Larang Impor Minyak Rusia, Eropa Akhirnya Kompromi Usai Dilawan Hongaria

Selasa, 31 Mei 2022 - 13:19 WIB
loading...
Larang Impor Minyak...
Para pemimpin Uni Eropa (UE) telah menyepakati rencana embargo lebih dari dua pertiga impor minyak Rusia. Meski begitu dalam larangan itu terdapat kompromi usai dapat perlawanan dari Hongaria. Foto/Dok
A A A
BRUSELLS - Para pemimpin Uni Eropa (UE) telah menyepakati rencana embargo lebih dari dua pertiga impor minyak Rusia. Meski begitu dalam larangan itu terdapat kompromi yang tidak akan mempengaruhi impor minyak pipa beberapa negara, menyusul penolakan dari Hongaria.

Kepala Dewan Eropa, Charles Michel menyakini, kesepakatan itu memotong "sumber pembiayaan yang sangat besar" untuk mesin perang Rusia . Ini adalah bagian dari paket sanksi keenam yang disetujui pada pertemuan puncak di Brussels, yang harus disepakati oleh semua 27 negara anggota.



Sambung Michel menerangkan, UE juga telah menyetujui langkah-langkah tegas dengan menargetkan bank terbesar Rusia, Sberbank, dan tiga lembaga penyiaran milik negara.

Anggota Uni Eropa menghabiskan, waktu berjam-jam untuk menyelesaikan perbedaan di antara mereka atas larangan impor minyak Rusia, dimana Hongaria sebagai lawan utamanya.

Kompromi itu menyusul pertikaian berminggu-minggu hingga akhirnuya sampai disepakati. Meski begitu akan ada "pengecualian sementara untuk minyak yang datang melalui pipa ke UE," kata Michel kepada wartawan.

Karena itu, sanksi hanya menyasar langsung dan bakal mempengaruhi minyak Rusia yang diangkut ke UE melalui laut atau setara dua pertiga dari total yang diimpor dari Rusia.

Namun dalam praktiknya, Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen mengutarakan, ruang lingkup larangan itu akan lebih luas, karena Jerman dan Polandia telah mengajukan diri untuk menghentikan impor pipa mereka sendiri pada akhir tahun ini.

"Sisanya sekitar 10-11% yang dicakup oleh Druzhba selatan," kata Von der Leyen, merujuk pada pipa Rusia yang memasok minyak ke Hongaria, Slovakia, dan Republik Ceko.

Dewan Eropa akan meninjau kembali pengecualian ini "sesegera mungkin", tambahnya.

Larangan impor minyak Rusia awalnya diusulkan oleh Komisi Eropa saat mengembangkan undang-undang untuk negara-negara anggota sebulan yang lalu. Tetapi perlawanan datang, terutama dari Hongaria yang mengimpor 65% minyaknya dari Rusia melalui pipa, hal itu menahan putaran sanksi terbaru UE.

Negara-negara lain yang terkurung daratan, seperti Slovakia dan Republik Ceko, juga meminta lebih banyak waktu karena ketergantungan mereka pada minyak Rusia. Bulgaria, yang sudah terputus dari gas Rusia oleh Gazprom, juga telah melontarkan penolakan.

Krisis biaya hidup yang dirasakan di seluruh Eropa juga tidak membantu. Harga energi yang meroket di antaranya telah membatasi selera beberapa negara Uni Eropa untuk sanksi yang juga dapat melukai ekonomi mereka sendiri.

Perdana Menteri Hongaria, Viktor Orban mempertahankan sikap keras selama pembicaraan, Ia menyalahkan Komisi Eropa karena gagal menegosiasikan larangan tersebut dengan benar sesama negara-negara anggota.

Dia mengatakan, bahwa energi adalah "masalah serius" dan bahwa "kita membutuhkan solusi dan lalu kemudian sanksi".



Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang melakukan panggilan video ke KTT, mendesak negara-negara Uni Eropa untuk menghentikan "pertengkaran" internal mereka, dengan menyatakan bahwa dengan sikapnya itu mereka hanya membantu Moskow.

"Semua pertengkaran di Eropa harus berakhir, perselisihan internal yang hanya mendorong Rusia untuk memberi semakin banyak tekanan pada Anda," kata Zelensky melalui tautan video.

"Sudah saatnya anda tidak terpisah, bukan fragmen, tapi satu kesatuan," tegasnya.

Sementara itu Perdana Menteri Latvia, Krisjanis Karins mengungkapkan, negara-negara anggota tidak boleh "terjebak" demi kepentingan pribadi mereka sendiri.

"Ini akan membuat lebih mahal untuk kami. Tapi itu hanya uang. Ukraina membayar dengan nyawa mereka," katanya.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1337 seconds (0.1#10.140)