Business Matching Tahap Dua Targetkan Belanja Produk Lokal Rp500 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memutuskan memperpanjang waktu penyelenggaraan Business Matching pada tahap dua selama 12 hari dari yang sebelumnyanya di seri pertama hanya tiga hari. Perpanjangan itu dikarenakan suksesnya acara tahap satu, di Nusa Dua Bali pada tanggal 22-24 Maret 2022 lalu yang mampu meraih komitmen belanja produk dalam negeri (PDN) dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN dengan total mencapai Rp219,57 triliun. Targetnya, pada Business Matching 2 nanti, yang rencananya digelar pada 11-23 April 2022 di Jakarta, akan menghasilkan Rp500 triliun komitmen belanja PDN.
“Dengan kesuksesan penyelenggaraan yang pertama, maka kami akan menggelar Business Matching ke-2 lebih lama dengan target yang lebih besar. Seluruh kementerian, lembaga, BUMN hingga pemda wajib menggunakan produk dalam negeri khususnya UMKM,” kata Hanung Harimba Rahman, Deputi Bidang Usaha Kecil Menengah (UKM) Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), dalam konferensi pers, Rabu (6/4/2022).
Pada Business Matching 2, diharapkan akan semakin banyak produk UMKM masuk dalam e-Katalog yang ditargetkan mencapai 1 juta produk tahun ini.
Gelaran Business Matching menjadi angin segar bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk bangkit. Dari penyelenggaraannya, K/L, BUMN dan pemerintah daerah akan memberikan komitmen pengadaan barang dan jasanya dengan belanja menggunakan produk dalam negeri, khususnya produk UMKM.
“Hal ini pun adalah amanat UU Cipta Kerja yang menyatakan bahwa setidak-tidaknya 40% dari belanja itu untuk usaha kecil dan menengah,” jelas Hanung.
Berkaca dari mulai membaiknya penanganan pandemi di dalam negeri, pemerintah dikatakan Hanung, memproyeksikan 2022 ini potensi pembelian produk dalam negeri melalui belanja pemerintah mencapai Rp1.485 triliun. Rinciannya, belanja K/L sebesar Rp526 triliun, pemda Rp535 triliun, dan BUMN sebesar Rp420 triliun.
Senada dengan Hanung, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Teguh Setyabudi menyatakan, komitmennya mendukung gelaran Business Matching. Pihaknya telah meminta jajaran pemda untuk melakukan intervensi dalam mendorong pemanfaatan PDN, khususnya produk UMKM. Pemda telah membentuk tim peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN).
“Sudah ada 168 kota yang telah membentuk P3DN. Belum di tingkat provinsi dan kabupaten,” katanya.
Kemendagri, lanjut Teguh, juga akan meminta lampiran-lampiran terkait belanja yang digunakan. Minimal 40% dari belanja tersebut adalah untuk PDN. “Kami meminta daerah untuk betul-betul memaksimalkan anggarannya untuk itu,” katanya.
Sementara Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita, menyampaikan dengan waktu yang lebih panjang pada Business Matching Tahap 2 diyakini akan mendorong peningkatan belanja K/L lebih besar lagi.
"Kata kuncinya bagi kami, bagaimana produk dalam negeri bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ucap Reni.
Dari total komitmen belanja yang diperoleh pada Business Matching 1, lima posisi teratas diduduki KemenPUPR sebesar Rp43,7 triliun, Kemenhan Rp35,3 triliun, Kemenkes Rp11,8 triliun, Kominfo sebesar Rp11,27 triliun, dan Kemenhub Rp11,18 triliun.
“Kami menyampaikan data ini sebagai pemicu kementerian dan lembaga lain termasuk pemda, agar lebih banyak belanja produk dalam negeri,” kata Reni.
Mendukung Reni, Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Odo R.M Manuhutu mengatakan, fungsi Business Matching adalah lebih pada membentuk kebersamaan dan gotong royong untuk mencapai target pertama, yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan salah satunya belanja pemerintah untuk produk dalam negeri yang dihasilkan oleh UMKM.
“Selain menggerakkan perekonomian, upaya ini juga menumbuhkan rasa percaya diri para pelaku UMKM,” katanya.
