Mengupas Efek Positif UU Cipta Kerja kepada Realisasi Investasi Indonesia
loading...
A
A
A
JAKARTA - Implementasi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja berdampak positif pada realisasi investasi Indonesia. UU Cipta Kerja berkontribusi positif atas peningkatan investasi dengan memberikan beberapa hal kepada pelaku usaha , seperti kemudahan izin usaha melalui pemberlakukan perizinan berbasis risiko yang menilai dampak terhadap lingkungan dan masyarakat.
“Implementasi UU ini memang diharapkan bisa meningkatkan daya saing pasar Indonesia terhadap investasi sehingga realisasi investasi bisa dijadikan salah satu tolok ukur,” jelas Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ronald Eberhard Tundang, Jumat (22/7/2022).
Selain itu, implementasi UU ini juga memungkinkan terbukanya peluang investasi asing di lebih banyak sektor dan mengurangi hambatan investasi seperti kewajiban joint venture dengan perusahaan lokal serta kewajiban produksi di dalam negeri untuk paten.
"UU Cipta Kerja juga memberikan kemudahan untuk mendirikan PT dengan menghapus persyaratan modal minimum, percepatan proses penerbitan hak paten, merek, serta akuisisi lahan untuk investasi," terangnya.
Selain itu kata Ronald, implementasi UU ini juga memberikan insentif untuk investasi di Kawasan Ekonomi Khusus, UMKM, serta investor di industri prioritas, yang mencakup pengurangan pajak penghasilan, pembebasan bea impor, dan/atau insentif non fiskal berupa penyediaan infrastruktur serta jaminan ketersediaan energi dan bahan baku.
Lanjutnya, pendirian sovereign wealth fund (INA) sebagai salah satu instrumen pembiayaan untuk alternatif pembiayaan infrastruktur untuk mengurangi beban ekuitas dan Penyertaan Modal Negara (PMN) juga dipengaruhi UU ini.
Sebagai contoh, Indonesia Investment Authority atau INA telah menggandeng SWF asing seperti Abu Dhabi Investment Authority, dana investasi seperti China Silk Road Fund dan juga BUMN seperti Hutama dan Waskita Karya.
INA mengklaim total komitmen investasi yang sudah terkumpul sampai dengan akhir tahun 2021 sudah melebihi Rp 300 triliun untuk sektor transportasi, logistik, maritim, dan infrastruktur digital.
Walaupun demikian, Ronald juga menilai masih dibutuhkannya pembenahan dalam penerapan UU ini oleh pemerintah daerah, khususnya mengenai integrasi dengan layanan OSS di pusat yang harus dilakukan secara seragam dan optimal.
"Inkonsistensi antara peraturan di tingkat pusat, provinsi dan daerah, dapat menimbulkan ketidakpastian hukum yang akan membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia," tuturnya.
Ia pun menyebut proses konsultasi publik mengenai peraturan turunan UU Cipta Kerja harus lebih transparan dan akuntabel, khususnya sejak revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah selesai.
"Revisi UU ini secara khusus mengatur bahwa Pemerintah dan DPR perlu memastikan bahwa masyarakat dapat memberikan masukan kepada rancangan peraturan secara online maupun offline. Implikasinya adalah semua rancangan peraturan harus tersedia di saluran resmi Pemerintah dan DPR," pungkas Ronald.
“Implementasi UU ini memang diharapkan bisa meningkatkan daya saing pasar Indonesia terhadap investasi sehingga realisasi investasi bisa dijadikan salah satu tolok ukur,” jelas Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ronald Eberhard Tundang, Jumat (22/7/2022).
Selain itu, implementasi UU ini juga memungkinkan terbukanya peluang investasi asing di lebih banyak sektor dan mengurangi hambatan investasi seperti kewajiban joint venture dengan perusahaan lokal serta kewajiban produksi di dalam negeri untuk paten.
"UU Cipta Kerja juga memberikan kemudahan untuk mendirikan PT dengan menghapus persyaratan modal minimum, percepatan proses penerbitan hak paten, merek, serta akuisisi lahan untuk investasi," terangnya.
Selain itu kata Ronald, implementasi UU ini juga memberikan insentif untuk investasi di Kawasan Ekonomi Khusus, UMKM, serta investor di industri prioritas, yang mencakup pengurangan pajak penghasilan, pembebasan bea impor, dan/atau insentif non fiskal berupa penyediaan infrastruktur serta jaminan ketersediaan energi dan bahan baku.
Lanjutnya, pendirian sovereign wealth fund (INA) sebagai salah satu instrumen pembiayaan untuk alternatif pembiayaan infrastruktur untuk mengurangi beban ekuitas dan Penyertaan Modal Negara (PMN) juga dipengaruhi UU ini.
Sebagai contoh, Indonesia Investment Authority atau INA telah menggandeng SWF asing seperti Abu Dhabi Investment Authority, dana investasi seperti China Silk Road Fund dan juga BUMN seperti Hutama dan Waskita Karya.
INA mengklaim total komitmen investasi yang sudah terkumpul sampai dengan akhir tahun 2021 sudah melebihi Rp 300 triliun untuk sektor transportasi, logistik, maritim, dan infrastruktur digital.
Walaupun demikian, Ronald juga menilai masih dibutuhkannya pembenahan dalam penerapan UU ini oleh pemerintah daerah, khususnya mengenai integrasi dengan layanan OSS di pusat yang harus dilakukan secara seragam dan optimal.
"Inkonsistensi antara peraturan di tingkat pusat, provinsi dan daerah, dapat menimbulkan ketidakpastian hukum yang akan membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia," tuturnya.
Ia pun menyebut proses konsultasi publik mengenai peraturan turunan UU Cipta Kerja harus lebih transparan dan akuntabel, khususnya sejak revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah selesai.
"Revisi UU ini secara khusus mengatur bahwa Pemerintah dan DPR perlu memastikan bahwa masyarakat dapat memberikan masukan kepada rancangan peraturan secara online maupun offline. Implikasinya adalah semua rancangan peraturan harus tersedia di saluran resmi Pemerintah dan DPR," pungkas Ronald.
(akr)