Harus Ada Rencana Komprehensif untuk Pemanfaatan Infrastruktur

Sabtu, 02 Juli 2022 - 08:58 WIB
loading...
Harus Ada Rencana Komprehensif untuk Pemanfaatan Infrastruktur
Pemerintah begitu masif membangun berbagai infrastruktur selama delapan tahun terakhir. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pemerintah begitu masif membangun berbagai infrastruktur selama delapan tahun terakhir. Sebagai upaya membuka akses, konektivitas antar wilayah, dan membuat arus logistik lebih efisien yang akan menopang pertumbuhan perekonomian di masa depan.

Sejak memimpin Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) menggaungkan berbagai pembangunan berbagai infrastruktur. Dan, bukan hanya di Pulau Jawa. Mantan Wali Kota Surakarta itu membangun infrastruktur, seperti jalan tol di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Kemudian, membangun jalan Trans Papua. Konektivitas laut dan udara pun coba dihidupkan dengan merevitalisasi sejumlah pelabuhan dan bandara.

Moda transportasi yang bisa mengangkut penumpang dan logistik dalam jumlah banyak pun disasar. Pemerintah membangun jalur kereta baru dan reaktivasi jalur lama, seperti Makassar-Parepare (Sulawesi) dan Cibatu-Garut (Jawa Barat). Jokowi mengatakan pentingnya pondasi infrastruktur dan pembangunan sumber daya manusia (SDM) untuk memenangkan kompetisi global dan menuju Indonesia maju.

Di sisi lain, pemerintah melakukan hilirisasi industri. Ini berkesinambungan dengan tujuan memberikan nilai tambah pada pengolahan sumber daya alam (SDA) Tanah Air. “Harus mulai kita berani stop ekspor bahan mentah kemudian kita buat barang jadi,” ujarnya di Jakarta (21/6) seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet (Setkab).

(Baca juga:Proyek Infrastruktur Dorong Pemulihan Ekonomi)

Salah satu yang gencar dibangun di era Jokowi adalah jalan tol. Total panjang jalan tol yang dibangun sejak 2014 adalah 1.900 kilometer (km). Tentu tidak bisa menafikan pembangunan yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya.

Sebelum itu, jalan tol yang sudah beroperasi sepanjang 780 km. Memang yang terlihat, serta menuai pro dan kontra itu pembangunan jalan tol. Padahal, pemerintah begitu agresif membangun bendungan, seperti Jatigede (Jawa Barat), Tiga Dihaji (Sumatera Selatan), dan Napun Gede (Nusa Tenggara Timur).

Pembangunan bendungan ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan pertanian dan pengendalian banjir. Ada juga revitalisasi bandara kecil, seperti Ngloram (Blora), Trunojoyo (Sumenep), Leo Wattimena (Morotai), dan Ranai (Natuna).

Di sisi laut, pemerintah membangun Pelabuhan Patimban untuk mengurangi beban Tanjung Priok dan semakin memperlancar arus barang ekspor dari sejumlah kawasan industri yang terbentang di utara Jawa Barat. “Kita telah membangun 124 pelabuhan baru,” ucap Jokowi.

Di antara semua itu yang palingboomingdan dampaknya langsung terlihat adalah Trans Jawa. Tol ini diprediksi menghidupkan perekonomian masyarakat, kawasan industri, dan wisata sehingga arus penumpang dan logistik menjadi cepat dan efisien.

(Baca juga:Pembangunan Infrastruktur Dorong Investasi Baru)

Dari sisi anggaran pun, pemerintah cukup royal untuk infrastruktur, yakni Rp269,1 triliun (2016), Rp381,2 triliun (2017), Rp394 triliun (2018), Rp394,1 triliun (2019), Rp281,1 triliun (2020), Rp417,4 triliun (2021), dan Rp365,8 triliun (2022).

Anggaran infrastruktur menurun drastis pada tahun 2020. Saat itu, pemerintah melakukan realokasi danrefocusinganggaran untuk penanggulangan pandemi Covid-19. Akan tetapi, pemerintah tak kehilangan akal untuk terus menggenjot pembangunan infrastruktur, salah satunya lewat kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).

