Gotong-royong Multi-Stakeholder Mendukung Capai Target SDGs
loading...
A
A
A
JAKARTA - Jurisdiction Collective Action Forum ke-11 (JCAF#11) menghadirkan visi gotong-royong lintas sektor dalam mendukung upaya negara mencapai mencapai target pembangunan berkelanjutan nasional - Sustainable Development Goals (SDGs) . Melalui Pedoman Teknis Rencana Aksi BAPPENAS 2020 yang terintegrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019 dan tahun 2020-2024, SDGs telah menjadi prioritas nasional.
Rencana aksi tersebut memerlukan pendekatan kebijakan yang bersinergi dalam pelaksanaannya di tingkat nasional dan subnasional, atau yurisdiksi. Pendekatan yurisdiksi (Jurisdiction Approach/JA) saat ini menjadi salah satu pintu masuk penting sebagai pendekatan lanskap terpadu yang menghubungkan pembangunan ekonomi dan lingkungan melalui partisipasi oleh berbagai pemangku kepentingan lintas sektor mencapai target SDGs.
Berkembangnya kolaborasi di beberapa yurisdiksi perintis di sub-nasional kemudian menginspirasi para pihak untuk berkumpul dan memprakarsai terbentuknya forum aksi kolektif yurisdiksi - Jurisdiction Collective Action Forum (JCAF).
JCAF merupakan seri dialog bulanan bagi para pihak dari lintas sektor untuk berbagi pengalaman tentang praktik terbaik berbasis fakta dan mengidentifikasi pendekatan umum yang efektif dalam memajukan yurisdiksi. Hingga saat ini JCAF telah memfasilitasi 10 seri dialog dengan berbagai topik dan dihadiri oleh 18.000 lebih peserta dari 24 negara.
Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Gusman Yahya menyampaikan, bahwa melalui forum ini para pihak dapat mengkaji tantangan dan peluang dalam usaha dan kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan , khususnya di tingkat daerah sehingga dapat saling bekerja sama dan terintegrasi.
Pendekatan yurisdiksi menjadi pintu masuk bagi partisipasi para pihak dari lintas sektor bersinergi mendukung perencanaan jangka menengah (RPJMN/D) guna memajukan daerah, sehingga dapat menjadi rujukan dan contoh untuk dikembangkan di daerah lainnya.
Mendukung upaya tersebut, Direktur SUPD III Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Budiono Subambang mengapresiasi, kontribusi para pihak yang turut berupaya membangun daerah bagi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Keberhasilan suatu rencana tidak lepas dari kontribusi peran aktif setiap sektor dan seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan, salah satunya melalui pertemuan ini, di mana para pihak berkontribusi memberi sumbangan pemikiran maupun materi yang dapat dirasakan melalui program pemberdayaan bertujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari, Gita Syahrani mengatakan, praktik baik yang menunjukkan pola keberlanjutan menguntungkan bagi sinergi multi-pihak. Untuk itu diperlukan pembagian peran para pihak di daerah, bersinergi memanfaatkan data-data yang tersedia dan kemampuan pengelolaan melalui pola pengambilan keputusan yang bijak dan bajik sebagai kontribusi bersama untuk mewujudkan SDGs.
“SDGs dilaksanakan oleh seluruh dunia dengan tujuan jangka panjang dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta memberikan manfaat pada seluruh dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan yang saling terkait," ujar Wakil Gubenur Jawa Timur, Emil Dardak.
"Pemprov Jawa Timur telah menyusun Rencana Aksi Daerah terkait Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Jawa Timur, sebagai komitmen integral agenda pembangunan daerah dengan memfokuskan seluruh sumberdaya yang dimiliki baik oleh pemerintah provinsi Jawa Timur maupun sektor lainnya sebagai aktor pembangunan,” paparnya.
Emil Dardak juga menambahkan, bahwa saat ini pemerintah daerah tengah berupaya mensinergikan inventaris data dari seluruh wilayah hingga ke tingkat desa agar program pendampingannya bisa lebih optimal.
Upaya ini penting dipersiapkan untuk menyambut pihak-pihak yang tertarik bekerjasama dengan provinsi Jawa Timur, sehingga penting bagi pemerintah mendukung dengan kebijakan yang memungkinkan para-pihak agar dapat lebih berinteraksi dan saling memfasilitasi sesuai dengan peran dan kontribusi mereka masing-masing.
