Prevalensi Merokok Turun, Ada Desakan Agar RPJMN 2020-2024 Ditinjau Ulang

Selasa, 02 Agustus 2022 - 13:06 WIB
loading...
Prevalensi Merokok Turun, Ada Desakan Agar RPJMN 2020-2024 Ditinjau Ulang
Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menerangkan, seharusnya RPJMN membicarakan bagaimana tembakau itu menjadi produk pertanian strategis. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, khususnya yang berkaitan dengan pertembakauan, dikritisi sejumlah pihak. Acuan bagi berbagai kebijakan pada banyak sektor tersebut dianggap perlu segera ditinjau ulang.

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun di antara yang menilai, cara pandang pemerintah yang tertuang dalam RPJMN 2020-2024 masih bersifat asimetris dan kurang membicarakan hal-hal yang strategis. Padahal, industri tembakau semestinya ditempatkan pada fokus yang luas.

”Seharusnya RPJMN membicarakan bagaimana tembakau itu menjadi produk pertanian strategis, membicarakan bagaimana penerimaan cukai itu menopang sekitar Rp200 triliun, dan memberikan dukungan yang sangat kuat terhadap penerimaan negara. Ingat, disaat kita mengalami kontraksi, pertumbuhan penerimaan cukai yang bisa mencapai 100 persen itu hanya di sektor penerimaan cukai tembakau,” tegas Misbakhun.



Kebijakan menaikan harga rokok melalui sejumlah kebijakan terus terjadi hampir setiap tahunnya. Mulai dari simplifikasi golongan, kenaikan harga jual eceran (HJE), hingga kenaikan cukai rokok.

Pemerintah memiliki harapan bahwa berbagai kebijakan yang diterapkan tersebut dapat mendukung tujuan pemerintah dalam menekan prevalensi perokok dewasa hingga 32,3 – 32,4% dan prevalensi perokok anak-anak dan remaja turun menjadi 8,8 – 8,9% pada 2021.

Fokus untuk pengendalian perokok anak ini tidak luput dicantumkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, dimana Pemerintah berkomitmen untuk mengendalikan konsumsi tembakau bagi perokok anak usia sekolah dan remaja sebesar 8,7% pada 5 tahun mendatang.

”RPJMN semestinya mengulas rencana strategis pembangunan nasional secara luas , bukan malah menempatkan industri tembakau pada fokus yang sempit,” tandasnya.

Mantan pegawai Ditjen Pajak Kementerian Keuangan ini menginginkan RPJMN lebih obyektif. Terkait masalah kesehatan, misalnya. RPJMN semestinya tidak hanya sangat serius ketika membicarakan rokok sebagai penyebab sejumlah penyakit tidak menular.

”Seakan-akan rokok ini satu-satunya penyebab masalah kesehatan di Indonesia,” cetusnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4448 seconds (0.1#10.140)