Langkah ini dilakukan untuk menutup gap pendanaan. Sepanjang 2020-2024, dana yang bisa diperoleh dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sekitar 30% atau Rp623 triliun. Sedangkan, pendanaan yang dibutuhkan mencapai Rp2.058 triliun.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan agar tetap kompetitif dan menarik, seperti skema pembiayaan kreatif jalan tol dan insentif pajak untuk penanaman modal.

“Ke depan, kita harus membangun lebih banyak lagi infrastruktur yang lebih berkualitas,smartdan ramah lingkungan. Yang membuka akses dan meningkatkan keterhubungan antar wilayah, keterhubungan antar daerah, dan meningkatkan efisiensi. Serta, meningkatkan produktivitas untuk mewujudkan Indonesia maju,” tegas lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

(Baca juga:Kementerian PUPR Dukung Penghijauan Infrastruktur)

Dia menyatakan semua infrastruktur yang dibangun harus segera dioperasikan dan dipelihara secara baik. Basuki menunjukkan pihaknya tidak hanya membangun jalan tol. Kementerian PUPR juga konsen terhadap jalan-jalan yang menghubungkan daerah produsen hasil bumi, seperti di Liang Melas Datas, Kabupaten Karo.

“Inilah yang harus diprioritaskan salah satunya menghubungkan ke kawasan industri sehingga apa yang kita lakukan, manfaatnya langsung dirasakan masyarakat,” jelasnya.

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna mengungkapkan ada 14 proyek yang disiapkan menggunakan skema KPBU dan 16 proyek dalam tahap transaksi. Dari 30 proyek tersebut, diperkirakan membutuhkan investasi Rp332,59 triliun pada 2022.

Adapun 10 proyek yang dalam transaksi, antara lain, jembatan Batam-Bintan, Jalan Trans Papua ruas Jayapura-Wamena, jalan tol Kediri-Tulungagung, dan jalan tol Semarang Harbour. “Enam proyek di bidang jalan dan jembatan di antaranya untuk pembangunan jalan tol Cilacap-Yogyakarta, Demak-Tuban, dan Ngawi-Bojonegoro-Babat sedang dalam tahap penyiapan,” ujarnya seperti dikutip dari situs Kementerian PUPR.

Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM Ikaputra mengatakan infrastruktur merupakan prasyarat dasar untuk menopang transportasi barang dan orang. Dia menyatakan seharusnya masyarakat senang dengan masifnya pembangunan berbagai infrastruktur. Sebab, ini sebagai syarat untuk pengembangan ekonomi yang ujungnya pada kesejahteraan masyarakat.

Bukan berarti semua pembangunan infrastruktur berjalan mulus dan manfaatnya langsung dirasakan. Salah satunya, Bandara Kertajati. Ikaputra tidak setuju jika Bandara Kertajati tak sukses. Menurutnya, letak bandara ini sangat strategis. Ada beberapa indikator yang mungkin membuatnya belum berfungsi optimal, misal akses jalan tol Cisumdawu yang masih dibangun dan bandara sekitar yang masih beroperasi.

“Dia ada di Jawa Barat yang lebih aksesibilitas dibandingkan jika ada di Bandung, karena di situ dekat Pelabuhan Patimban. Kalau melihat itu, yang akan diangkut selain logistik juga ada. Menarik juga keputusan umroh dan haji harus lewat Kertajati. Itu sebenarnya tahapan-tahapan (yang harus dilakukan) sehingga mulai bisa dimanfaatkan. Tentu harus ada kebijakan-kebijakan yang lebih,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Senin (27/6).

Pembangunan infrastruktur dinilai cepat berdampak ketika dilakukan di Jawa. Namun, di luar Jawa terkadang tak langsung bisa dimanfaatkan, seperti Kereta Api Makassar-Parepare. Ikaputra menjelaskan konektivitas itu tidak hanya bicara mengangkut orang dan pergerakannya, tapi perlu dilihat tujuan-tujuan yang lebih besar lagi. Ada banyak komoditas di luar Jawa yang membutuhkan kemudahan alur dan ketersediaan transportasi.

