Angkutan Umum Naikkan Tarif, Dirjen Hubdat: Itu Mekanisme Pasar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Per 1 Juli 2020, kapasitas angkatan umum dilonggarkan untuk memuat 70% dari kapasitas normal. Kebijakan ini dilaksanakan sejalan dengan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2020 dari Gugus Tugas Covid-19 dalam pencegahan penyebaran Covid-19.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya telah berupaya melobi operator agar tarif angkutan umum tidak naik. Hal ini dengan asumsi kapasitas 70%, pengusaha sudah bisa mencapai break even point (BEP).
"Namun, saya menegaskan, bahwa untuk tarif premium, khusus, atau non-ekonomi, kembali ke operator masing-masing, karena itu masuk mekanisme pasar. Kami tidak mengatur hal itu," ungkap Budi dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat(26/6/2020).
(Baca Juga: Kapasitas Transportasi Dibatasi, MTI Usulkan Solusi Alternatif)
Budi menyampaikan, pada saat pihaknya tengah berdiskusi dengan asosiasi angkutan seperti ORGANDA, yang mengusulkan kenaikan tarif sekitar 25-50% untuk premium. Kemenhub berpenapat, dengan kapasitas 70%, seharusnya biaya operasional setidaknya masih bisa tertutupi.
"Namun, ada hal yang perlu kita perhatikan. Selain pembatasan, apakah demand dari masyarakat sudah muncul? Masalahnya di bandara, demand-nya belum kembali, masih jauh dari yang diharapkan. Jadi, bisa saja operator menaikkan tarifnya untuk operasional karena belum tentu target 70% kapasitas terpenuhi," jelasnya.
Ia mencontohkan, saat dirinya di bandara dan hendak menggunakan Damri, tarifnya naik dari Rp50 ribu ke Rp100 ribu per penumpang. "Para penumpang memaklumi kondisi ini karena mereka paham bahwa kenaikan tarif ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan operasional angkutan," pungkas Budi.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat (Dirjen Hubdat) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi mengatakan, pihaknya telah berupaya melobi operator agar tarif angkutan umum tidak naik. Hal ini dengan asumsi kapasitas 70%, pengusaha sudah bisa mencapai break even point (BEP).
"Namun, saya menegaskan, bahwa untuk tarif premium, khusus, atau non-ekonomi, kembali ke operator masing-masing, karena itu masuk mekanisme pasar. Kami tidak mengatur hal itu," ungkap Budi dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat(26/6/2020).
(Baca Juga: Kapasitas Transportasi Dibatasi, MTI Usulkan Solusi Alternatif)
Budi menyampaikan, pada saat pihaknya tengah berdiskusi dengan asosiasi angkutan seperti ORGANDA, yang mengusulkan kenaikan tarif sekitar 25-50% untuk premium. Kemenhub berpenapat, dengan kapasitas 70%, seharusnya biaya operasional setidaknya masih bisa tertutupi.
"Namun, ada hal yang perlu kita perhatikan. Selain pembatasan, apakah demand dari masyarakat sudah muncul? Masalahnya di bandara, demand-nya belum kembali, masih jauh dari yang diharapkan. Jadi, bisa saja operator menaikkan tarifnya untuk operasional karena belum tentu target 70% kapasitas terpenuhi," jelasnya.
Ia mencontohkan, saat dirinya di bandara dan hendak menggunakan Damri, tarifnya naik dari Rp50 ribu ke Rp100 ribu per penumpang. "Para penumpang memaklumi kondisi ini karena mereka paham bahwa kenaikan tarif ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan operasional angkutan," pungkas Budi.
(fai)