Dongkrak Ekspor Kuliner, Indonesia Harus Terapkan Gastrodiplomacy
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri kuliner yang melibatkan para pelaku UMKM makanan Indonesia menjadi fokus penting pemerintah. Chesna F. Anwar, Direktur Hubungan Kelembagaan LPEI, mengatakan industri kuliner dianggap penting dan pendekatan "gastrodiplomacy" yang dilakukan sejumlah negara di Asia, seperti Thailand dan Jepang, menunjukkan peningkatan ekspor yang signifikan.
"Kita dapat belajar dari gastrodiplomacy Thailand, diplomasi perdagangan yang tujuannya bukan hanya mempromosikan masakan khas suatu negara ke luar negeri, namun juga meningkatkan daya tarik nilai budaya, serta mendorong pertumbuhan ekonomi melalui ekspor makanan dan sektor pariwisata,” kata Chesna, Jumat (25/3/2022).
Potensi negara-negara di Asia untuk menjadi pemasok bahan makanan dan bumbu rempah sangat tinggi, seperti Thailand, yang mampu menembus pasar dunia di urutan pertama untuk produk tuna kaleng, nanas, jagung manis, santan, singkong, dan durian.
Indonesia dikenal sebagai negara kaya akan rempah-rempah, bumbu bercita rasa serta kreatif mengolah beragam masakan, memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan industri kulinernya. Berdasarkan data olahan Indonesia Eximbank (IEB) Institute, di tahun 2021 terdapat 487 restoran Indonesia yang tersebar di seluruh dunia dan berdasarkan data ekspor tahun 2020 Indonesia menempati ranking ke-5 sebagai negara pengekspor rempah-rempah di dunia dengan nilai ekspor USD801,63 juta.
Sejumlah makanan khas Indonesia sudah berada di daftar menu yang ditawarkan di restoran, kafe dan hotel di lima benua, seperti nasi goreng, gado-gado, bakso, rendang, pempek dan gudeg. Meski demikian, nama-nama hidangan tersebut harus didukung promosinya hingga melekat kuat di benak konsumen, dan terasosiasi dengan Indonesia.
Nasi goreng telah ditetapkan UNESCO sebagai salah satu warisan budaya Indonesia, namun bila ditanya di luar negeri, tidak banyak yang mengetahuinya. Oleh karena itu, LPEI mendukung program ISUTW sebagai pendekatan gastrodiplomasi Indonesia ke mancanegara, yang akan juga meningkatkan daya tarik pasar global, memperkuat branding negara, serta mempromosikan identitas budaya Indonesia di dunia.
Indonesia juga sebagai negara dengan populasi muslim terbesar memiliki potensi untuk mengembangkan produk makanan halal. Chesna mencontohkan negara Thailand--dengan mayoritas penduduk nonmuslim--yang masuk dalam daftar 10 negara dengan ekspor global makanan halal terbesar dunia.
Selain mendukung kegiatan promosi dan pembekalan calon eksportir, LPEI juga akan membantu pelaku usaha kuliner melalui pembiayaan, penjaminan, asuransi dan jasa konsultasi.
Pada kesempatan ini, LPEI berkolaborasi dengan para pengusaha kuliner Indonesia, yakni Nur Asia S. Uno (pemilik Nur Corner yang mewadahi para UKM makanan berkualitas di Jakarta Selatan) Anglia Auwines (pemilik restoran Sari Ratu) dan Abdhia Absar Arryman (Presiden Umara Group yang menggagas Kitchen Hub– sentral produksi makanan Indonesia untuk mancanegara.
Nilai ekspor industri kuliner sendiri pada tahun 2021 (s.d September 2021) sebesar USD32,51 miliar atau meningkat 52% dibanding nilai ekspor pada tahun 2020. Neraca perdagangan industri kuliner pun tercatat surplus sebesar USD22,38 miliar berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Berbagai angka dan data ini membuktikan bahwa target pemerintah untuk "Indonesia Spice Up The World" di 2024 dapat tercapai dengan dukungan serta kerja sama semua pihak baik dari kementerian, lembaga, asosiasi, eksportir, hingga petani.
