Unicorn Bukan Jaminan Selamat dari Krisis

Kamis, 25 Juni 2020 - 06:49 WIB
loading...
Unicorn Bukan Jaminan...
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan perusahaan rintisan, Gojek, membuktikan bahwa titel unicorn bukan jaminan aman dari ancaman krisis. Untuk itu, perlu langkah strategis dari korporasi untuk merespons secara cepat perubahan yang terjadi di dunia bisnis.

Pengurangan karyawan di perusahaan yang didirikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim ini bukan kali pertama terjadi pada startup di Tanah Air. Jauh sebelumnya, tepatnya pada September tahun lalu, e-commerce Bukalapak juga melakukan hal yang sama dengan alasan demi efisiensi.

Di sektor akomodasi, ada juga Airy Indonesia yang terpaksa gulung tikar. Perusahaan yang menyediakan layanan hotel low budget itu terkena imbas pandemi Covid-19 yang membuat mereka kehilangan okupansi. ”Sebenarnya tidak hanya Gojek yang terpengaruh, startup lain seperti Traveloka juga kena imbasnya,” ujar pakar pemasaran, Yuswohady, kepada SINDO Media di Jakarta kemarin.

Bisnis aplikasi yang memanfaatkan kerumunan atau interaksi dengan masyarakat banyak terkena dampak besar di masa Covid-19. Yuswo menyarankan, agar bisa beradaptasi dengan kondisi terkini, perusahaan wajib berinovasi agar lebih efisien. “Ke depan aplikasi digital akan terus melihat momen yang efisien di masa pandemi Covid-19. Akan banyak inovasi baru pastinya yang membuat bisnis digital seperti ini berpikir keras. Misalnya layanan robot bisa menggantikan posisi manusia, apakah itu message atau antar barang sekalipun,” katanya.

Yuswo menilai, di masa pandemi Covid-19, di mana ada aturan pembatasan sosial, Gojek yang dalam bisnisnya melibatkan interaksi antarorang akan kesulitan menghadapinya. Hal ini karena konsumen lebih menghindari model transportasi online dengan alasan keselamatan dan menjaga jarak. “Makanya konsumen cenderung menghindari transportasi tipe seperti ini. Belum yang lain seperti layanan pijat atau yang sifatnya kerumunan,” ucapnya. (Baca: Pemulihan Eonomi Tidak Akan Berhasil Tanpa Investasi ke Alam)

Gojek Indonesia pada Selasa (23/6/2020) lalu mengumumkan PHK terhadap 430 karyawannya. Jumlah pemangkasan karyawan tersebut setara dengan 9% total karyawan Gojek yang mencapai 4.000 orang. Karyawan yang terkena PHK sebagian besar berasal dari divisi yang terkait dengan layanan GoLife dan GoFood Festival. Mereka akan meninggalkan Gojek sebagai bagian dari evaluasi terhadap struktur perusahaan secara keseluruhan.

"Fokus pada layanan inti, menghentikan layanan yang tidak dapat bertahan di tengah pandemi, dan mengambil keputusan berani untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan prioritas pelanggan akan memastikan kita dapat selalu membuat dampak positif bagi kehidupan jutaan orang serta juga memastikan pertumbuhan di masa mendatang," kata Co-CEO Gojek Andre Soelistyo dan Kevin Aluwi kepada karyawan Gojek yang disampaikan melalui surat elektronik.

Keduanya mengakui, ke depan perjalanan perusahaan yang awalnya menjalankan bisnis transportasi online itu akan menjadi semakin sulit karena harus berpisah dengan 430 karyawan yang selama ini menjadi rekan kerja.

Andre Soelistyo menambahkan, Gojek telah melakukan berbagai langkah untuk mengoptimalkan perusahaan supaya dapat terus tumbuh dan memiliki dampak. Dia mengakui, perusahaan tidak cukup mengantisipasi adanya penurunan yang tidak dapat dihindari seperti pandemi saat ini.

“Kami sekarang membayar untuk itu. Tidak, karena setidaknya saya bisa punya kesempatan dan kehormatan untuk bekerja sama dengan banyak sekali individu istimewa dan memiliki banyak potensi untuk menjalankan misi kita bersama meski hanya dalam waktu singkat,” ujarnya.

Gojek merupakan perusahaan rintisan yang sukses menjalankan model bisnis. Dari semula hanya menjadi operator transportasi daring berupa ojek, perusahaan yang berdiri pada 2009 itu kini layanannya semakin luas hingga menyasar sektor keuangan. Fitur-fiturnya pun kini menyasar hampir semua sektor mulai dari food, jasa pengiriman, hingga pembayaran.

