Profil Karen Agustiawan: Mantan Dirut Pertamina Wanita Pertama dan Paling Lama Menjabat

Rabu, 31 Agustus 2022 - 15:32 WIB
loading...
Profil Karen Agustiawan:...
Jejak karir Karen Agustiawan, yang tercatat sebagai wanita pertama yang menduduki jabatan Dirut Pertamina pada 2009 dan juga sebagai dirut paling lama, setidaknya hingga saat ini. Foto/Dok
A A A
JAKARTA - Sosok Karen Agustiawan , mantan Direktur Umum PT Pertamina (Persero) mempunyai cerita panjang dan berliku. Sempat tersandung korupsi hingga membuatnya dipenjara, Karen kemudian mendapatkan vonis bebas dari Mahkamah Agung (MA) setelah melakukan banding.

Karen tercatat sebagai wanita pertama yang menduduki jabatan Dirut Pertamina pada 2009. Dalam sejarah Pertamina, Karen juga tercatat sebagai dirut paling lama, yaitu periode 2009-2014 (lima tahun) setidaknya hingga saat ini. Ia menggantikan Ari Hernanto Soemarno sebagai dirut Pertamina periode 2006-2009.



Wanita asal Bandung kelahiran 19 Oktober 1958 itu memulai karirnya sebagai seorang profesional migas di Mobil Oil Indonesia sejak tahun 1984 hingga 1988 dan melebarkan sayapnya dengan bergabung dalam Mobil Oil In Dallas, Amerika Serikat pada 1989 hingga 1992 dan kembali lagi ke Indonesia.

Ibu dari tiga orang anak ini merupakan lulusan Teknik Fisika ITB yang kemudian melanjutkan karirnya di Landmark Concurrent Solusi Indonesia sebagai Business Development Manager pada 1988 hingga 2002 dan Halliburton Indonesia sebagai Commercial Manager For Consulting and Project Management tahun 2002 hingga 2006.

Awal Karen memasuki Pertamina, dia menjabat sebagai staf Ahli Direktur Utama pada Bisnis Hulu sejak 2006, hingga dua tahun setelah masa jabatannya, Karen dipercaya untuk menjabat sebagai Direktur Hulu pada 8 Maret 2005 dan menjadi pemegang saham pada 2009.

Selama kepemimpinannya sebagai Direktur Utama Pertamina, Karen memiliki visi untuk menjadikan PT. Pertamina sebagai perusahaan energi kelas dunia dan menjadi Champion Asia pada 2025 mendatang dengan harapan Energizing Asia.



Banyak pencapaian membanggakan pada saat kepemimpinannya seperti, meningkatnya produksi migas hingga mencapai 461.640 boed pada 2012, serta laba yang dicapai pada saat itu menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah karena mencapai Rp. 25,89 triliun dan dapat memberikan kontribusi setoran pada Indonesia sebanyak Rp. 66,11 triliun.

Tidak hanya itu, dalam pengelolaan perusahaan pada jabatannya, Pertamina mengalami kemajuan dengan skor GCG sebesar 93,51 dan skor tingkat kesehatan perusahaan mencapai 94,43.

Pencapaian Karen lainnya adalah saat Ia berada pada urutan pertama pada the 15 Most Influential Female Executives in the Oil and Gas Industry dalam lembaga training dan event Terapin yang berada di London.

Saat menjabat, Karen menghantarkan Pertamina masuk dalam jajaran 500 perusahaan dunia terbesar. Kinerja luar biasa, mengingat Pertamina secara perdana masuk dalam daftar FORTUNE Global 500 -ajang tahunan yang dilakukan Majalah Fortune sejak 1955.

FORTUNE Global 500 dianggap sebagai simbol keberhasilan korporasi karena mencerminkan pengakuan dunia, apalagi Pertamina merupakan perusahaan Indonesia yang pertama masuk dalam daftar bergengsi dunia itu.

Pada 2014, Pertamina yang berada di posisi 123 mengalahkan beberapa perusahaan dunia lain, seperti PepsiCo yang ada di peringkat 137, Unilever di peringkat 140, Google yang ada di posisi 162 dan Caterpillar yang ada di peringkat 181. Keberhasilan Pertamina tak lepas dari cemerlangnya kinerja keuangan perseroan.

Pendapatan Pertamina di 2013 mencapai total USD71,1 miliar dengan laba bersih meningkat 11% menjadi USD3,07 miliar dari tahun sebelumnya yaitu USD2,77 miliar.

Di bawah kepemimpinan Karen ini, Pertamina juga berekspansi bisnis migas di sejumlah negara. Salah satunya yakni pembelian aset milik Conoco Phillips di Aljazair pada Desember 2012. Saat itu, Karen mengatakan akusisi itu dapat menambah produksi Pertamina secara signifikan dalam waktu cepat dengan minyak mentah berkualitas tinggi.

Target peningkatan produksinya sebesar 35.000 bopd, yang efektif pada 1 Juli 2013. Selain sukses membawa Pertamina ke level internasional, perempuan lulusan Teknik Fisika, Institut Teknologi Bandung (ITB) ini juga pernah tercatat menempati urutan teratas daftar 50 wanita pelaku bisnis paling kuat di Asia versi majalah bisnis Forbes pada 2011.

Karen mengakhiri jabatannya sebagai Direktur Utama Pertamina pada tahun 2014 setelah mengajukan surat pengunduran dirinya karena ingin fokus bersama keluarga.

Terjegal Kasus Korupsi

Setelah cukup lama tidak terdengar, namanya kemudian kembali disebut terkait kasus dugaan korupsi investasi Pertamina di BMG Australia tahun 2009 yang diusut Kejaksaan Agung. Karen akhirnya divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim.

Namun pada Maret 2020, Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk melepaskan eks Direktur Utama Pertamina Karen Galaila Agustiawan dari segala tuntutan hukum. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan, apa yang dilakukan Karen merupakan business judgment rule dan perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana.

Sebelumnya, Karen Galaila Agustiawan divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 10 Juni 2019. Karen juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

Dalam pertimbangan, hakim menilai perbuatan Karen tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Hakim menilai korupsi adalah kejahatan luar biasa. Selain itu, Karen juga tidak mengakui perbuatan dan tidak merasa bersalah. Namun, Karen dianggap berlaku sopan dan belum pernah dihukum.

Karen terbukti mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.

Karen telah memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu. Karen dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisis risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).

Selain itu, menurut hakim, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina. Menurut hakim, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar.

Karen terbukti melanggar Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Namun atas putusan itu, Karen mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Akan tetapi, bandingnya ditolak. Pengadilan Tinggi memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama.

Karen kemudian mengajukan kasasi ke MA dan diputus bebas. Ia kemudian menjadi terdakwa kedua yang diputus bebas dalam kasus ini.

MG/Ni Made Susilawati

(akr)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1387 seconds (0.1#10.140)