Sri Mulyani Tidak Ingin Rupiah Terlalu Kuat, Ini Alasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) yang belakangan ini terus menguat, ternyata memiliki dampak negatif. Karena itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan tidak ingin nilai tukar rupiah terlalu perkasa terhadap USD seperti yang terjadi di awal bulan Juni ini.
"Rupiah yang terlalu perkasa bisa berdampak negatif terhadap kinerja ekspor. Pendapatan ekspor bisa turun karena transaksi berbentuk mata uang dolar AS," kata Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (18/6/2020).
Sri Mulyani menerangkan nilai tukar rupiah yang terlalu kuat dapat melumpuhkan daya saing produk kita dan menyebabkan penurunan ekspor serta peningkatan impor produk yang menjadi lebih murah. Untuk itu, Pemerintah bersama Bank Indonesia, akan terus mengelola nilai tukar secara berhati-hati untuk tetap menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Perhatian pemerintah saat ini adalah bukan pada tingkat nilai tukar tertentu, tetapi menjaga stabilitas pergerakan nilai tukar agar tidak menimbulkan gejolak pada aktivitas ekonomi dan sektor riil dalam negeri," jelasnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, memproyeksikan nilai tukar rupiah tahun ini berada dalam kisaran Rp14.500-Rp15.500 per dolar AS. Sri Mulyani menambahkan pergerakan nilai tukar tahun ini masih akan dipengaruhi berbagai tekanan.
"Tekanan tersebut seperti perlambatan ekonomi di negara-negara besar, stance kebijakan suku bunga The Fed, sentimen perang dagang, isu geopolitik, proses pemulihan China dari wabah virus corona, dan hasil pemilu Amerika Serikat," tandasnya.
"Rupiah yang terlalu perkasa bisa berdampak negatif terhadap kinerja ekspor. Pendapatan ekspor bisa turun karena transaksi berbentuk mata uang dolar AS," kata Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (18/6/2020).
Sri Mulyani menerangkan nilai tukar rupiah yang terlalu kuat dapat melumpuhkan daya saing produk kita dan menyebabkan penurunan ekspor serta peningkatan impor produk yang menjadi lebih murah. Untuk itu, Pemerintah bersama Bank Indonesia, akan terus mengelola nilai tukar secara berhati-hati untuk tetap menjamin kelangsungan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Perhatian pemerintah saat ini adalah bukan pada tingkat nilai tukar tertentu, tetapi menjaga stabilitas pergerakan nilai tukar agar tidak menimbulkan gejolak pada aktivitas ekonomi dan sektor riil dalam negeri," jelasnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini, memproyeksikan nilai tukar rupiah tahun ini berada dalam kisaran Rp14.500-Rp15.500 per dolar AS. Sri Mulyani menambahkan pergerakan nilai tukar tahun ini masih akan dipengaruhi berbagai tekanan.
"Tekanan tersebut seperti perlambatan ekonomi di negara-negara besar, stance kebijakan suku bunga The Fed, sentimen perang dagang, isu geopolitik, proses pemulihan China dari wabah virus corona, dan hasil pemilu Amerika Serikat," tandasnya.
(bon)