Pekerja Kilang di Norwegia Mogok Kerja, Harga Minyak Mentah Sentuh USD114,14/Barel

Selasa, 05 Juli 2022 - 11:33 WIB
loading...
Pekerja Kilang di Norwegia...
Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan pada perdagangan hari ini dipicu aksi pemogokan serikat pekerja minyak dan gas (migas) di Norwegia yang menumbuhkan kekhawatiran pasokan yang ketat. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Harga minyak mentah dunia mengalami kenaikan pada perdagangan hari ini dipicu aksi pemogokan serikat pekerja minyak dan gas (migas) di Norwegia yang menumbuhkan kekhawatiran pasokan yang ketat. Data bursa ICE, Selasa (5/7/2022), hingga pukul 09:31 WIB, harga Brent untuk kontrak September 2022 naik 0,56% di USD114,14 per barel.



Adapun West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange (NYMEX) untuk pengiriman September melejit 2,19% di USD107,70 per barel.

Sentimen pergerakan minyak kali ini datang dari aksi pemogokan pekerja di Norwegia. Para pekerja migas di lepas pantai Norwegia memulai pemogokan kerja untuk mengurangi produksi minyak pada Selasa (5/7). Data Equinor mencatat pemogokan itu diperkirakan akan mengurangi produksi minyak dan gas hingga 89.000 barel setara minyak per hari (boepd), di mana produksi gas mencapai 27.500 boepd.

Sementara Reuters memperhitungan, ada pengurangan persediaan sebanyak 130 ribu barel per hari mulai Rabu depan (6/7). "Harga minyak mentah naik karena fokus investor kembali ke tanda-tanda ketatnya pasar," kata analis ANZ dalam sebuah catatan, dilansir Reuters, Selasa (5/7/2022).



Secara umum, prospek permintaan juga masih mengkhawatirkan pasar seiring adanya pengetatan dalam kebijakan keuangan global. Di Amerika Serikat (AS), Federal Reserve AS berjanji akan menahan lonjakan inflasi dengan kenaikan suku bunga agresif.

Dari daratan Asia Pasifik, kenaikan suku bunga juga membayangi harga migas di Australia, dan Korea Selatan. Diketahui, otoritas kedua negara dikabarkan akan fokus untuk menekan gejolak inflasi.

Di Negeri Ginseng -julukan Korea-, inflasi pada bulan Juni mencapai level tertinggi hampir 24 tahun, menambah kekhawatiran perlambatan pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak.

"Minyak masih berjuang untuk keluar dari kekhawatiran resesi saat ini karena pasar beralih dari inflasi ke keputusasaan ekonomi," ujar Stephen Innes dari SPI Asset Management.

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2123 seconds (0.1#10.140)