Bukan Batu Bara Apalagi Emas, Ini Harta Karun Indonesia Sesungguhnya: Sudah Hasilkan Devisa Rp3.220 Triliun
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah telah memutuskan akan melarang ekspor minyak sawit mentah ( CPO ) dan minyak goreng per 28 April mendatang. Kebijakan itu ditempuh untuk menjaga ketersediaan minyak goreng dengan harga yang terjangkau.
"Pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng per Kamis 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian," kata Presiden Joko Widodo, dikutip dari kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (22/4/2022).
Pemerintah menyadari benar berbagai risiko atas keputusan itu, termasuk kehilangan devisa yang tak sedikit dari ekspor CPO. Jika pelarangan eskpor CPO berlangsung selama sebulan, maka devisa yang menguap sebesar USD3 miliar atau Rp42,9 triliun.
Perhitungan itu berdasarkan nilai eskpor CPO pada Maret lalu. Semakin lama larangan ekspor CPO diberlakukan, semakin besar pula devisa yang hangus.
Tahun lalu ekspor CPO Indonesia mencapai USD35 miliar atau lebih dari Rp500 triliun (kurs Rp14.300). Jumlah itu naik jika dibanding tahun 2020 yang sebesar USD18,44 miliar (data BPS).
Ekspor CPO memang telah menjadi andalan Negeri Sawit ini untuk mendulang devisa sejak lebih dari dua dekade. Di tahun 2000 ekspor CPO Indonesia sebanyak 4,1 juta ton senilai USD1,1 miliar dolar.
Jika menghitung mundur sejak tahun 2000 hingga 2020, berdasarkan data Statistik Kelapa Sawit 2018 nilai eskpor minyak sawit Indonesia terbilang fantastis, mencapai USD229 miliar. Jika dirupiahkan dengan mengacu kurs tengah BI di masing-masing tahunnya, nilai ekspor minyak sawit mencapai Rp2.720 triliun. Jika ditambah dengan nilai ekspor tahun 2021, maka jumlahnya menembus Rp3.220 triliun. Benar-benar wow!
Jika hanya mengukur dari tahun 2012 hingga 2018, nilai ekspor minyak sawit (CPO) mencapai USD115,67 miliar. Sementara jika mengacu data BPS di rentang waktu yang sama, ekspor logam mulia (yang di dalamnya termasuk emas) hanya sebesar USD18,33 miliar atau sekitar 15,84% dari total ekspor minyak sawit.
Hanya batu bara yang mampu membuat ekspor minyak sawit bertekuk lutut. Di sepanjang periode 2012-2018 nilai ekspor batu bara mencapai USD131,84 miliar atau 13,9% lebih besar dibanding total ekspor minyak sawit.
Namun di tahun 2021, ekspor minyak sawit menjadi jawara dengan perolahan devisa sebesar USD35 miliar. Sementara ekspor batu bara sebesar USD26,54 miliar.
Yang perlu dicatat adalah masalah keberlanjutan ekspor antara minyak sawit dan batu bara atau bahan tambang lainnya. Kementerian ESDM mengungkap sumber daya batu bara Indonesia saat ini berjumlah 113 miliar ton dengan cadangan terbukti hanya 33 miliar ton.
Dengan produksi antara 500 juta hingga 600 juta per tahun, maka dalam beberapa tahun ke depan cadangan batu bara Indonesia akan ludes. Dengan catatan, tidak ditemukan lagi cadangan terbukti baru.
"Cadangan batu bara diperkirakan akan habis tahun 2040. Ini akan habis kalau tidak melakukan eksplorasi. Cadangan hari ini tidak pernah bertambah, kalau cadangan kan artinya sudah terbukti bisa ditambang dan memiliki nilai ekonomi," kata Kasubdit Bimbingan Usaha Batubara Kementerian ESDM Heriyanto, Januari lalu.
Ditambah dengan kebijakan dunia terkait energi bersih dan pengurangan emisi karbon, nasib komoditas batu bara sebagai harta karun Indonesia semakin suram ke depannya. Dunia telah bersepakat untuk mengurangi penggunaan energi dari batu bara saat KTT COP26 di Glasgow, akhir tahun lalu.
China sebagai pengguna batu bara terbesar di dunia sudah berjanji akan mengurangi konsumsinya. Sementara Indonesia akan menghentikan pembangkit listrik batu bara pada 2025.
Sementara, ekspor minyak sawit tidak tergantung pada cadangan. Sebagai komoditas yang bisa diperbarui, minyak sawit akan terus ada. Caranya dengan peremajaan pohon sawit (replanting). Apalagi, iklim Indonesia sangat bersahabat dengan pohon sawit.
