Harga Minyak Kembali Bergejolak, Kurangnya Stok Rusia Ancam Pasokan Global
loading...
A
A
A
JAKARTA - Harga minyak mentah atau crude oil kembali bergejolak pada perdagangan Jumat siang (18/3/2022). Berdasarkan data pasar New York Mercantile Exchange (NYMEX) hingga pukul 13.07 WIB harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak April 2022 naik 2,35% di USD105,40 per barel, sedangkan WTI Mei 2022 menguat 2,14% di USD103,84 per barel.
Harga minyak Brent di Intercontinental Exchange Europe (ICE/EU) naik 1,93% di USD108,70 per barel. Kenaikan harga minyak tersebut merupakan respons pasar komoditas minyak terhadap sanksi negara-negara barat atas pasokan Rusia yang mulai menipis.
Katalis geopolitik di Eropa Timur itu dinilai bakal mereda apabila perundingan damai antara Moskow dan Ukraina mencapai titik temu. "Saya masih mengharapkan lebih banyak volatilitas harga. Masih banyak ketidakpastian di luar sana," kata Ekonom senior Westpac di Sydney, Justin Smirk, dilansir Reuters, Jumat (18/3/2022).
Sentimen penggerak juga datang dari pembicaraan nuklir Amerika Serikat dengan Iran yang masih belum menemuhi hasil. Demand dinilai masih tetap tinggi di pasar Asia, kendati China dikabarkan sedang menghadapi lonjakan kasus COVID-19 yang memukul permintaan.
Analis RBC Capital Helima Croft mewaspadai ada kerugian atas ekspor minyak Rusia yang terhenti. Risiko ini kemungkinan akan bertahan lama sampai ada pasokan lain yang mengimbangi kekosongan dari Negeri Beruang Merah.
"Menteri Luar Negeri AS Blinken dilaporkan bersiap untuk mengunjungi UEA dan Arab Saudi akhir bulan ini dan permintaan minyak mungkin akan menjadi agenda utama," kata Helima dalam sebuah catatan.
Harga minyak Brent di Intercontinental Exchange Europe (ICE/EU) naik 1,93% di USD108,70 per barel. Kenaikan harga minyak tersebut merupakan respons pasar komoditas minyak terhadap sanksi negara-negara barat atas pasokan Rusia yang mulai menipis.
Katalis geopolitik di Eropa Timur itu dinilai bakal mereda apabila perundingan damai antara Moskow dan Ukraina mencapai titik temu. "Saya masih mengharapkan lebih banyak volatilitas harga. Masih banyak ketidakpastian di luar sana," kata Ekonom senior Westpac di Sydney, Justin Smirk, dilansir Reuters, Jumat (18/3/2022).
Sentimen penggerak juga datang dari pembicaraan nuklir Amerika Serikat dengan Iran yang masih belum menemuhi hasil. Demand dinilai masih tetap tinggi di pasar Asia, kendati China dikabarkan sedang menghadapi lonjakan kasus COVID-19 yang memukul permintaan.
Analis RBC Capital Helima Croft mewaspadai ada kerugian atas ekspor minyak Rusia yang terhenti. Risiko ini kemungkinan akan bertahan lama sampai ada pasokan lain yang mengimbangi kekosongan dari Negeri Beruang Merah.
"Menteri Luar Negeri AS Blinken dilaporkan bersiap untuk mengunjungi UEA dan Arab Saudi akhir bulan ini dan permintaan minyak mungkin akan menjadi agenda utama," kata Helima dalam sebuah catatan.
(nng)