Industri Penerbangan Diprediksi Baru Pulih Akhir 2022
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri penerbangan Tanah Air mengalami penurunan jumlah penumpang yang sangat drastis akibat pandemi Covid-19. Hal ini pun turut menggerus pendapatan maskapai.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, para analis industri penerbangan sepakat recovery akan kembali di akhir tahun 2022. Ini menjadi tantangan besar bagi industri penerbangan agar melakukan penyesuaian.
"Jadi kita harus bertahan 2,5 tahun lagi sampai situasinya membalik seperti sebelum Covid-19. Ini tantangan yang paling besar bagaimana proses recovery bisa begitu cepat. Saya pikir tidak ada satupun industri maskapai yang mampu bertahan di kondisi seperti ini karena begitu banyak maskapai yang mengalami kebangkrutan," ujarnya pada webinar Indonesia Brand Forum 2020 di Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Irfan melanjutkan, penurunan jumlah penumpang Garuda Indonesia sudah dirasakan sejak kasus pertama positif Covid-19 diumumkan. Penurunan jumlah penumpang terjadi hingga di angka lebih dari 90%. "Penurunannya bukan landai tetapi drastis langsung ke bawah. Itu membuat kita kejang-kejang ketika melihat angka-angka. Ketika tadinya harus melihat pesawat terbang, semua orang pada cancel," ungkapnya.
(Baca Juga: Jumlah Wisman Mei 163 Ribu, yang Gunakan Transportasi Udara hanya 0,3%)
Dia menuturkan, larangan mudik Lebaran 2020 hingga pembatalan ibadah haji tahun ini juga menambah beban perusahaan. Padahal mudik lebaran dan ibadah haji menjadi peak season bagi perusahaan untuk mendulang pendapatan.
"Kita kena impact yang sangat signifikan. Biasanya bisa mengumpulkan pendapatan di atas USD200 juta dari Haji, ini imbasnya menakjubkan," imbuhnya.
Di sisi lain, masih ada ongkos produksi dan biaya perawatan pesawat yang harus ditanggung perusahaan. Sebanyak 70% pesawat dikandangkan selama pandemi Covid-19. "Dari sisi alat produksi, orang, sistem, itu argonya jalan terus tetapi tidak menghasilkan. Kita punya banyak pilot tapi jumlah penerbangan turun drastis. Tentu saja jumlah pilot yang kita siapkan daripada penerbangan akhirnya banyak yang tidak menerbangkan pesawat," jelas Irfan.
Menurut Irfan, sejak adanya pelonggaran, dalam 2-3 minggu ini mulai ada pergerakan positif namun masih jauh menuju ke situasi sebelum Covid-19. Masih ada kekhawatiran masyarakat terkait keamanan dari penyebaran virus.
"Kami tetap memastikan dua hal agar bisa terbang dengan Garuda. Pertama, aman dari terpapar penyakit. Kedua, nyaman. Karena naik pesawat itu ada kebahagiaan ke tempat yang dituju. Ketika kita pulang juga bahagia walaupun meninggal tempat baru tersebut," tandasnya.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, para analis industri penerbangan sepakat recovery akan kembali di akhir tahun 2022. Ini menjadi tantangan besar bagi industri penerbangan agar melakukan penyesuaian.
"Jadi kita harus bertahan 2,5 tahun lagi sampai situasinya membalik seperti sebelum Covid-19. Ini tantangan yang paling besar bagaimana proses recovery bisa begitu cepat. Saya pikir tidak ada satupun industri maskapai yang mampu bertahan di kondisi seperti ini karena begitu banyak maskapai yang mengalami kebangkrutan," ujarnya pada webinar Indonesia Brand Forum 2020 di Jakarta, Rabu (1/7/2020).
Irfan melanjutkan, penurunan jumlah penumpang Garuda Indonesia sudah dirasakan sejak kasus pertama positif Covid-19 diumumkan. Penurunan jumlah penumpang terjadi hingga di angka lebih dari 90%. "Penurunannya bukan landai tetapi drastis langsung ke bawah. Itu membuat kita kejang-kejang ketika melihat angka-angka. Ketika tadinya harus melihat pesawat terbang, semua orang pada cancel," ungkapnya.
(Baca Juga: Jumlah Wisman Mei 163 Ribu, yang Gunakan Transportasi Udara hanya 0,3%)
Dia menuturkan, larangan mudik Lebaran 2020 hingga pembatalan ibadah haji tahun ini juga menambah beban perusahaan. Padahal mudik lebaran dan ibadah haji menjadi peak season bagi perusahaan untuk mendulang pendapatan.
"Kita kena impact yang sangat signifikan. Biasanya bisa mengumpulkan pendapatan di atas USD200 juta dari Haji, ini imbasnya menakjubkan," imbuhnya.
Di sisi lain, masih ada ongkos produksi dan biaya perawatan pesawat yang harus ditanggung perusahaan. Sebanyak 70% pesawat dikandangkan selama pandemi Covid-19. "Dari sisi alat produksi, orang, sistem, itu argonya jalan terus tetapi tidak menghasilkan. Kita punya banyak pilot tapi jumlah penerbangan turun drastis. Tentu saja jumlah pilot yang kita siapkan daripada penerbangan akhirnya banyak yang tidak menerbangkan pesawat," jelas Irfan.
Menurut Irfan, sejak adanya pelonggaran, dalam 2-3 minggu ini mulai ada pergerakan positif namun masih jauh menuju ke situasi sebelum Covid-19. Masih ada kekhawatiran masyarakat terkait keamanan dari penyebaran virus.
"Kami tetap memastikan dua hal agar bisa terbang dengan Garuda. Pertama, aman dari terpapar penyakit. Kedua, nyaman. Karena naik pesawat itu ada kebahagiaan ke tempat yang dituju. Ketika kita pulang juga bahagia walaupun meninggal tempat baru tersebut," tandasnya.
(fai)