Presidensi G20 Momentum Menggeser Arah Prioritas Investasi

Senin, 28 Maret 2022 - 08:39 WIB
loading...
Presidensi G20 Momentum...
Ilustrasi G20. FOTO/iStock Photo
A A A
JAKARTA - Presidensi G20 menjadi momentum Indonesia membangkitkan komitmen global menggeser arah investasi yang lebih prioritas, yakni meningkatkan layanan kesehatan pasca pandemi. Hal itu sejalan dengan salah satu isu prioritas G20 memperkuat arsitektur kesehatan global.

Bank Dunia pada tahun 2020 melaporkan bahwa Indonesia masih terdapat sekitar 25 juta warga yang berada di bawah garis kemiskinan serta berada pada posisi rentan terhadap guncangan ekonomi dan kesehatan. Kelompok penduduk ini sangat mungkin terdorong lebih dalam ke jurang kemiskinan akibat masalah kesehatan lantaran tidak bisa mengakses layanan kesehatan selama pandemi dan berpotensi menimbulkan dampak sosial ekonomi lebih luas.



Belum lagi di tengah kontraksi ekonomi akibat pandemi, BPJS Kesehatan memperkirakan sekitar 3,5 juta pekerja kehilangan pekerjaan serta status kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional pada tengah tahun 2021. Hal ini berdampak pada hilangnya perlindungan finansial masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan.

Selain investasi, dukungan pendanaan dari kancah global juga diperlukan. Hal itu penting karena Indonesia memegang tonggak Presidensi G20. Salah satu yang perlu menjadi perhatian ialah penanggulangan Tuberkulosis (TBC). Penyakit ini menyebabkan beban ekonomi dengan menghambat produktivitas seseorang terutama di lingkungan masyarakat ekonomi rentan dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan kebersihan yang kurang optimal.

Tuberkulosis memberikan pelajaran nyata bagaimana suatu permasalahan kesehatan yang belum tuntas mampu berinteraksi dengan kejadian pandemi baru dan menimbulkan efek domino yang sangat merugikan masyarakat. Indonesia juga diharapkan memanfaatkan momentum G20 untuk membangkitkan komitmen global dalam penanggulangan TBC sesuai dengan kesepakatan tentang End TB Strategy dalam pertemuan WHO Global Ministerial Conference tahun 2017.

Berdasarkan laporan Global Tuberculosis Report yang dikeluarkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2021, ada 9,9 juta kasus TB di dunia. Indonesia menjadi negara ketiga di dunia dengan kasus TB terbanyak setelah India dan Cina, dengan jumlah kasus sebanyak 824.000.

"Hingga 2020, pandemi Covid-19 menurunkan pencapaian penanggulangan TB. Global Tuberculosis Report 2021 secara tegas memperingatkan kita agar kembali berkomitmen dalam penanganan TB," kata Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Yarsi, Tjandra Yoga Aditama dalam sebuah acara diskusi, di Jakarta, baru-baru ini.

Dokumen Strategi Nasional Penanggulangan (Stratnas) TBC 2020-2024 menunjukkan bahwa dari keseluruhan anggaran yang dibutuhkan untuk penanggulangan tuberkulosis tahun 2019 di Indonesia, proporsi pendanaan dari dalam negeri sebesar 30 persen, sementara pendanaan luar negeri sebesar 13 persen, dan masih terdapat kesenjangan sebesar 57 persen. Hal ini mengisyaratkan bahwa arsitektur kesehatan global memegang peran signifikan dalam meminimalkam kesenjangan kemampuan sumber daya antarnegara.

Indonesia bisa belajar tentang bagaimana menggunakan JKN sebagai sarana pengungkit kualitas dan efisiensi pembiayaan layanan TBC sehingga akses dapat diperluas dan kesinambungan program JKN tetap terjaga. Prof Tjandra mendorong forum tingkat tinggi Health Working Group Meeting (HWG) I yang akan berlangsung di Yogyakarta pada 28-30 Maret 2022 mendatang momentum mendorong prioritas investasi global memperkuat aristektur kesesehatan.

Selain membahas tentang arsitektur kesehatan global sebagai salah satu agenda utama G20 tahun ini, forum HWG I G20 ini juga akan membahas TB secara khusus pada side event yang akan berlangsung 29-30 Maret 2022.

"Apa yang bisa kita hubungkan antara TB dengan presidensi G20 yang saat ini berlangsung di Indonesia? Pertama, tentunya pada G20 ini nantinya kita ingin agar investasi untuk penanggulangan TB di dunia maupun di Indonesia secara angka bisa disepakati di akhir pertemuan G20," jelasnya.

Menurut data organisasi The Golbal Fund, dampak bencana Covid-19 berimbas cukup
signifikan pada investasi melawan TB secara global. Pada 2020 saat pandemi Covid-19 pertama kali melanda dunia, angka perawatan drug-resistant TB pada negara-negara yang mendapat investasi dari Global Fund, turun sebesar 19%. Lalu investasi untuk perawatan lanjutan bagi pasien drug-resistant TB tercatat turun sebesar 39%.

Padahal di tahun 2018 sebelum pandemi Covid-19, pada Konferensi Tingkat Tinggi Dunia untuk Tuberkulosis (United Nation High-Level Meeting on TB/UNHLM), pemimpin dunia sudah berkomitmen untuk berinvestasi sebesar USD15 miliar, tapi yang baru terealisasi kurang dari setengahnya hingga saat ini.



Di sisi lain, strategi investasi kalangan menengah atas cenderung bergeser selama pandemi dan mengarah ke investasi kesehatan. Sebanyak 88 persen dari 1.523 responden Indonesia telah mengatur ulang tujuan hidup mereka setelah pandemi.

Masyarakat kelas menengah atas cenderung menata ulang investasi dan tujuan hidup setelah pandemi. Prioritas mereka bergeser ke peningkatan kesehatan, menyisihkan lebih banyak penghasilan untuk masa depan anak, serta masa pensiun lebih nyaman.

Demikian terungkap dalam laporan terbaru Standard Chartered: Wealth Expectancy 2021 yang dipublikasikan pada Kamis (11/11/2021). Survei dilakukan terhadap total 15.649 responden dari kalangan ekonomi menengah ke atas, makmur, dan orang sangat kaya (HNWI) yang tersebar di 12 negara, selama periode 30 Juni- 26 Juli 2021.

(nng)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1174 seconds (0.1#10.140)