Negara-negara Ini Pernah Bangkrut di Era Modern, Nomor 3 Kuasai Nuklir

Selasa, 12 Juli 2022 - 15:52 WIB
loading...
Negara-negara Ini Pernah...
Sri Lanka menjadi negara teranyar yang menyatakan kebangkrutan akibat krisis yang dialaminya. Foto/Ilustrasi/Reuters
A A A
JAKARTA - Kebangkrutan sebuah negara berarti pemerintah negara tersebut gagal melakukan pembayaran utang luar negeri serta bunganya pada saat jatuh tempo. Sri Lanka menjadi contoh terbaru dari kebangkrutan sebuah negara karena gagal mengembalikan utang luar negerinya.

Tidak mampu membayar kembali utang luar negerinya sebesar USD51 miliar, pemerintah Sri Lanka April lalu menyatakan gagal bayar dan kini tengah bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk kemungkinan bailout.

Kasus bangkrutnya sebuah negara sebetulnya bukan hal yang baru. Mengutip tbsnews.net, hampir setengah dari negara-negara di benua Eropa, 40% dari negara-negara Afrika, dan 30% negara-negara Asia pernah menyatakan kebangkrutan selama dua abad terakhir.



Ekuador bahkan tercatat sebagai negara yang paling sering menyatakan kebangkrutan di antara negara-negara berdaulat lainnya. Tercatat, negara ini telah menyatakan kebangkrutan sebanyak 10 kali.

Di era modern, selain Sri Lanka dan Ekuador, tercatat beberapa negara besar juga pernah menyatakan kebangkrutan. Berikut 5 negara yang menyatakan kebangkrutan di era modern:

1. Islandia
Islandia bangkrut pada tahun 2008 dengan utang sebesar USD85 miliar ketika pasar kredit global mengering setelah jatuhnya sektor keuangan AS. Gelembung perbankan telah tumbuh begitu besar sehingga pada tahun 2008, sistem perbankan memiliki utang yang setara dengan 10 kali PDB negara itu.

Ketika tiga bank terbesar di negara itu runtuh, Islandia jatuh ke dalam depresi, dan ekonominya berkontraksi 10% selama dua tahun ke depannya. Namun, Islandia sukses membuat pemulihan yang solid sejak krisis dan pada 2014 ekonominya 1% lebih besar daripada sebelum 2008.

2. Argentina
Argentina menyatakan kebangkrutan pada tahun 2001 dengan utang sebesar USD145 miliar. Kebijakan negara itu yang mematok peso ke dolar AS, utang publik yang tidak terkendali, dan korupsi yang merajalela membuat negara itu tidak mampu menghadapi sejumlah guncangan ekonomi. Pada tahun 2001, dengan pengangguran lebih dari 20%, Argentina menyatakan default utang terbesar dalam sejarah.

3. Rusia
Sepanjang sejarah, Rusia telah menyatakan dirinya bangkrut sebanyak 9 kali. Terakhir pada tahun 1998 dengan utang sebesar USD17 miliar. Efek dari krisis keuangan Asia dan penurunan permintaan minyak memberikan tekanan pada ekonomi Rusia yang telah menanggung utang internasional yang luar biasa dan menderita penurunan produktivitas nasional.

Rusia hanya akan mampu membayar kembali kurang dari USD10 miliar dari USD17 miliar utangnya kepada Dana Moneter Internasional, dan ekonomi Rusia mengalami kontraksi 5,3% pada tahun 1998 karena pengangguran mencapai 13%.

4. Meksiko
Meksiko gagal membayar pinjaman negara senilai USD80 miliar pada tahun 1982. Utang publik tumbuh dengan pesat karena program ekspansi fiskal besar-besaran dari pemerintahan Luis Echeverria. Menyusul guncangan minyak pada akhir 1970-an dan kondisi ekonomi yang memburuk, peso Meksiko terdepresiasi 50%, tetapi pemerintah masih tidak dapat membayar utangnya, menyebabkan Meksiko gagal membayar pinjaman AS dan IMF.

5. Libanon
Krisis Lebanon dimulai pada akhir 2019 setelah pemerintah mengumumkan pajak-pajak baru, termasuk biaya bulanan USD6 untuk menggunakan panggilan suara Whatsapp. Langkah-langkah tersebut memicu kemarahan yang lama membara terhadap kelas penguasa dan protes massa selama berbulan-bulan.

Pada Maret 2020, Lebanon gagal membayar kembali utangnya yang pada saat itu bernilai sekitar USD90 miliar atau 170% dari PDB negara tersebut. Pada Juni 2021, dengan mata uang yang telah kehilangan hampir 90% nilainya, Bank Dunia mengatakan krisis tersebut menempati peringkat salah satu yang terburuk di dunia dalam lebih dari 150 tahun. Pada April 2020, Wakil Perdana Menteri pemerintah Lebanon Saadeh al-Shami mengumumkan kebangkrutan negara dan Bank Sentral Lebanon.



Saat ini, ketika dunia kembali dihadapkan krisis bermata tiga, yaitu pandemi, meningkatnya biaya utang, dan kenaikan harga pangan dan bahan bakar akibat perang Rusia-Ukraina, negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah di seluruh dunia dihadapkan pada risiko bangkrut.

Mengutip theguardian.com, Presiden Bank Dunia David Malpass mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi tersebut. "Saya sangat prihatin dengan negara-negara berkembang. Mereka menghadapi kenaikan harga mendadak untuk energi, pupuk dan makanan, dan kemungkinan kenaikan suku bunga. Masing-masing memukul mereka dengan keras," tuturnya.

Badan Perdagangan dan Pengembangan PBB - UNCTAD dalam laporannya baru-baru ini menyatakan bahwa ada 107 negara yang menghadapi setidaknya satu dari tiga guncangan tersebut. UNCTAD menambahkan, sebanyak 69 negara bahkan menghadapi ketiga krisis itu sekaligus.
(fai)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0885 seconds (0.1#10.140)