Bupati Kabupaten Kubu Raya H. Muda Mahendrawan mendukung, pemaparan Emil Dardak dengan menambahkan pernyataan mengenai dibutuhkannya kewenangan dan perencanaan hulu ke hilir dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) secara seimbang.
“Data yang sudah dikumpulkan oleh berbagai pihak seperti pemerintah, LSM, maupun akademisi harusnya dapat dipadukan dengan melihat indikator yang sama dan dimanfaatkan untuk mempercepat pembangunan daerah . Data berikut pengelolaan yang baik akan memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah sebagai etalase bagi para pihak, terutama investasi yang ingin masuk ke daerah,” katanya.
Wakil Ketua Umum LHK KADIN, Silverius Oscar Unggul mengusung inklusivitas dan kolaborasi dalam pencapaian SDGs di antara anggota KADIN. Diperlukan promosi serta co-kreasi dan filantropi untuk mencapai SDGs yang potensial untuk diterapkan di wilayah yurisdiksi. Di antara potensi tersebut, adalah memfasilitasi anggota KADIN yang siap dalam menjalankan praktik SDGs ke dalam suatu Net-Zero Hub.
“Indonesia memiliki potensi untuk berkembang menjadi negara superpower, seperti dikehutanan dan sektor yang butuh emisi karbon berpotensi membuka banyak peluang kerja sama apabila dapat menyatukan pemahaman dari seluruh multi-sektor,” tukas Silverius.
Direktur Yayasan Bakti Barito, Dian A. Purbasari menambahkan, SDGs sebagai indikator pencapaian program CSR dan program sustainability lainnya. Sebagai contoh, program pengelolaan limbah cukup rumit karena melibatkan banyak sektor, sehingga Barito Pacific Group menjalankannya dengan berkolaborasi bersama pemerintah di Garut.
Tanpa adanya kerja sama antara pihak swasta dan pemerintah daerah yang memiliki pertimbangan mendalam untuk wilayahnya, akan sulit untuk menggalang gotong-royong multi-pihak di daerah tersebut.
Ketua Umum Yayasan Adaro Bangun Negeri Okty Damayanti membagikan pengalaman Adaro sebagai perusahaan yang bergerak di bidang mining dan power dalam menggunakan platform “Adaro Nyalakan Perubahan”. Platform ini ditujukan untuk melakukan perubahan positif dengan lima pilar yang mencakup Adaro nyalakan Ilmu, Adaro nyalakan raga untuk kesehatan, Adaro nyalakan kesejahteraan dalam pengembangan ekonomi, dan pilar budaya serta lingkungan.
Okty memaparkan salah satu contoh implementasi pilar Adaro nyalakan raga untuk kesehatan dapat dilihat dalam kegiatan “Gerakan TUNTAS” untuk mendukung masyarakat yang lebih sehat dan peduli sanitasi. Gerakan ini terselenggara secara berkelanjutan dan berbasis multi stakeholder collaboration.
“Dari semua program yang telah berjalan, masih sangat besar peluang untuk gotong-royong membangun kerja sama multi sektor melalui komitmen masing-masing pihak," tutur Okty.
CEO Landscape Indonesia, Agus Sari menutup sesi dengan menyatakan, “SDGs telah menjadi proses perencanaan dalam seluruh tingkat pemerintahan. SDGs menjadi motivasi utama dalam JA yang mengedepankan partisipasi multistakeholder, salah satunya dalam kebutuhan pendanaan. Kapasitas Filantropi Indonesia dalam menyeimbangkan pendanaan, dapat menjadi lebih efektif dengan mencampur sumber pendanaan dengan pemerintah dalam skema bleneded financing agar tepat profil risikonya.”
JCAF Dialog Ke-11 bulan ini merupakan bagian dari Filantropi Festival. Para narasumber berbagi pengalaman tentang bagaimana para pihak menerjemahkan kemudian berkolaborasi mendorong pembangunan berkelanjutan di tingkat kabupaten/kota.
