percaya pada kemampuan NATO untuk bekerja secara efektif sebagai organisasi pertahanan kolektif," terangnya.
"Saya juga melihat, solidaritas ini dalam aksi, dengan penyebaran tambahan dan kemampuan militer di lapangan. Dan ini mungkin bukti terbaik bagi saya bahwa NATO bekerja," ungkap Nauseda.
"Ini akan menciptakan beberapa masalah, tetapi tidak sampai kritis," kata Presiden Gitanas Nauseda.
Lithuania sendiri mendapatkan sekitar 63% pasokan minyaknya impor dari Rusia pada 2019. Namun Presiden Nauseda merevisi dengan mengungkapkan, angka itu sekarang telah menyusut setelah kilang minyaknya berhenti membeli minyak mentah Rusia.
Negara-negara Barat telah menyerang Moskow dengan beragam sanksi sejak akhir bulan lalu sebagai respons atas invasi Rusia ke Ukraina. Dimana Amerika Serikat (AS) telah melarang impor energi Rusia, sementara Inggris menghentikan impor minyak Rusia secara bertahap.
Uni Eropa, yang mendapat sekitar 40% kiriman gasnya dari Rusia, mengutarakan bakal mengurangi ketergantungan pada sumber bahan bakar ini sebesar dua pertiga dalam setahun.
Ketika tiba gilirannya untuk Lithuania, Presiden Nauseda mengatakan, kepada BBC: "Tentu saja, itu tergantung pada waktu: Berapa lama kita perlu menyesuaikan (untuk memotong impor Rusia).
"Tapi saya akan mengatakannya dengan kata lain: Kami lebih siap untuk pemotongan sumber daya energi Rusia daripada banyak negara lain di UE (Uni Eropa)," tegasnya.
Pada 3 Maret, pemilik kilang Mazeikiai Lithuania, Orlen Lietuva mengumumkan, telah menyetujui kesepakatan dengan Saudi Aramco untuk lima kapal tanker tambahan dari komoditas yang diambil dari Laut Utara. Hal itu, katanya bakal memastikan pasokan alternatif untuk Lithuania, Polandia dan Republik Ceko.
Empat hari kemudian, perusahaan mengatakan, bahwa melihat situasi di Ukraina, Ia telah "siap untuk skenario apa pun, termasuk penangguhan lengkap pasokan dari arah timur."
Peringatan dari presiden Lithuania menunjukkan bagaimana beberapa negara bersedia untuk memberikan tekanan lebih lanjut pada ekonomi Rusia. Selain minyak, Lithuania telah bekerja keras selama satu dekade terakhir untuk mengurangi ketergantungannya pada gas alam Rusia, termasuk dengan membuka terminal LNG sendiri yang disebut Independence.
Namun, kemandirian listrik masih dalam proses, kata Presiden Nauseda. "Kami masih terhubung dengan apa yang disebut sistem Brell dari bekas Uni Soviet dan koneksi ini tidak memungkinkan peralihan ke sistem (Eropa) yang berbeda (saat ini)," paparnya.
Sambung dia menerangkan, untuk proses peralihan Lithuania dari Brell "akan selesai pada 2025. Sekarang kami akan mencoba mempercepat proses ini untuk memutuskan hubungan lebih cepat," tambahnya.
Presiden Nauseda juga mengaku memiliki kekhawatiran yang sama dengan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, tentang apakah negara-negara Baltik termasuk Lithuania bisa menjadi target berikutnya bagi Presiden Rusia Vladimir Putin.
"Sayangnya ini benar. Sejak Putin menyatakan bahwa tragedi terbesar abad ke-20 adalah runtuhnya Uni Soviet, ia juga memikirkan negara-negara Baltik, karena mereka adalah bagian yang konsisten dari Uni Soviet juga," ucap Nauseda.
"Jadi, ini adalah ancaman. Kami tidak pernah memiliki ilusi bahwa kami akan dilupakan," katanya.
Kekhawatiran itu katanya membuat Lithuania meningkatkan belanja untuk memperkuat pertahanan termasuk peralatan militer. Dan dia percaya pada aliansi militer NATO. "Saya benar-benar percaya pada kemampuan NATO untuk bekerja secara efektif sebagai organisasi pertahanan kolektif," terangnya.
"Saya juga melihat, solidaritas ini dalam aksi, dengan penyebaran tambahan dan kemampuan militer di lapangan. Dan ini mungkin bukti terbaik bagi saya bahwa NATO bekerja," ungkap Nauseda.
(akr)