KLHK Dorong Perusahaan Implementasikan Multi-Usaha Kehutanan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengelolaan hutan lestari adalah pilar penting untuk membangkitkan sektor kehutanan sekaligus menjadi penopang pencapaian komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim. Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( KLHK ) Agus Justianto menjelaskan pasca-terbitnya UU Cipta Kerja, ada rekonfigurasi pengelolaan kawasan hutan produksi.
“Kini kawasan hutan lestari dikelola dengan pendekatan landscape yang memperhatikan kelola sosial, kelola lingkungan, dan kelola ekonomi untuk kesejahteraan,” tutur Agus saat talkshow dalam Indonesia Green Environment and Forestry Expo yang dikutip Minggu (3/7/2022).
Berdasarkan data KLHK, dari 120 juta hektare kawasan hutan yang berupa daratan, seluas 67,5 juta hektare adalah kawasan hutan produksi dengan 32,9 juta hektare di antaranya telah dibebani izin.
Agus menambahkan, KLHK mendorong transformasi perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) mengimplementasikan multi-usaha kehutanan. Ini berarti PBPH tidak hanya berbasis pada hasil hutan kayu tapi juga hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan, jasa sosial, dan fungsi penyangga kehidupan.
Lebih lanjut Agus menjelaskan pentingnya pengelolaan hutan lestari dalam pengendalian perubahan iklim. Dia mengungkapkan, sebagai kontribusi dalam pengendalian perubahan iklim, Indonesia telah mencanangkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% dengan upaya sendiri atau 41% dengan dukungan Internasional.
Selain itu, Indonesia juga telah berkomitmen untuk mencapai FOLU Net Sink di tahun 2030. Ini adalah kondisi ketika tingkat penyerapan GRK di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use/FOLU) sudah seimbang atau lebih tinggi dari emisinya. Penurunan emisi GRK di sektor FOLU akan berkontribusi hingga 60% dari total komitmen penurunan emisi GRK secara Nasional.
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto meninjau produki hutan tanaman.
Dalam Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 ada sejumlah aksi mitigasi yang dilakukan di antaranya adalah rehabilitasi dan pengembangan hutan tanaman.
Dalam kesempatan yang sama, Vice Director APP Sinar Mas Irsyal Yasman mengatakan sebagai perusahan pulp dan kertas terintegrasi, APP Sinar Mas mengembangkan hutan tanaman sebagai sumber bahan baku produksi. “Hutan tanaman memiliki produktivitas 20-30 kali dibanding hutan alam. Selama tumbuh dia menyerap karbon,” katanya.
“Kini kawasan hutan lestari dikelola dengan pendekatan landscape yang memperhatikan kelola sosial, kelola lingkungan, dan kelola ekonomi untuk kesejahteraan,” tutur Agus saat talkshow dalam Indonesia Green Environment and Forestry Expo yang dikutip Minggu (3/7/2022).
Berdasarkan data KLHK, dari 120 juta hektare kawasan hutan yang berupa daratan, seluas 67,5 juta hektare adalah kawasan hutan produksi dengan 32,9 juta hektare di antaranya telah dibebani izin.
Agus menambahkan, KLHK mendorong transformasi perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) mengimplementasikan multi-usaha kehutanan. Ini berarti PBPH tidak hanya berbasis pada hasil hutan kayu tapi juga hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan, jasa sosial, dan fungsi penyangga kehidupan.
Lebih lanjut Agus menjelaskan pentingnya pengelolaan hutan lestari dalam pengendalian perubahan iklim. Dia mengungkapkan, sebagai kontribusi dalam pengendalian perubahan iklim, Indonesia telah mencanangkan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% dengan upaya sendiri atau 41% dengan dukungan Internasional.
Selain itu, Indonesia juga telah berkomitmen untuk mencapai FOLU Net Sink di tahun 2030. Ini adalah kondisi ketika tingkat penyerapan GRK di sektor kehutanan dan penggunaan lahan (Forestry and Other Land Use/FOLU) sudah seimbang atau lebih tinggi dari emisinya. Penurunan emisi GRK di sektor FOLU akan berkontribusi hingga 60% dari total komitmen penurunan emisi GRK secara Nasional.
Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto meninjau produki hutan tanaman.
Dalam Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 ada sejumlah aksi mitigasi yang dilakukan di antaranya adalah rehabilitasi dan pengembangan hutan tanaman.
Dalam kesempatan yang sama, Vice Director APP Sinar Mas Irsyal Yasman mengatakan sebagai perusahan pulp dan kertas terintegrasi, APP Sinar Mas mengembangkan hutan tanaman sebagai sumber bahan baku produksi. “Hutan tanaman memiliki produktivitas 20-30 kali dibanding hutan alam. Selama tumbuh dia menyerap karbon,” katanya.