Dalam hal ini, Filantropi Indonesia telah sejalan dengan inisiatif tersebut mengajak para pihak terkait untuk berpartisipasi dan berbagi pengetahuan terkini tentang ko-kreasi dalam praktik berkelanjutan, dan membangun inisiatif-inisiatif strategis menjadi inovasi proporsional untuk mengakselerasi tercapainya target pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Rencana aksi tersebut memerlukan pendekatan kebijakan yang bersinergi dalam pelaksanaannya di tingkat nasional dan subnasional, atau yurisdiksi. Pendekatan yurisdiksi (Jurisdiction Approach/JA) saat ini menjadi salah satu pintu masuk penting sebagai pendekatan lanskap terpadu yang menghubungkan pembangunan ekonomi dan lingkungan melalui partisipasi oleh berbagai pemangku kepentingan lintas sektor mencapai target SDGs.
Berkembangnya kolaborasi di beberapa yurisdiksi perintis di sub-nasional kemudian menginspirasi para pihak untuk berkumpul dan memprakarsai terbentuknya forum aksi kolektif yurisdiksi - Jurisdiction Collective Action Forum (JCAF).
JCAF merupakan seri dialog bulanan bagi para pihak dari lintas sektor untuk berbagi pengalaman tentang praktik terbaik berbasis fakta dan mengidentifikasi pendekatan umum yang efektif dalam memajukan yurisdiksi. Hingga saat ini JCAF telah memfasilitasi 10 seri dialog dengan berbagai topik dan dihadiri oleh 18.000 lebih peserta dari 24 negara.
Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Gusman Yahya menyampaikan, bahwa melalui forum ini para pihak dapat mengkaji tantangan dan peluang dalam usaha dan kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan , khususnya di tingkat daerah sehingga dapat saling bekerja sama dan terintegrasi.
Pendekatan yurisdiksi menjadi pintu masuk bagi partisipasi para pihak dari lintas sektor bersinergi mendukung perencanaan jangka menengah (RPJMN/D) guna memajukan daerah, sehingga dapat menjadi rujukan dan contoh untuk dikembangkan di daerah lainnya.
Mendukung upaya tersebut, Direktur SUPD III Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri, Budiono Subambang mengapresiasi, kontribusi para pihak yang turut berupaya membangun daerah bagi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Keberhasilan suatu rencana tidak lepas dari kontribusi peran aktif setiap sektor dan seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut ditunjukkan, salah satunya melalui pertemuan ini, di mana para pihak berkontribusi memberi sumbangan pemikiran maupun materi yang dapat dirasakan melalui program pemberdayaan bertujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari, Gita Syahrani mengatakan, praktik baik yang menunjukkan pola keberlanjutan menguntungkan bagi sinergi multi-pihak. Untuk itu diperlukan pembagian peran para pihak di daerah, bersinergi memanfaatkan data-data yang tersedia dan kemampuan pengelolaan melalui pola pengambilan keputusan yang bijak dan bajik sebagai kontribusi bersama untuk mewujudkan SDGs.
“SDGs dilaksanakan oleh seluruh dunia dengan tujuan jangka panjang dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan serta memberikan manfaat pada seluruh dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan yang saling terkait," ujar Wakil Gubenur Jawa Timur, Emil Dardak.
"Pemprov Jawa Timur telah menyusun Rencana Aksi Daerah terkait Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Jawa Timur, sebagai komitmen integral agenda pembangunan daerah dengan memfokuskan seluruh sumberdaya yang dimiliki baik oleh pemerintah provinsi Jawa Timur maupun sektor lainnya sebagai aktor pembangunan,” paparnya.
Emil Dardak juga menambahkan, bahwa saat ini pemerintah daerah tengah berupaya mensinergikan inventaris data dari seluruh wilayah hingga ke tingkat desa agar program pendampingannya bisa lebih optimal.
Upaya ini penting dipersiapkan untuk menyambut pihak-pihak yang tertarik bekerjasama dengan provinsi Jawa Timur, sehingga penting bagi pemerintah mendukung dengan kebijakan yang memungkinkan para-pihak agar dapat lebih berinteraksi dan saling memfasilitasi sesuai dengan peran dan kontribusi mereka masing-masing.
Bupati Kabupaten Kubu Raya H. Muda Mahendrawan mendukung, pemaparan Emil Dardak dengan menambahkan pernyataan mengenai dibutuhkannya kewenangan dan perencanaan hulu ke hilir dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) secara seimbang.