Dia menerangkan kebijakan pemerintah, seperti melarang ekspor barang mentah, akan mengubah moda transportasi dan infrastrukturnya. Adanya infrastruktur baru atau hasil revitalisasi perlu diikuti berbagai kebijakan dan perencanaan komprehensif dari pemerintah pusat, daerah, dan seluruh stakeholder, dalam pemanfaatannya.

“Harus segera dilengkapi dengan tahapan yang panjang. Siapa yang akan mengoperasikan dan memanfaatkan di situ. Di situ kita mulai berpikir bersama untuk merencanakannya. Komprehensif (di sini) kelengkapan rencana-rencana yang mengintegrasikan infrastruktur yang harus diutamakan. Tanpa perencanaan komprehensif, tidak akan sukses,” tegasnya.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai wajarmultiplier effectpembangunan infrastruktur di masa pandemi tak langsung berdampak pada perekonomian. Pertama, dananya menurun kemudian adanya sejumlah pembatasan pengerjaan pada awal pandemi. Ketika pemerintah mulai menemukan ramuan untuk membuka sektor esensial, termasuk infrastruktur, dampaknya mulai menggeliat.

(Baca juga:Perbaiki Infrastruktur Kawasan Wisata Puncak)

“Jadi kalau bicara konteks pandemi, proporsi atau sumbangannya lebih kecil. Kalau bicara di luar pandemi, dampak yang diberikan, terutama pada proses konstruksi awal dilakukan itu menyerap pekerja dan untuk membeli bahan baku. Itu bisa memberikanmultiplier effectke perekonomian,” ujarnya kepada KORAN SINDO.

Yusuf Rendy menyebut secara umum, beberapa indikator dari kinerja logistik mengalami perbaikan. Ini tidak lepas dari pembangunan infrastruktur yang dibangun pada periode pertama Jokowi.

Dampak infrastruktur di Jawa dan luar Jawa pun bisa berbeda dari sisi waktu. Di Jawa, industri sudah mapan dan SDM-nya sudah melimpah. Dia meminta pemerintah untuk melakukan studi kelayakan yang baik untuk pembangunan di luar Jawa.

“Idealnya, kalau kita bicara infrastruktur apalagi jalan tol. Itu nantinya nyambung ke kawasan industri di dalamnya banyak industri yang beroperasi. Kalau saya katakan, upaya mendorong pembangunan infrastruktur untuk menopang industri itu hanya satu sisi. Tapi di sisi lain yang harus diperhatikan, bagaimana mendorong (kehadiran) industrinya sendiri,” tegasnya.

Yusuf Rendy menuturkan pemerintah seharusnya bisa mengerek investasi, terutama industri manufaktur, di luar Jawa dengan menyampaikan berbagai infrastruktur yang dibangun. Dengan pemanfaatan maksimal dan arus investasi yang masuk, diharapkan pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh di atas 5%-6%. Untuk menarik investor, menurutnya, pemerintah harus menawarkan beragam insentif.

Yang perlu diingat juga, pembangunan infrastruktur tidak akan langsung terasa oleh masyarakat. Dia menjelaskan semua itu tergantung peruntukannya. Jika itu untuk masyarakat, mungkin butuh waktu lima tahun. Jalan tol bisa berbeda, misal Trans Jawa, itu dengan cepat berdampak terhadap masyarakat dan arus logistik yang ujungnya pada perekonomian.

“Menurut saya, pemerintah di kemudian hari jika ingin merancang infrastruktur, tidak hanya melihat efek jangka panjang saja. Akan tetapi, bagaimana pembiayaan jangka pendek. Jangan sampai, BUMN karya yang diminta membuat infrastruktur tertatih-tatih, kesulitan mencari sumber pembiayaan. Akhirnya, harus (mencari) beragam alternatif pendanaan,” pungkasnya.
(dar)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1535 seconds (0.1#10.140)