Mengupas Perbedaan Kekuatan Ekonomi RI dan Sri Lanka, Mampukah Menahan Krisis?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Setelah Sri Lanka dinyatakan bangkrut, beberapa negara sudah tampak mengalami krisis keuangan parah yang lokasinya berdekatan dengan Indonesia yaitu Laos dan Myanmar. Meskipun diklaim masih jauh dari posisi dua negara tersebut tetapi ada imbas yang bisa terjadi pada perekonomian tanah air.
Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, bahwa ekonomi Indonesia jelas berbeda dengan Sri Lanka. Menurut dia, sektor ekonomi di Indonesia didukung oleh kekayaan sumber daya alam (SDA) yang berlimpah. Kenaikan harga komoditas yang saat ini menjadi beban bagi banyak negara lain justru menjadi limpahan berkah bagi Indonesia.
"Penerimaan pemerintah mencatatkan kenaikan yang cukup signifikan selama periode booming harga komoditas. Hal ini tidak dialami oleh Sri Lanka," kata Piter saat dihubungi MNC Portal, Rabu (20/7/2022).
Piter mengatakan, struktur ekonomi Indonesia juga cukup kokoh ditopang oleh berbagai badan usaha baik yang dimiliki oleh negara (BUMN) maupun swasta nasional di berbagai sektor ekonomi.
"Indonesia punya Pertamina, Inalum, Telkom, Bank Mandiri, Bank BCA, Medco, hingga Indofood, yang kiprahnya tidak hanya diakui di dalam negeri tetapi juga global," katanya.
Semuanya aktif memutar perekonomian Indonesia menghasilkan output nasional sekaligus menjadikan Indonesia termasuk 20 besar ekonomi dunia. "Sekali lagi hal ini tidak dimiliki oleh Sri Lanka," kata Piter.
Dia membeberkan, Singapura walaupun tidak memiliki kekayaan sumberdaya tetapi memiliki modal yang sangat besar dan didukung oleh BUMN dan swasta yang sangat kuat.
Sementara itu dalam sebuah laporan disebutkan pandemi membuat negara Myanmar mengalami ketidakstabilan ekonomi. Selain itu permasalahan politik yaitu kudeta militer yang terjadi pada awal 2021 juga memperparah stabilitas ekonomi Myanmar.
Imbas dari dua faktor tersebut, perekonomian Myanmar terkontraksi sampai 18% di 2021 dan diperkirakan tidak tumbuh pada tahun ini. Kondisi tersebut membuat Bank Dunia tidak mengeluarkan prediksi pertumbuhan ekonomi untuk Myanmar sampai 2024.
Selanjutnya krisis di Laos pemicu utamanya yaitu adanya utang yang melonjak selama masa pandemi. Kondisi ini sama seperti apa yang terjadi pada Sri Lanka, Laos juga terpaksa harus melakukan restrukturisasi utang senilai miliaran dolar AS.
Kondisi tersebut diperparah dengan tergerusnya devisa Laos yang hanya tersisa untuk memenuhi kebutuhan dua bulan impor. Selain itu mata uangnya juga mengalami penurunan sampai 30%. Kondisi tersebut semakin membuat kondisi keuangan Laos menjadi lebih terpuruk.
Baca Juga
Direktur Riset CORE Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, bahwa ekonomi Indonesia jelas berbeda dengan Sri Lanka. Menurut dia, sektor ekonomi di Indonesia didukung oleh kekayaan sumber daya alam (SDA) yang berlimpah. Kenaikan harga komoditas yang saat ini menjadi beban bagi banyak negara lain justru menjadi limpahan berkah bagi Indonesia.
"Penerimaan pemerintah mencatatkan kenaikan yang cukup signifikan selama periode booming harga komoditas. Hal ini tidak dialami oleh Sri Lanka," kata Piter saat dihubungi MNC Portal, Rabu (20/7/2022).
Piter mengatakan, struktur ekonomi Indonesia juga cukup kokoh ditopang oleh berbagai badan usaha baik yang dimiliki oleh negara (BUMN) maupun swasta nasional di berbagai sektor ekonomi.
"Indonesia punya Pertamina, Inalum, Telkom, Bank Mandiri, Bank BCA, Medco, hingga Indofood, yang kiprahnya tidak hanya diakui di dalam negeri tetapi juga global," katanya.
Semuanya aktif memutar perekonomian Indonesia menghasilkan output nasional sekaligus menjadikan Indonesia termasuk 20 besar ekonomi dunia. "Sekali lagi hal ini tidak dimiliki oleh Sri Lanka," kata Piter.
Dia membeberkan, Singapura walaupun tidak memiliki kekayaan sumberdaya tetapi memiliki modal yang sangat besar dan didukung oleh BUMN dan swasta yang sangat kuat.
Sementara itu dalam sebuah laporan disebutkan pandemi membuat negara Myanmar mengalami ketidakstabilan ekonomi. Selain itu permasalahan politik yaitu kudeta militer yang terjadi pada awal 2021 juga memperparah stabilitas ekonomi Myanmar.
Imbas dari dua faktor tersebut, perekonomian Myanmar terkontraksi sampai 18% di 2021 dan diperkirakan tidak tumbuh pada tahun ini. Kondisi tersebut membuat Bank Dunia tidak mengeluarkan prediksi pertumbuhan ekonomi untuk Myanmar sampai 2024.
Selanjutnya krisis di Laos pemicu utamanya yaitu adanya utang yang melonjak selama masa pandemi. Kondisi ini sama seperti apa yang terjadi pada Sri Lanka, Laos juga terpaksa harus melakukan restrukturisasi utang senilai miliaran dolar AS.
Kondisi tersebut diperparah dengan tergerusnya devisa Laos yang hanya tersisa untuk memenuhi kebutuhan dua bulan impor. Selain itu mata uangnya juga mengalami penurunan sampai 30%. Kondisi tersebut semakin membuat kondisi keuangan Laos menjadi lebih terpuruk.
(akr)