Terungkap Revisi Perpres 191 Soal Harga dan Pembatasan BBM Sudah Rampung
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah di tingkat Kementerian dan Lembaga (K/L) ternyata sudah merampungkan revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) .
Direktur BBM BPH Migas, Patuan Alfon mengatakan, bahwa draf revisi itu juga sudah diberikan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Artinya, Perpres Penjualan BBM ini tinggal menunggu tanda tangan Jokowi saja.
"Jadi revisi Perpres 191 itu sebetulnya sudah rampung," kata Patuan dalam acara diskusi webinar "Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran", Selasa (30/8).
Dia menuturkan, muatan yang menjadi usulan masing-masing pemangku kebijakan kata dia sebetulnya juga sudah disampaikan masing-masing, seperti BPH Migas maupun Kementerian ESDM. Berbagai masukan ini pun sudah dikoordinasikan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Apa-apa saja yang perlu dimasukkan ke dalam situ dan itu memang saat ini posisinya di Kementerian BUMN dan mungkin sudah disampaikan ke Bapak Presiden," ujar Patuan.
Karena secara umum revisi perpres itu sudah rampung, Patuan lalu membeberkan sejumlah isi dalam Perpres itu. Salah satunya adalah rincian konsumen yang berhak menerima Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP), tak lagi hanya Jenis BBM Tertentu (JBT).
"Makanya dalam lampiran revisi ini kita mengusulkan dimasukkan lah ketentuan-ketentuan yang bagaiaman bisa mengatur JBKP ini. Saat ini sudah disampaikan mungkin oleh Menteri BUMN ke Pak Presiden dengan opsi-opsinya," ujar dia.
Meski sudah rampung saat ini, Patuan menduga, Perpres itu belum juga ditetapkan karena memang harus mempertimbangkan aspek yang sangat luas, mulai dari kondisi sosial, politik, hingga ekonomi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
"Jadi pemerintah memikirnya secara komprehensif, detail. Kalau dilakukan sekarang, berapa masyarakat yang rentan miskin dan jadi miskin. Lalu kalau itu terjadi (dibatasi penjualan BBM ), berapa inflasinya, lalu kekuatan keuangan negara memberikan bantalan seperti apa," kata Patuan.
Sebelumnya, Presiden Jokowi hingga awal pekan ini masih belum juga bersedia mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Kepala negara hanya memerintahkan menterinya untuk mengumumkan bantuan sosial tambahan saja sebagai pengalihan subsidi-BBM yang nilainya mencapai Rp 24,17 triliun.
"Saya mengumumkan hari ini untuk penambahan bansos dulu, itu yang diinstruksikan bapak presiden hari ini, jadi masyarakat akan mulai mendapatkan bantuan sosial," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers usai rapat terbatas bersama Jokowi di Istana Negara, Senin, 29 Agustus 2022.
Direktur BBM BPH Migas, Patuan Alfon mengatakan, bahwa draf revisi itu juga sudah diberikan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Artinya, Perpres Penjualan BBM ini tinggal menunggu tanda tangan Jokowi saja.
"Jadi revisi Perpres 191 itu sebetulnya sudah rampung," kata Patuan dalam acara diskusi webinar "Menemukan Jalan Subsidi BBM Tepat Sasaran", Selasa (30/8).
Dia menuturkan, muatan yang menjadi usulan masing-masing pemangku kebijakan kata dia sebetulnya juga sudah disampaikan masing-masing, seperti BPH Migas maupun Kementerian ESDM. Berbagai masukan ini pun sudah dikoordinasikan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Apa-apa saja yang perlu dimasukkan ke dalam situ dan itu memang saat ini posisinya di Kementerian BUMN dan mungkin sudah disampaikan ke Bapak Presiden," ujar Patuan.
Karena secara umum revisi perpres itu sudah rampung, Patuan lalu membeberkan sejumlah isi dalam Perpres itu. Salah satunya adalah rincian konsumen yang berhak menerima Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP), tak lagi hanya Jenis BBM Tertentu (JBT).
"Makanya dalam lampiran revisi ini kita mengusulkan dimasukkan lah ketentuan-ketentuan yang bagaiaman bisa mengatur JBKP ini. Saat ini sudah disampaikan mungkin oleh Menteri BUMN ke Pak Presiden dengan opsi-opsinya," ujar dia.
Meski sudah rampung saat ini, Patuan menduga, Perpres itu belum juga ditetapkan karena memang harus mempertimbangkan aspek yang sangat luas, mulai dari kondisi sosial, politik, hingga ekonomi masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
"Jadi pemerintah memikirnya secara komprehensif, detail. Kalau dilakukan sekarang, berapa masyarakat yang rentan miskin dan jadi miskin. Lalu kalau itu terjadi (dibatasi penjualan BBM ), berapa inflasinya, lalu kekuatan keuangan negara memberikan bantalan seperti apa," kata Patuan.
Sebelumnya, Presiden Jokowi hingga awal pekan ini masih belum juga bersedia mengumumkan kenaikan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Kepala negara hanya memerintahkan menterinya untuk mengumumkan bantuan sosial tambahan saja sebagai pengalihan subsidi-BBM yang nilainya mencapai Rp 24,17 triliun.
"Saya mengumumkan hari ini untuk penambahan bansos dulu, itu yang diinstruksikan bapak presiden hari ini, jadi masyarakat akan mulai mendapatkan bantuan sosial," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers usai rapat terbatas bersama Jokowi di Istana Negara, Senin, 29 Agustus 2022.
(akr)