Senada dengan Odo, Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Muhammad Neil EL Himam berharap pelaku UMKM di daerah yang belum memiliki E-Katalog, untuk segera meminta kepada pemerintah daerah agar memiliki E-Katalog.
“Supaya mereka bias masuk ke dalam E-Katalog. Karena ini merupakan kesempatan luar biasa bagi pelaku UMKM di daerah,” tandas Himam.
“Dengan kesuksesan penyelenggaraan yang pertama, maka kami akan menggelar Business Matching ke-2 lebih lama dengan target yang lebih besar. Seluruh kementerian, lembaga, BUMN hingga pemda wajib menggunakan produk dalam negeri khususnya UMKM,” kata Hanung Harimba Rahman, Deputi Bidang Usaha Kecil Menengah (UKM) Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), dalam konferensi pers, Rabu (6/4/2022).
Pada Business Matching 2, diharapkan akan semakin banyak produk UMKM masuk dalam e-Katalog yang ditargetkan mencapai 1 juta produk tahun ini.
Gelaran Business Matching menjadi angin segar bagi pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk bangkit. Dari penyelenggaraannya, K/L, BUMN dan pemerintah daerah akan memberikan komitmen pengadaan barang dan jasanya dengan belanja menggunakan produk dalam negeri, khususnya produk UMKM.
“Hal ini pun adalah amanat UU Cipta Kerja yang menyatakan bahwa setidak-tidaknya 40% dari belanja itu untuk usaha kecil dan menengah,” jelas Hanung.
Berkaca dari mulai membaiknya penanganan pandemi di dalam negeri, pemerintah dikatakan Hanung, memproyeksikan 2022 ini potensi pembelian produk dalam negeri melalui belanja pemerintah mencapai Rp1.485 triliun. Rinciannya, belanja K/L sebesar Rp526 triliun, pemda Rp535 triliun, dan BUMN sebesar Rp420 triliun.
Senada dengan Hanung, Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Teguh Setyabudi menyatakan, komitmennya mendukung gelaran Business Matching. Pihaknya telah meminta jajaran pemda untuk melakukan intervensi dalam mendorong pemanfaatan PDN, khususnya produk UMKM. Pemda telah membentuk tim peningkatan penggunaan produk dalam negeri (P3DN).
“Sudah ada 168 kota yang telah membentuk P3DN. Belum di tingkat provinsi dan kabupaten,” katanya.
Kemendagri, lanjut Teguh, juga akan meminta lampiran-lampiran terkait belanja yang digunakan. Minimal 40% dari belanja tersebut adalah untuk PDN. “Kami meminta daerah untuk betul-betul memaksimalkan anggarannya untuk itu,” katanya.
Sementara Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Reni Yanita, menyampaikan dengan waktu yang lebih panjang pada Business Matching Tahap 2 diyakini akan mendorong peningkatan belanja K/L lebih besar lagi.
"Kata kuncinya bagi kami, bagaimana produk dalam negeri bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” ucap Reni.
Dari total komitmen belanja yang diperoleh pada Business Matching 1, lima posisi teratas diduduki KemenPUPR sebesar Rp43,7 triliun, Kemenhan Rp35,3 triliun, Kemenkes Rp11,8 triliun, Kominfo sebesar Rp11,27 triliun, dan Kemenhub Rp11,18 triliun.
“Kami menyampaikan data ini sebagai pemicu kementerian dan lembaga lain termasuk pemda, agar lebih banyak belanja produk dalam negeri,” kata Reni.
Mendukung Reni, Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Odo R.M Manuhutu mengatakan, fungsi Business Matching adalah lebih pada membentuk kebersamaan dan gotong royong untuk mencapai target pertama, yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan salah satunya belanja pemerintah untuk produk dalam negeri yang dihasilkan oleh UMKM.
“Selain menggerakkan perekonomian, upaya ini juga menumbuhkan rasa percaya diri para pelaku UMKM,” katanya.
Senada dengan Odo, Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Muhammad Neil EL Himam berharap pelaku UMKM di daerah yang belum memiliki E-Katalog, untuk segera meminta kepada pemerintah daerah agar memiliki E-Katalog.
“Supaya mereka bias masuk ke dalam E-Katalog. Karena ini merupakan kesempatan luar biasa bagi pelaku UMKM di daerah,” tandas Himam.
(uka)