Terkait upaya efisiensi yang dilakukan Gojek, peneliti Indef, Bhima Yudhistira, mengungkapkan bahwa perusahaan seperti Gojek tetap harus mempertimbangkan model bisnis yang berkelanjutan. “Era bakar uang pasti segera berakhir karena startup terus memberikan promosi dan diskon, sementara permintaan tidak naik,” kata Bhima. (Baca juga: Iran Ajukan Satu Syarat untuk Berdialog dengan AS)

Dia menambahkan, PHK di perusahaan startup mengindikasikan bahwa secara umum hal tersebut terjadi karena adanya tekanan pada seluruh sektor bisnis, baik konvensional maupun digital akibat pandemi Covid-19. “Awalnya di sektor pariwisata, lalu sektor industri manufaktur. Ternyata startup juga mengalami tekanan hebat. Tidak ada jaminan status unicorn bisa selamat dari krisis,” ujar Bhima.

Selain Gojek, perusahaan transportasi online lain, Grab, juga mengumumkan PHK terhadap 360 karyawannya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. PHK tersebut merupakan imbas dari pandemi virus corona. Selain memecat karyawan, Grab Inc juga berencana menghentikan sejumlah proyek untuk menyelamatkan perusahaan dari tekanan wabah Covid-19.

“Sejak Februari 2020 perusahaan telah melihat dampak nyata dari pandemi Covid-19 terhadap bisnis perusahaan,” kata CEO dan Co-Founder Grab Anthony Tan dalam suratnya kepada karyawan seperti dikutip Okezone.com pekan lalu.

Di sektor e-commerce, badai PHK juga pernah menimpa Bukalapak pada September 2019. Saat itu, sekitar 100 karyawan terpaksa dirumahkan sebagai bagian dari efisiensi perusahaan. Menurut perusahaan yang sudah termasuk kategori unicorn itu, pengurangan karyawan tersebut dilakukannya untuk kepentingan bisnis dalam upaya menjadi perusahaan yang terus tumbuh dan menciptakan dampak positif untuk Indonesia. "Karena itu, kami perlu melakukan penyelarasan secara internal untuk menerapkan strategi bisnis jangka panjang kami serta menentukan arah selanjutnya," ucap manajemen Bukalapak saat itu.

Wajib Efisiensi

Pakar manajemen dari PPM School of Management Wahyu Tri Setyobudi mengatakan, di tengah pandemi Covid-19 semua sektor industri terkena dampak. Tak terkecuali industri digital aplikasi seperti GoJek yang baru saja mengumumkan pemangkasan ratusan karyawan.

Menurut Wahyu, jika satu sektor industri tertekan, maka industri lain yang terkait juga akan tertekan. Karena itu, solusi paling rasional adalah bagaimana mengambil keuntungan pada situasi pandemi Covid-19.

“Secara rasional, perusahaan akan bertindak seefisien mungkin sebab tidak bisa dipungkiri, situasi pandemi Covid-19 menyebabkan daya beli masyarakat menurun,” ungkapnya kepada SINDO Media di Jakarta, Rabu (24/6/2020). (Baca juga: Polda Jatim Napak Tilas di Pusat Kerajaan Majapahit)

Kendati begitu, pandemi merupakan sesuatu yang berbatas atau memiliki batas waktu sehingga perusahaan akan mencari cara untuk bertahan pada kondisi membaik.

“Karakter pandemi itu ada batas waktu. Sepanjang apa pun, sifatnya akan selesai, bisa dalam waktu jangka pendek atau jangka panjang. Sekarang strategi perusahaan adalah bagaimana menyesuaikan diri pada masa pandemi ini,” ucapnya.

Menurutnya, yang pasti dilakukan setiap perusahaan atau industri adalah melakukan hibernasi atau mencari cara agar hidup lebih panjang dengan mengefisienkan energi. (Lihat videonya: Heboh! Pemuda di Lombok Nikahi Dua Gadis Sekaligus)

“Untuk kasus GoJek, selain efisiensi, yang dilakukan adalah inovasi terus-menerus sesuai karakter bisnis ini. Misalnya kalau dulu, toko itu didatangi pelanggan, sekarang bagaimana kita mendatangi pelanggan. Caranya di situasi pandemi seperti ini, salah satunya dengan memanfaatkan merchant yang ada,” pungkasnya. (Ichsan Amin/Intan Rakhmayanti Dewi/Neneng Zubaidah/Okezone)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1162 seconds (0.1#10.140)