Perang Ekonomi Melawan Rusia Semakin Memanas

Senin, 02 Mei 2022 - 01:50 WIB
loading...
Perang Ekonomi Melawan...
Perang ekonomi yang berjalan sejajar dengan agresi militer Rusia ke Ukraina semakin memanas, sehingga menarik perhatian investor lebih dalam. Foto/Dok
A A A
MOSKOW - Markets telah kembali stabil setelah invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2020, seolah-olah bom dan rudal tidak akan menggerus ekonomi global . Tetapi perang ekonomi yang berjalan sejajar dengan agresi militer Rusia semakin memanas, untuk menarik perhatian investor lebih dalam.

Sebagian besar analisis memperkirakan perang Rusia di Ukraina akan fokus pada pertempuran darat yang brutal dengan target menguasai satu persatu desa di Ukraina timur dan selatan.

Tetapi yang sama ada upaya multinasional untuk mencekik ekonomi Rusia, dengan memangkas pendapatan energi yang mendanai militer Rusia. Ditambah menghalangi teknologi asing yang dibutuhkan Rusia untuk mempertahankan dan mengisi kembali persenjataannya.



Seperti halnya pertempuran tank dan artileri, perang ekonomi menjadi gesekan untuk menjadi ajang adu kuat sebagai yang paling lama bertahan. Perang ekonomi semakin intensif, dimana ada anggapan tidak mungkin Ukraina bisa menang.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berencana meminta bantuan senilai USD miliar kepada kongres untuk Ukraina, termasuk USD20 miliar untuk senjata. Angka ini meningkat jauh lebih besar, atau setara 10 kali lipat dengan apa yang disediakan Washington sejauh ini.

Menteri Pertahanan AS yang biasanya pendiam, Lloyd Austin telah mulai berbicara tentang AS dan NATO yang dengan sengaja melemahkan Rusia, dalam perjalanan menuju kemenangan Ukraina. Senjata berat, seperti tank dan artileri, yang enggan diberikan sekutu Ukraina pada awal perang diproyeksi bakal segera membanjiri Ukraina.

Sebagai tanggapan, Rusia berhenti memasok gas alam ke Polandia dan Bulgaria untuk menjadi aksi balasan dengan tujuan menekan negara-negara yang membantu Ukraina dan sinyal bahwa Rusia dapat memperketat keran ekspor energi atau menutup sepenuhnya jika merasa semakin terancam.

"Ketiga pihak dalam konflik ini, NATO, Rusia dan Ukraina, tensinya meningkat. Eskalasi lebih lanjut menjadi lebih mungkin ketika permusuhan meningkat," ucap Eurasia Group memperingatkan dalam analisis 27 April.

Pada saat yang sama, negara-negara Eropa sedang mempertimbangkan memboikot minyak Rusia secara bertahap. Dimana mereka beranggapan mencari pengganti sumber lain untuk minyak lebih mudah dibandingkan gas Rusia.

Meski begitu, embargo minyak Rusia yang lebih luas akan menaikkan harga global untuk semua orang dan menambah inflasi di Eropa, Amerika Serikat dan di tempat lain. Pengetatan terhadap ekonomi Rusia menimbulkan kerusakan kolateral di banyak negara lain.

Sanksi terhadap sistem keuangan Rusia memiliki beragam efek. Tetapi sanksi-sanksi itu masih memberi ruang bagi Rusia untuk menjual minyak dan gas, dan Rusia kebetulan mendapat manfaat dari harga energi yang melonjak tinggi dimana sebagian disebabkan oleh invasinya sendiri ke Ukraina.

Beberapa analis berpikir Presiden Rusia, Vladimir Putin memutuskan untuk menyerang Ukraina setelah lensernya Kanselir Jerman Angela Merkel pada bulan Desember, atau bahkan saat Joe Biden menggantikan dari Donald Trump sebagai presiden AS Januari lalu.

Tetapi kemungkinan besar, harga energi yang tinggi menjelang invasi Rusia pada 24 Februari membujuk Putin bahwa dia akan memiliki bantalan pendapatan energi, bahkan dengan sanksi yang tak mungkin terelakkan.

Pendapatan energi Rusia mencapai USD76 miliar pada kuartal keempat 2021, atau menyentuh level tertinggi dalam 10 tahun, menurut Institute for International Finance. Kelompok riset itu berpikir harga minyak dan gas yang lebih tinggi saat ini dapat mendorong pendapatan energi Rusia lebih tinggi lagi, bahkan dengan adanya sanksi.

Itu sebabnya negara-negara Eropa dan negara-negara lain yang menjatuhkan sanksi sekarang mempertimbangkan untuk melangkah lebih jauh dengan menghentikan pembelian minyak secara total atau memperketat sanksi keuangan dengan cara yang secara efektif dengan melarang pembiayaan yang diperlukan untuk transaksi tersebut.



Jika salah satu dari hal-hal ini terjadi, faktor kuncinya adalah apakah pembeli energi besar seperti China dan India akan membeli sebagian besar atau semua minyak yang tidak dapat dijual Rusia di tempat lain. Dimana mereka mungkin mendapatkannya dengan diskon yang cukup besar dibanding harga global.

Apabila mereka benar melakukannya, hal itu jelas akan menjadi semacam garis kehidupan bagi pembiayaan militer Putin. Amerika Serikat memimpin upaya untuk memotong impor energi Rusia, sebuah kampanye tekanan yang dapat membuat hubungan global kembali memanas selama beberapa tahun yang akan datang.

Pertempuran militer di Ukraina mungkin tidak akan menuju ke dalam Perang Dunia III , tetapi pertempuran ekonomi dapat memaksa negara-negara terkait untuk memilih sisi mana dan harus menanggung konsekuensinya.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1689 seconds (0.1#10.140)