Product Development dan Persaingan Pasar di Industri Kuliner
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dalam sebuah industri, produk adalah ujung tombak kehidupan sebuah perusahaan. Terutama jika itu industri yang memproduksi produk secara fisik. Oleh karenanya, banyak industri yang rela trial error, dan bahkan melakukan riset selama bertahun-tahun untuk memunculkan fresh dan new product di pasaran. Karena itulah, kita juga mengenal pekerjaan di bidang pengembangan produk (product development).
Product development adalah strategi perusahaan untuk bisa bersaing di era industri seperti sekarang. Biasanya, akan ada satu divisi atau tim di perusahaan yang mengelola urusan tersebut, biasa dinamai sebagai product developer. Di setiap industri, pasti terdapat product developernya. Nah, bagaimana jika ini ditarik di ranah industri kuliner?
Product Development di Industri Kuliner
Kita bisa ambil contoh saat pandemi Covid-19 menerjang Indonesia pada awal tahun 2020. Banyak industri yang ikut gulung tikar ketika pandemi berlangsung. Salah satu yang sangat berdampak adalah industri kuliner.
Kenyataan di lapangan di temui bahwa industri kuliner yang tidak siap dengan inovasi, akan collapse, sedangkan kuliner yang segera melakukan inovasi dan memperluas koneksi akan bertahan. Pandemi Covid-19 mengajarkan kita semua untuk berada dalam tahap ‘bertahan’, dan bukan di ranah untuk scale up. Industri kuliner yang melakukan inovasi produk saat pandemi, berbondong-bondong membuat inovasi produk beku atau frozen yang bisa dinikmati bahkan hingga ke luar pulau. Tidak hanya itu, industri Food and Beverage (FnB) juga melakukan diskon besar-besaran jika kita memesan melalui aplikasi ojek online. Persaingan yang luar biasa untuk bisa bertahan di tengah gempuran pandemi.
Bagaimana Product Development Bekerja?
Product development dalam ranah industri kuliner akan melakukan kreasi produk disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Contohnya ketika Covid-19, banyak usaha kuliner yang menciptakan menu unik disertai tambahan komposisi untuk meningkatkan daya tahan tubuh seperti rempah dan rimpang-rimpangan.
Tidak hanya dari segi komposisi produk, seorang developer kuliner juga bertanggung jawab dari segi inovasi konsumsi. Seperti mengganti produk fresh ke produk frozen, mengganti produk cair ke bentuk bubuk untuk memudahkan konsumsi, dan sebagainya. Semua ini tentu tidak lepas dari ide dan konsep seorang developer produk kuliner. Bagaimana proses lengkapnya?
1. Gagasan dan konsep
Hal ini adalah langkah awal dalam merancang sebuah produk Terutama di industri kuliner yang mempunyai kelemahan produk cepat basi dan harus memerhatikan kehigienitasan. Ide dan konsep inilah yang nanti akan dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan tujuan produk diciptakan.
2. Validasi produk
Sebuah ide haruslah dites pasar terlebih dahulu. Bisa dilakukan dengan banyak cara, salah satunya adalah memantau kompetitor atau dari tools mesin pencari yang tersedia. Netizen sekarang umumnya akan dengan lugas menyampaikan bahwa mereka merasa puas atau kecewa di social media dari produk yang dibelinya. Hal inilah yang harus jadi acuan developer untuk membuat inovasi produk.
3. Buat Product 3D
Jika dalam industri fashion bisa dibuat versi 3D nya atau pembuatan prototype pada mesin-mesin. Maka dalam industri kuliner bisa diciptakan inovasi makanannya. Tentu, ini adalah semacam prototype yang akan dikembangkan lebih lanjut.
4. Merancang proses produksi hingga distribusi
Hal ini juga penting dilakukan, mengingat setiap produk makanan pasti akan mempunyai supplier hingga segment market yang berbeda. Hal ini tergantung positioning produk kuliner yang akan dikeluarkan.
5. Rencana Anggaran
Hal yang tidak kalah penting adalah tentang rencana anggaran. Sebaiknya, rencanakanlah anggaran yang tidak hanya anggaran membuat produk, namun juga ada anggaran untuk marketing dalam memasarkan produk inovasi yang telah dibuat.
6. Launching product
Launching produk tidak bisa dianggap sebelah mata dan bukan semata-mata formalitas. Hal ini sangat krusial mengingat kesan pertama yang diterima pasar adalah hal utama untuk menarik perhatian. Oleh karenanya, biasanya anggaran besar digelontorkan untuk dana launching product. Saat Covid-19, banyak industri kuliner yang launching produk menggandeng influencer di social media dan memanfaatkan tools online yang tersedia untuk memaksimalkan marketingnya. Hal ini efektif untuk menekan biaya marketing sehingga launching produk bisa berjalan sukses.
Jika ke-6 poin di atas dilakukan, maka setidaknya sebuah industri kuliner akan memiliki segment dan positioning yang unik. Tentu, unik tidaklah cukup, karena percuma jika produk kuliner unik namun tidak ada market yang mau membeli. Tidak salah jika Steve Blank, entrepreneur dari Silicon Valley yang mengatakan bahwa risiko terbesar bukanlah pada pengembangan suatu produk baru, tapi pengembangan konsumen dan pasar
Penting untuk mendengar dan berempati terhadap apa yang dimaui oleh market, sehingga produk industri kuliner bisa bersaing dan menempati hati pelanggannya. Mahasiswa yang telah mempelajarinya secara mendalam di perluliahan pun masih perlu untuk tetap menambah ilmu dan pengalamannya. Bidang ini bisa jadi cukup panjang alurnya, tapi aplikasinya akan terus berguna sampai kapanpun.
