Pandu Sjahrir: Pajak Perusahaan Digital Beri Nilai Tambah ke Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Investor startup yang juga merupakan pendiri perusahaan modal ventura Indies Capital dan AC Ventures, Pandu Patria Sjahrir mendukung rencana pemerintah yang akan menarik pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% dari perusahaan digital yang beroperasi di Indonesia. Menurutnya dengan membayarkan pajak, maka keberadaan dari perusahaan tersebut di Indonesia menghasilkan nilai tambah tersendiri.
“Menurut saya itu nilai tambah yang pas. Hanya memang harus dilihat juga agar pemain-pemain digital buka full disini. Kita yang investasi ingin semua timnya disini. Termasuk knowledge center-nya. Jadi jangan hanya tim marketing. Dengan demikian, bayar pajaknya disini, nilai tambahnya juga disini. Jadi kami searah lah dengan pemerintah,” ujar Pandu dalam keterangannya.
Penarikan pajak bagi perusahaan digital adalah salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Terlebih defisit fiskal pada tahun ini diproyeksi akan melebar hingga 6,34% terhadap produk domestik bruto (PDB) akibat kebutuhan pembiayaan untuk penanggulangan dampak pandemi Covid-19.
( )
Pandu berharap, dengan ditariknya pajak dari perusahaan digital, hal tersebut dapat semakin membantu bisnis digital di Indonesia. Ia menilai proses yang berjalan mulai dari pemerintah mendengarkan masukan dari pengusaha hingga pengambilan keputusan mengenai hal tersebut sudah berjalan dengan baik.
“Saya yakin pendapatan itu pasti akan bermanfaat untuk negara. Saya rasa negara juga sudah membuktikan bahwa sangat membantu bisnis digital untuk berkembang. Yang penting ke depan bagaimana kita bisa selalu berkomunikasi dengan pemerintah,” terangnya.
( )
Diberitakan sebelumnya, pemerintah Republik Indonesia akan menarik pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% dari perusahaan digital yang beroperasi di Indonesia. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020 yang mulai berlaku pada 1 Juli 2020.
Beberapa contoh produk digital yang akan dikenakan PPN 10% adalah mengunduh atau streaming melalui aplikasi untuk jenis buku, perangkat lunak komputer, game, majalah, film, musik, dan surat kabar. Selain itu, layanan online seperti iklan, desain, pemasaran dan layanan konferensi video seperti zoom juga akan ditarik pajaknya.
Setelah PMK tersebut berlaku, maka nantinya akan ditunjuk perusahaan pemungut kepada pelanggan mulai Agustus 2020. Dengan demikian, seluruh perusahaan digital dari luar negeri seperti Facebook, Spotify, Netflix, hingga Zoom harus membayarkan pajaknya ke pemerintah.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga sebelumnya menyatakan bahwa potensi PPN yang berasal dari produk digital di Indonesia mencapai sekitar Rp10 triliun. Hal itu menyusul nilai transaksi produk digital di Indonesia yang mencapai Rp110 triliun.
“Menurut saya itu nilai tambah yang pas. Hanya memang harus dilihat juga agar pemain-pemain digital buka full disini. Kita yang investasi ingin semua timnya disini. Termasuk knowledge center-nya. Jadi jangan hanya tim marketing. Dengan demikian, bayar pajaknya disini, nilai tambahnya juga disini. Jadi kami searah lah dengan pemerintah,” ujar Pandu dalam keterangannya.
Penarikan pajak bagi perusahaan digital adalah salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Terlebih defisit fiskal pada tahun ini diproyeksi akan melebar hingga 6,34% terhadap produk domestik bruto (PDB) akibat kebutuhan pembiayaan untuk penanggulangan dampak pandemi Covid-19.
( )
Pandu berharap, dengan ditariknya pajak dari perusahaan digital, hal tersebut dapat semakin membantu bisnis digital di Indonesia. Ia menilai proses yang berjalan mulai dari pemerintah mendengarkan masukan dari pengusaha hingga pengambilan keputusan mengenai hal tersebut sudah berjalan dengan baik.
“Saya yakin pendapatan itu pasti akan bermanfaat untuk negara. Saya rasa negara juga sudah membuktikan bahwa sangat membantu bisnis digital untuk berkembang. Yang penting ke depan bagaimana kita bisa selalu berkomunikasi dengan pemerintah,” terangnya.
( )
Diberitakan sebelumnya, pemerintah Republik Indonesia akan menarik pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% dari perusahaan digital yang beroperasi di Indonesia. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48 Tahun 2020 yang mulai berlaku pada 1 Juli 2020.
Beberapa contoh produk digital yang akan dikenakan PPN 10% adalah mengunduh atau streaming melalui aplikasi untuk jenis buku, perangkat lunak komputer, game, majalah, film, musik, dan surat kabar. Selain itu, layanan online seperti iklan, desain, pemasaran dan layanan konferensi video seperti zoom juga akan ditarik pajaknya.
Setelah PMK tersebut berlaku, maka nantinya akan ditunjuk perusahaan pemungut kepada pelanggan mulai Agustus 2020. Dengan demikian, seluruh perusahaan digital dari luar negeri seperti Facebook, Spotify, Netflix, hingga Zoom harus membayarkan pajaknya ke pemerintah.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga sebelumnya menyatakan bahwa potensi PPN yang berasal dari produk digital di Indonesia mencapai sekitar Rp10 triliun. Hal itu menyusul nilai transaksi produk digital di Indonesia yang mencapai Rp110 triliun.
(akr)