Saran Akademisi Segera Rampungkan Road Map BUMN Respons Kajian Ombudsman

Selasa, 30 Juni 2020 - 16:26 WIB
loading...
A A A
Sedangkan menurut Luthfi Nur Rosyidi,SE,MM,Ph,D (Cand) dari FEB Universitas Airlangga menyampaikan, seharusnya Menteri ET berada pada posisi yang mewakili Visi Besar BUMN Indonesia yang tentu secara simultan akan berdiskusi dengan banyak kelompok kepentingan. Sehingga, permasalahan BUMN ini bukan sesuatu yang akan bisa diselesaikan dalam satu periode, apalagi satu atau dua tahun, tapi diperlukan perencanaan strategis jangka panjang, dengan pengelola puncak yang tidak selalu berubah tiap waktu.

"Menjadi penting BUMN didorong untuk punya road map yang baik, serta dikelola secara berkelanjutan, sehingga peluang menjadikan BUMN sebagai backbone perekonomian akan jauh lebih terbuka," tambahnya.

Menanggapi persoalan rangkap jabatan, menurut Luthfi dari sudut pandang manajemen bisnis, sebenarnya problem utamanya bukanlah rangkap jabatan. Apalagi jika sebenarnya pejabat yang ditunjuk memang benar mempunyai kompetensi. Masyarakat harusnya lebih fokus pada transparansi kinerja.

Hal tersebut dapat diwujudkan jika ada kontrak kinerja yang jelas bagi masing-masing pejabat BUMN. Kontrak kinerja ini nantinya dapat dijadikan acuan penilaian kinerja, sehingga dapat diberikan reward dan punishment yang tepat.

Akademisi yang juga pemerhati BUMN, Mursalim Nohong, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNHAS, menjelaskan, bahwa pengangkatan komisaris pada BUMN sebagai konsekuensi keberadaan pemerintah sebagai pemilik modal. Sebagai pemilik modal atau pemegang saham pemerintah tentu berkepentingan untuk menempatkan orang-orangnya pada posisi komisaris dengan tugas utamanya mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusan Persero serta memberikan nasihat kepada Direksi.

Mengenai kekhawatiran untuk tidak optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya, maka harus dipahami bahwa komisaris itu tidak harus setiap hari (day to day) ada tetapi yang pasti bahwa pengawasan tetap dijalankan. Tentu dalam melaksanakan tugas tersebut kementerian BUMN dan perusahaan-perusahaan memiliki mekanisme yang baik.

"Terkait dengan pendapatan yang diterima, sepanjang namanya bukan gaji tapi honorarium, maka tentu tidak bertentangan dengan aturan. Penting untuk dipahami bahwa pengangkatan anggota Komisaris pemerintah dalam hal ini kementerian BUMN sesuai dengan mekanisme yakni RUPS dan diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha Persero tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya," tambahnya

Lebih lanjut Mursalim Nohong mengatakan, bahwa tentang rangkap jabatan, maka ada baiknya melihat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 tahun 2017 yang melarang TNI dan Polri terutama pada jabatan pimpinan tinggi (JPT) aparatur sipil negara (ASN). JPT yang dimaksud adalah Jabatan Pimpinan Tinggi Utama yaitu kepala Lembaga pemerintah nonkementerian.

Jabatan Pimpinan Tinggi Madya diantaranya sekretaris jenderal kementerian, sekretaris kementerian, sekretaris utama, sekretaris jenderal kesekretariatan lembaga negara, sekretaris jenderal lembaga nonstruktural. Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di antaranya direktur, kepala biro, asisten deputi, sekretaris direktorat jenderal, dan sekretaris inspektorat jenderal.
(akr)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1548 seconds (0.1#10.140)