Product development adalah strategi perusahaan untuk bisa bersaing di era industri seperti sekarang. Biasanya, akan ada satu divisi atau tim di perusahaan yang mengelola urusan tersebut, biasa dinamai sebagai product developer. Di setiap industri, pasti terdapat product developernya. Nah, bagaimana jika ini ditarik di ranah industri kuliner?
Product Development di Industri Kuliner
Kita bisa ambil contoh saat pandemi Covid-19 menerjang Indonesia pada awal tahun 2020. Banyak industri yang ikut gulung tikar ketika pandemi berlangsung. Salah satu yang sangat berdampak adalah industri kuliner.
Kenyataan di lapangan di temui bahwa industri kuliner yang tidak siap dengan inovasi, akan collapse, sedangkan kuliner yang segera melakukan inovasi dan memperluas koneksi akan bertahan. Pandemi Covid-19 mengajarkan kita semua untuk berada dalam tahap ‘bertahan’, dan bukan di ranah untuk scale up. Industri kuliner yang melakukan inovasi produk saat pandemi, berbondong-bondong membuat inovasi produk beku atau frozen yang bisa dinikmati bahkan hingga ke luar pulau. Tidak hanya itu, industri Food and Beverage (FnB) juga melakukan diskon besar-besaran jika kita memesan melalui aplikasi ojek online. Persaingan yang luar biasa untuk bisa bertahan di tengah gempuran pandemi.
Bagaimana Product Development Bekerja?
Product development dalam ranah industri kuliner akan melakukan kreasi produk disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Contohnya ketika Covid-19, banyak usaha kuliner yang menciptakan menu unik disertai tambahan komposisi untuk meningkatkan daya tahan tubuh seperti rempah dan rimpang-rimpangan.
Tidak hanya dari segi komposisi produk, seorang developer kuliner juga bertanggung jawab dari segi inovasi konsumsi. Seperti mengganti produk fresh ke produk frozen, mengganti produk cair ke bentuk bubuk untuk memudahkan konsumsi, dan sebagainya. Semua ini tentu tidak lepas dari ide dan konsep seorang developer produk kuliner. Bagaimana proses lengkapnya?
1. Gagasan dan konsep
Hal ini adalah langkah awal dalam merancang sebuah produk Terutama di industri kuliner yang mempunyai kelemahan produk cepat basi dan harus memerhatikan kehigienitasan. Ide dan konsep inilah yang nanti akan dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan tujuan produk diciptakan.
2. Validasi produk
Sebuah ide haruslah dites pasar terlebih dahulu. Bisa dilakukan dengan banyak cara, salah satunya adalah memantau kompetitor atau dari tools mesin pencari yang tersedia. Netizen sekarang umumnya akan dengan lugas menyampaikan bahwa mereka merasa puas atau kecewa di social media dari produk yang dibelinya. Hal inilah yang harus jadi acuan developer untuk membuat inovasi produk.
3. Buat Product 3D
Jika dalam industri fashion bisa dibuat versi 3D nya atau pembuatan prototype pada mesin-mesin. Maka dalam industri kuliner bisa diciptakan inovasi makanannya. Tentu, ini adalah semacam prototype yang akan dikembangkan lebih lanjut.
4. Merancang proses produksi hingga distribusi
Hal ini juga penting dilakukan, mengingat setiap produk makanan pasti akan mempunyai supplier hingga segment market yang berbeda. Hal ini tergantung positioning produk kuliner yang akan dikeluarkan.
5. Rencana Anggaran
Hal yang tidak kalah penting adalah tentang rencana anggaran. Sebaiknya, rencanakanlah anggaran yang tidak hanya anggaran membuat produk, namun juga ada anggaran untuk marketing dalam memasarkan produk inovasi yang telah dibuat.
6. Launching product
Launching produk tidak bisa dianggap sebelah mata dan bukan semata-mata formalitas. Hal ini sangat krusial mengingat kesan pertama yang diterima pasar adalah hal utama untuk menarik perhatian. Oleh karenanya, biasanya anggaran besar digelontorkan untuk dana launching product. Saat Covid-19, banyak industri kuliner yang launching produk menggandeng influencer di social media dan memanfaatkan tools online yang tersedia untuk memaksimalkan marketingnya. Hal ini efektif untuk menekan biaya marketing sehingga launching produk bisa berjalan sukses.
Jika ke-6 poin di atas dilakukan, maka setidaknya sebuah industri kuliner akan memiliki segment dan positioning yang unik. Tentu, unik tidaklah cukup, karena percuma jika produk kuliner unik namun tidak ada market yang mau membeli. Tidak salah jika Steve Blank, entrepreneur dari Silicon Valley yang mengatakan bahwa risiko terbesar bukanlah pada pengembangan suatu produk baru, tapi pengembangan konsumen dan pasar
Penting untuk mendengar dan berempati terhadap apa yang dimaui oleh market, sehingga produk industri kuliner bisa bersaing dan menempati hati pelanggannya. Mahasiswa yang telah mempelajarinya secara mendalam di perluliahan pun masih perlu untuk tetap menambah ilmu dan pengalamannya. Bidang ini bisa jadi cukup panjang alurnya, tapi aplikasinya akan terus berguna sampai kapanpun.
(nng)