Jadi minyak sawit sejatinya adalah harta karun Indonesia yang tak akan pernah habis. Minyak sawit akan selalu menjadi pendulang devisa. Itulah hakikat harta karun sejati.
"Pemerintah melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng per Kamis 28 April 2022 sampai batas waktu yang akan ditentukan kemudian," kata Presiden Joko Widodo, dikutip dari kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (22/4/2022).
Pemerintah menyadari benar berbagai risiko atas keputusan itu, termasuk kehilangan devisa yang tak sedikit dari ekspor CPO. Jika pelarangan eskpor CPO berlangsung selama sebulan, maka devisa yang menguap sebesar USD3 miliar atau Rp42,9 triliun.
Perhitungan itu berdasarkan nilai eskpor CPO pada Maret lalu. Semakin lama larangan ekspor CPO diberlakukan, semakin besar pula devisa yang hangus.
Tahun lalu ekspor CPO Indonesia mencapai USD35 miliar atau lebih dari Rp500 triliun (kurs Rp14.300). Jumlah itu naik jika dibanding tahun 2020 yang sebesar USD18,44 miliar (data BPS).
Ekspor CPO memang telah menjadi andalan Negeri Sawit ini untuk mendulang devisa sejak lebih dari dua dekade. Di tahun 2000 ekspor CPO Indonesia sebanyak 4,1 juta ton senilai USD1,1 miliar dolar.
Jika menghitung mundur sejak tahun 2000 hingga 2020, berdasarkan data Statistik Kelapa Sawit 2018 nilai eskpor minyak sawit Indonesia terbilang fantastis, mencapai USD229 miliar. Jika dirupiahkan dengan mengacu kurs tengah BI di masing-masing tahunnya, nilai ekspor minyak sawit mencapai Rp2.720 triliun. Jika ditambah dengan nilai ekspor tahun 2021, maka jumlahnya menembus Rp3.220 triliun. Benar-benar wow!
Jika hanya mengukur dari tahun 2012 hingga 2018, nilai ekspor minyak sawit (CPO) mencapai USD115,67 miliar. Sementara jika mengacu data BPS di rentang waktu yang sama, ekspor logam mulia (yang di dalamnya termasuk emas) hanya sebesar USD18,33 miliar atau sekitar 15,84% dari total ekspor minyak sawit.
Hanya batu bara yang mampu membuat ekspor minyak sawit bertekuk lutut. Di sepanjang periode 2012-2018 nilai ekspor batu bara mencapai USD131,84 miliar atau 13,9% lebih besar dibanding total ekspor minyak sawit.
Namun di tahun 2021, ekspor minyak sawit menjadi jawara dengan perolahan devisa sebesar USD35 miliar. Sementara ekspor batu bara sebesar USD26,54 miliar.
Yang perlu dicatat adalah masalah keberlanjutan ekspor antara minyak sawit dan batu bara atau bahan tambang lainnya. Kementerian ESDM mengungkap sumber daya batu bara Indonesia saat ini berjumlah 113 miliar ton dengan cadangan terbukti hanya 33 miliar ton.
Dengan produksi antara 500 juta hingga 600 juta per tahun, maka dalam beberapa tahun ke depan cadangan batu bara Indonesia akan ludes. Dengan catatan, tidak ditemukan lagi cadangan terbukti baru.
"Cadangan batu bara diperkirakan akan habis tahun 2040. Ini akan habis kalau tidak melakukan eksplorasi. Cadangan hari ini tidak pernah bertambah, kalau cadangan kan artinya sudah terbukti bisa ditambang dan memiliki nilai ekonomi," kata Kasubdit Bimbingan Usaha Batubara Kementerian ESDM Heriyanto, Januari lalu.
Ditambah dengan kebijakan dunia terkait energi bersih dan pengurangan emisi karbon, nasib komoditas batu bara sebagai harta karun Indonesia semakin suram ke depannya. Dunia telah bersepakat untuk mengurangi penggunaan energi dari batu bara saat KTT COP26 di Glasgow, akhir tahun lalu.
China sebagai pengguna batu bara terbesar di dunia sudah berjanji akan mengurangi konsumsinya. Sementara Indonesia akan menghentikan pembangkit listrik batu bara pada 2025.
Sementara, ekspor minyak sawit tidak tergantung pada cadangan. Sebagai komoditas yang bisa diperbarui, minyak sawit akan terus ada. Caranya dengan peremajaan pohon sawit (replanting). Apalagi, iklim Indonesia sangat bersahabat dengan pohon sawit.
Jadi minyak sawit sejatinya adalah harta karun Indonesia yang tak akan pernah habis. Minyak sawit akan selalu menjadi pendulang devisa. Itulah hakikat harta karun sejati.
(uka)