5 Fakta Menarik Seputar Angkringan, Jadi Tempat Rasan-rasan hingga Jagongan Politik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Angkringan adalah ruang santap sekaligus interaksi antarwarga tanpa sekat. Kebersahajaan hik selalu dirindukan dengan menunya, nasi sambal, teh hangat, dan curhat.
Saat tempat kuliner lain kian menjamur, hik atau wedangan barangkali menjadi ruang santap tak tergantikan bagi wong Solo. Dari sebuah kampung pelosok di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pedagang hik alias wedangan kini menggurita hingga Jakarta.
Keberadaannya lentur mengikuti masa. Berawal dari penjaja pikul keliling dari Desa Ngerangan, Bayat, Klaten hik kini bertransformasi dari gerobak kayu, hingga diadopsi dalam konsep restoran dan kafe.
Transformasi hik atau wedangan ke dalam konsep restoran atau kafe bukti bahwa konsep berjualan semacam ini lentur menyesuaikan kebutuhan zaman. Kebersahajaannya yang utama ialah mengangkat kultur orang Indonesia, nongkrong dan jagongan.
Hik sebagai model wirausaha wong cilik berhasil memikat pemodal untuk menjaring pelanggan menengah ke atas. Berikut sederet fakta seputar hik atau angkringan yang kini menjamur hingga seantero negeri.
1. Bayat Klaten
Angkringan alias Hik, berasal dari Desa Ngerangan Bayat, Klaten, Jawa Tengah di Kabupaten Klaten. Desa itu berada di sisi selatan Klaten dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Monumen Angkringan
Fakta sejarah Desa Ngerangan, Bayat, Klaten sebagai desa cikal bakal hik dan angkringan dikuatkan dengan peresmian Monumen Angkringan pada Februari 2020. Monumen itu berbentuk angkringan pikul. Pada 2021, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga menetapkan angkringan atau hik sebagai warisan budaya tak benda.
Saat tempat kuliner lain kian menjamur, hik atau wedangan barangkali menjadi ruang santap tak tergantikan bagi wong Solo. Dari sebuah kampung pelosok di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, pedagang hik alias wedangan kini menggurita hingga Jakarta.
Keberadaannya lentur mengikuti masa. Berawal dari penjaja pikul keliling dari Desa Ngerangan, Bayat, Klaten hik kini bertransformasi dari gerobak kayu, hingga diadopsi dalam konsep restoran dan kafe.
Transformasi hik atau wedangan ke dalam konsep restoran atau kafe bukti bahwa konsep berjualan semacam ini lentur menyesuaikan kebutuhan zaman. Kebersahajaannya yang utama ialah mengangkat kultur orang Indonesia, nongkrong dan jagongan.
Hik sebagai model wirausaha wong cilik berhasil memikat pemodal untuk menjaring pelanggan menengah ke atas. Berikut sederet fakta seputar hik atau angkringan yang kini menjamur hingga seantero negeri.
1. Bayat Klaten
Angkringan alias Hik, berasal dari Desa Ngerangan Bayat, Klaten, Jawa Tengah di Kabupaten Klaten. Desa itu berada di sisi selatan Klaten dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Monumen Angkringan
Fakta sejarah Desa Ngerangan, Bayat, Klaten sebagai desa cikal bakal hik dan angkringan dikuatkan dengan peresmian Monumen Angkringan pada Februari 2020. Monumen itu berbentuk angkringan pikul. Pada 2021, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi juga menetapkan angkringan atau hik sebagai warisan budaya tak benda.