Lindungi Konsumen, Inovasi Kemasan Bebas BPA Bisa Jadi Alternatif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Paparan Bisphenol A atau BPA air minum dalam kemasan (AMDK) membahayakan kesehatan. Sebab itu, penggunaan kandungan tersebut harus dibatasi melalui aturan yang tegas.
"Kewenangan BPOM mengatur itu sudah sangat jelas sesuai dengan UU dan Perpres Nomor 80 Tahun 2017 tentang BPOM, dan sesuai dengan tupoksi kami," ujar Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang dalam diskusi bertajuk Sudahkan Konsumen Terlindungi dalam Pengggunaan AMDK, di Jakarta, baru-baru ini.
Rita mengatakan isu BPA tak hanya isu lokal melaikan sudah menjadi isu Internasional. Sejumlah negara sudah meregulasi dan melakukan pelabelan BPA pada AMDK. Adapun jumlah konsumen AMDK galon ada sebanyak lebih dari 50 juta orang atau ada sebanyak 18% dari populasi Indonesia pada 2020.
"AMDK merupakan produk terbanyak yang terdaftar di Indonesia, dan sebanyak 96,4% dari produk AMDK galon menggunakan plastik polikarbonat," kata dia.
Kasubdit Tata Kelola Produsen, Direktorat Pengurangan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik menyatakan bahwa industri harus melakukan inovasi untuk mencari jenis kemasan pakai ulang yang bebas BPA. Di samping itu kemasan harus mudah di daur ulang.
Selain mengatasi permasalahan lingkungan, daur ulang sampah dapat menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat maupun korporasi skala besar. Peluang daur ulang plastik di Indonesia bertambah besar seiring dengan dikembangkannya ekonomi sirkular. Keduanya akan sangat menguntungkan bagi lingkungan dan perekonomian jika dioptimalkan.
"Sebagian besar kemasan plastik yang kembali dapat didaurulang adalah jenis PET. Maka KLHK mendorong para produsen air minum dalam kemasan merancang kemasan minuman untuk bisa digunakan ulang," kata dia.
Sebagai informasi, kemasan plastik yang paling populer digunakan adalah Polyethylene Terephthalate (PET), High Density Polyethylene (HDPE), Low-Density Polyethylene (LDPE), dan Polycarbonate (PC) merupakan jenis plastik yang sangat umum digunakan pada kemasan makanan, khususnya pada AMDK.
"Kewenangan BPOM mengatur itu sudah sangat jelas sesuai dengan UU dan Perpres Nomor 80 Tahun 2017 tentang BPOM, dan sesuai dengan tupoksi kami," ujar Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan BPOM Rita Endang dalam diskusi bertajuk Sudahkan Konsumen Terlindungi dalam Pengggunaan AMDK, di Jakarta, baru-baru ini.
Rita mengatakan isu BPA tak hanya isu lokal melaikan sudah menjadi isu Internasional. Sejumlah negara sudah meregulasi dan melakukan pelabelan BPA pada AMDK. Adapun jumlah konsumen AMDK galon ada sebanyak lebih dari 50 juta orang atau ada sebanyak 18% dari populasi Indonesia pada 2020.
"AMDK merupakan produk terbanyak yang terdaftar di Indonesia, dan sebanyak 96,4% dari produk AMDK galon menggunakan plastik polikarbonat," kata dia.
Kasubdit Tata Kelola Produsen, Direktorat Pengurangan Sampah KLHK Ujang Solihin Sidik menyatakan bahwa industri harus melakukan inovasi untuk mencari jenis kemasan pakai ulang yang bebas BPA. Di samping itu kemasan harus mudah di daur ulang.
Selain mengatasi permasalahan lingkungan, daur ulang sampah dapat menciptakan peluang ekonomi baru bagi masyarakat maupun korporasi skala besar. Peluang daur ulang plastik di Indonesia bertambah besar seiring dengan dikembangkannya ekonomi sirkular. Keduanya akan sangat menguntungkan bagi lingkungan dan perekonomian jika dioptimalkan.
"Sebagian besar kemasan plastik yang kembali dapat didaurulang adalah jenis PET. Maka KLHK mendorong para produsen air minum dalam kemasan merancang kemasan minuman untuk bisa digunakan ulang," kata dia.
Sebagai informasi, kemasan plastik yang paling populer digunakan adalah Polyethylene Terephthalate (PET), High Density Polyethylene (HDPE), Low-Density Polyethylene (LDPE), dan Polycarbonate (PC) merupakan jenis plastik yang sangat umum digunakan pada kemasan makanan, khususnya pada AMDK.
(nng)