“Data yang sudah dikumpulkan oleh berbagai pihak seperti pemerintah, LSM, maupun akademisi harusnya dapat dipadukan dengan melihat indikator yang sama dan dimanfaatkan untuk mempercepat pembangunan daerah . Data berikut pengelolaan yang baik akan memiliki banyak manfaat, salah satunya adalah sebagai etalase bagi para pihak, terutama investasi yang ingin masuk ke daerah,” katanya.
Wakil Ketua Umum LHK KADIN, Silverius Oscar Unggul mengusung inklusivitas dan kolaborasi dalam pencapaian SDGs di antara anggota KADIN. Diperlukan promosi serta co-kreasi dan filantropi untuk mencapai SDGs yang potensial untuk diterapkan di wilayah yurisdiksi. Di antara potensi tersebut, adalah memfasilitasi anggota KADIN yang siap dalam menjalankan praktik SDGs ke dalam suatu Net-Zero Hub.
“Indonesia memiliki potensi untuk berkembang menjadi negara superpower, seperti dikehutanan dan sektor yang butuh emisi karbon berpotensi membuka banyak peluang kerja sama apabila dapat menyatukan pemahaman dari seluruh multi-sektor,” tukas Silverius.
Direktur Yayasan Bakti Barito, Dian A. Purbasari menambahkan, SDGs sebagai indikator pencapaian program CSR dan program sustainability lainnya. Sebagai contoh, program pengelolaan limbah cukup rumit karena melibatkan banyak sektor, sehingga Barito Pacific Group menjalankannya dengan berkolaborasi bersama pemerintah di Garut.
Tanpa adanya kerja sama antara pihak swasta dan pemerintah daerah yang memiliki pertimbangan mendalam untuk wilayahnya, akan sulit untuk menggalang gotong-royong multi-pihak di daerah tersebut.
Ketua Umum Yayasan Adaro Bangun Negeri Okty Damayanti membagikan pengalaman Adaro sebagai perusahaan yang bergerak di bidang mining dan power dalam menggunakan platform “Adaro Nyalakan Perubahan”. Platform ini ditujukan untuk melakukan perubahan positif dengan lima pilar yang mencakup Adaro nyalakan Ilmu, Adaro nyalakan raga untuk kesehatan, Adaro nyalakan kesejahteraan dalam pengembangan ekonomi, dan pilar budaya serta lingkungan.
Okty memaparkan salah satu contoh implementasi pilar Adaro nyalakan raga untuk kesehatan dapat dilihat dalam kegiatan “Gerakan TUNTAS” untuk mendukung masyarakat yang lebih sehat dan peduli sanitasi. Gerakan ini terselenggara secara berkelanjutan dan berbasis multi stakeholder collaboration.
“Dari semua program yang telah berjalan, masih sangat besar peluang untuk gotong-royong membangun kerja sama multi sektor melalui komitmen masing-masing pihak," tutur Okty.
CEO Landscape Indonesia, Agus Sari menutup sesi dengan menyatakan, “SDGs telah menjadi proses perencanaan dalam seluruh tingkat pemerintahan. SDGs menjadi motivasi utama dalam JA yang mengedepankan partisipasi multistakeholder, salah satunya dalam kebutuhan pendanaan. Kapasitas Filantropi Indonesia dalam menyeimbangkan pendanaan, dapat menjadi lebih efektif dengan mencampur sumber pendanaan dengan pemerintah dalam skema bleneded financing agar tepat profil risikonya.”
JCAF Dialog Ke-11 bulan ini merupakan bagian dari Filantropi Festival. Para narasumber berbagi pengalaman tentang bagaimana para pihak menerjemahkan kemudian berkolaborasi mendorong pembangunan berkelanjutan di tingkat kabupaten/kota.
Dalam hal ini, Filantropi Indonesia telah sejalan dengan inisiatif tersebut mengajak para pihak terkait untuk berpartisipasi dan berbagi pengetahuan terkini tentang ko-kreasi dalam praktik berkelanjutan, dan membangun inisiatif-inisiatif strategis menjadi inovasi proporsional untuk mengakselerasi tercapainya target pembangunan berkelanjutan (SDGs).
(akr)