Dihajar Ancaman Resesi, Bursa Saham Amerika Terjungkal di Awal Pekan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tiga indeks utama Wall Street dibuka jatuh pada perdagangan awal pekan, Senin (13/6/2022). Dow Jones Industrial Average (DJI) turun 1,80% di 30.829,23, S&P 500 (SPX) merosot 2,23% di 3.813,83 dan Nasdaq Composite (IXIC) tertekan 2,51% di 11.055,10. Bursa saham Amerika Serikat sedang dirundung kecemasan ihwal ancaman resesi .
Baru-baru ini, kurva imbal hasil (yield curve) treasuri Amerika Serikat untuk tenor 10 tahun menunjukkan kondisi terbalik atau inverted dibandingkan treasuri dua tahun. Posisi inverted ini merupakan pertama kalinya sejak April 2022 lalu.
Kendati berlangsung sebentar, kondisi tersebut sering kali menjadi sinyal terjadinya resesi atau penurunan aktivitas ekonomi, baik satu atau dua tahun mendatang.
"Pembalikan kurva imbal hasil AS hanya membuat ancaman resesi menjadi lebih nyata," kata analis XM Markets, Raffi Boyadjian, dilansir Reuters, Senin (13/6/2022).
Raffi menilai saham-saham teknologi di Wall Street akan menjadi lebih sensitif, terutama terkait kebijakan kenaikan suku bunga yang memberi dukungan terhadap treasuri jangka pendek.
"Risiko resesi yang meningkat juga dapat membebani saham-saham di sektor yang memiliki pertumbuhan tinggi," lanjut Raffi.
Indeks Volatilitas CBOE, yang juga dikenal sebagai pengukur kecemasan pasar terhadap Wall Street, melonjak menjadi 32,54 poin. Ini merupakan level tertingginya sejak 19 Mei.
Bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) diperkirakan akan mengambil keputusan pada 14 - 15 Juni 2022, terkait kebijakan kenaikan suku bunga yang dipercaya dapat ampuh untuk menjinakkan inflasi.
Diketahui, AS baru saja merilis inflasi bulanan sebesar 8,6% yoy pada Mei 2022. Persentase tersebut merupakan level tertingginya dalam empat dekade terakhir.
Biro Statistik Ketenaga Kerjaan (BLS) Amerika Serikat mencatat laju inflasi tersebut melampaui rekor inflasi tertinggi sebelumnya sebesar 8,5% yoy pada Maret 2022. Penyumbang tertinggi inflasi berasal dari kenaikan harga komoditas energi, yakni mencapai 4,5% (mom) atau 50,3% (yoy).
Baru-baru ini, kurva imbal hasil (yield curve) treasuri Amerika Serikat untuk tenor 10 tahun menunjukkan kondisi terbalik atau inverted dibandingkan treasuri dua tahun. Posisi inverted ini merupakan pertama kalinya sejak April 2022 lalu.
Kendati berlangsung sebentar, kondisi tersebut sering kali menjadi sinyal terjadinya resesi atau penurunan aktivitas ekonomi, baik satu atau dua tahun mendatang.
"Pembalikan kurva imbal hasil AS hanya membuat ancaman resesi menjadi lebih nyata," kata analis XM Markets, Raffi Boyadjian, dilansir Reuters, Senin (13/6/2022).
Raffi menilai saham-saham teknologi di Wall Street akan menjadi lebih sensitif, terutama terkait kebijakan kenaikan suku bunga yang memberi dukungan terhadap treasuri jangka pendek.
"Risiko resesi yang meningkat juga dapat membebani saham-saham di sektor yang memiliki pertumbuhan tinggi," lanjut Raffi.
Indeks Volatilitas CBOE, yang juga dikenal sebagai pengukur kecemasan pasar terhadap Wall Street, melonjak menjadi 32,54 poin. Ini merupakan level tertingginya sejak 19 Mei.
Bank sentral Amerika Serikat (Federal Reserve) diperkirakan akan mengambil keputusan pada 14 - 15 Juni 2022, terkait kebijakan kenaikan suku bunga yang dipercaya dapat ampuh untuk menjinakkan inflasi.
Diketahui, AS baru saja merilis inflasi bulanan sebesar 8,6% yoy pada Mei 2022. Persentase tersebut merupakan level tertingginya dalam empat dekade terakhir.
Biro Statistik Ketenaga Kerjaan (BLS) Amerika Serikat mencatat laju inflasi tersebut melampaui rekor inflasi tertinggi sebelumnya sebesar 8,5% yoy pada Maret 2022. Penyumbang tertinggi inflasi berasal dari kenaikan harga komoditas energi, yakni mencapai 4,5% (mom) atau 50,3% (yoy).
(uka)