“Kolaborasi dan sinergi antar-pemangku kepentingan untuk memajukan industri kuliner Indonesia akan mendorong pencapaian target program ISUTW dan menjadikan makanan lokal Indonesia mendunia sebagai bagian dari gastrodiplomasi negara,” kata Chesna.
"Kita dapat belajar dari gastrodiplomacy Thailand, diplomasi perdagangan yang tujuannya bukan hanya mempromosikan masakan khas suatu negara ke luar negeri, namun juga meningkatkan daya tarik nilai budaya, serta mendorong pertumbuhan ekonomi melalui ekspor makanan dan sektor pariwisata,” kata Chesna, Jumat (25/3/2022).
Potensi negara-negara di Asia untuk menjadi pemasok bahan makanan dan bumbu rempah sangat tinggi, seperti Thailand, yang mampu menembus pasar dunia di urutan pertama untuk produk tuna kaleng, nanas, jagung manis, santan, singkong, dan durian.
Indonesia dikenal sebagai negara kaya akan rempah-rempah, bumbu bercita rasa serta kreatif mengolah beragam masakan, memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan industri kulinernya. Berdasarkan data olahan Indonesia Eximbank (IEB) Institute, di tahun 2021 terdapat 487 restoran Indonesia yang tersebar di seluruh dunia dan berdasarkan data ekspor tahun 2020 Indonesia menempati ranking ke-5 sebagai negara pengekspor rempah-rempah di dunia dengan nilai ekspor USD801,63 juta.
Sejumlah makanan khas Indonesia sudah berada di daftar menu yang ditawarkan di restoran, kafe dan hotel di lima benua, seperti nasi goreng, gado-gado, bakso, rendang, pempek dan gudeg. Meski demikian, nama-nama hidangan tersebut harus didukung promosinya hingga melekat kuat di benak konsumen, dan terasosiasi dengan Indonesia.
Nasi goreng telah ditetapkan UNESCO sebagai salah satu warisan budaya Indonesia, namun bila ditanya di luar negeri, tidak banyak yang mengetahuinya. Oleh karena itu, LPEI mendukung program ISUTW sebagai pendekatan gastrodiplomasi Indonesia ke mancanegara, yang akan juga meningkatkan daya tarik pasar global, memperkuat branding negara, serta mempromosikan identitas budaya Indonesia di dunia.
Indonesia juga sebagai negara dengan populasi muslim terbesar memiliki potensi untuk mengembangkan produk makanan halal. Chesna mencontohkan negara Thailand--dengan mayoritas penduduk nonmuslim--yang masuk dalam daftar 10 negara dengan ekspor global makanan halal terbesar dunia.
Selain mendukung kegiatan promosi dan pembekalan calon eksportir, LPEI juga akan membantu pelaku usaha kuliner melalui pembiayaan, penjaminan, asuransi dan jasa konsultasi.
Pada kesempatan ini, LPEI berkolaborasi dengan para pengusaha kuliner Indonesia, yakni Nur Asia S. Uno (pemilik Nur Corner yang mewadahi para UKM makanan berkualitas di Jakarta Selatan) Anglia Auwines (pemilik restoran Sari Ratu) dan Abdhia Absar Arryman (Presiden Umara Group yang menggagas Kitchen Hub– sentral produksi makanan Indonesia untuk mancanegara.
Nilai ekspor industri kuliner sendiri pada tahun 2021 (s.d September 2021) sebesar USD32,51 miliar atau meningkat 52% dibanding nilai ekspor pada tahun 2020. Neraca perdagangan industri kuliner pun tercatat surplus sebesar USD22,38 miliar berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Berbagai angka dan data ini membuktikan bahwa target pemerintah untuk "Indonesia Spice Up The World" di 2024 dapat tercapai dengan dukungan serta kerja sama semua pihak baik dari kementerian, lembaga, asosiasi, eksportir, hingga petani.
“Kolaborasi dan sinergi antar-pemangku kepentingan untuk memajukan industri kuliner Indonesia akan mendorong pencapaian target program ISUTW dan menjadikan makanan lokal Indonesia mendunia sebagai bagian dari gastrodiplomasi negara,” kata Chesna.
(uka)