Wawancara Khusus Founder & CEO Suryanesia Rheza Adhihusada: Efisiensi Biaya Listrik melalui Pemanfaatan Tenaga Surya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemanfaatan tenaga surya atau matahari menjadi listrik merupakan sebuah konsep energi terbarukan yang kini terus dikembangkan di berbagai negara. Tak terkecuali di Indonesia. Di saat perubahan iklim menjadi isu utama global saat ini, energi terbarukan diyakini mampu menekan emisi karbon yang disebabkan karena bahan bakar berbasis fosil, batubara, dan minyak.
Kondisi itu menginspirasi Rheza Adhihusada untuk berkontribusi terhadap lingkungan. Hasratnya untuk menjadi entrepreneur digelutinya dengan merintis perusahaan berkonsep energi hijau (green energy). Suryanesia, perusahaan yang baru didirikan pada tahun lalu dibentuk untuk memberikan solusi penghematan listrik melalui panel solar berbasis tenaga surya atau sinar matahari.
“Ini berawal karena awareness terhadap sustainability dan climate change sudah sangat tinggi. Belajar dari banyak bencana dampak perubahan iklim yang terjadi di Eropa, Amerika, makanya kami ingin membantu dari Indonesia,” kata alumnus bidang ekonomi di Boston College dan University of Oxford itu.
Berikut petikan wawancaranya saat berbincang khusus dengan KORAN SINDO di Gedung SINDO, Jakarta, baru-baru ini.
Apa latar belakang keinginan Anda merintis perusahaan Suryanesia?
Ini berawal karena awareness terhadap sustainability dan climate change sudah sangat tinggi. Belajar dari banyak bencana dampak perubahan iklim yang terjadi di Eropa, Amerika, makanya kami ingin membantu dari Indonesia.
Dulunya saya bekerja selama sekitar empat tahun sebagai management consultant di Bain & Company. Ada dua proyek yang berdampak bagi saya secara pribadi. Pertama, mengerjakan proyek sebuah foundation yang ingin membangun filantropi. Dari pengalaman ini saya cukup tertarik dan cukup merasakan bahwa suatu hari saya mengerjakan entrepreneurship tidak bisa hanya untuk cetak uang. Harus ada dampak lain yang sangat kuat.
(Baca juga:Material Baru Solar Panel Serap Energi Matahari Lebih Maksimal)
Proyek lainnya di Bain & Company yaitu merancang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap atau panel solar untuk perusahaan di Malaysia. Dari dua pengalaman itu, saya jadi cukup familiar dengan industri ini, termasuk kebutuhan konsumennya, bisnis modelnya, dan lainnya.
Makanya kami kemudian memulai Suryanesia di tahun lalu. Ini adalah perusahaan energi bersih dimulai dengan tenaga surya. Pertama-tama fokus di PLTS atap, kemudian ingin masuk menjadi IPP (independent power producer) untuk tenaga bayu, tenaga surya, hidro, baterai, dan lain-lain. Solusi layanan kami adalah solar as a service, di mana kami yang membangun sistemnya, memasang di atap. Nantinya klien cukup membayar rental atau jasa sewa per bulannya.
Berapa pilot project yang sudah atau sedang dikerjakan saat ini?
Ada tiga, yaitu perusahaan tekstil besar di Bandung, perusahaan air compressor di Tangerang, dan perusahaan plastik di Tangerang.
Target sasaran pemasangan panel surya hanya ke industri, pabrik atau ada lainnya?
Ya, untuk sektor industri. Pangsa pasar kami ada dua, yaitu industri dan mall. Kenapa dua ini? Karena mereka atapnya paling luas dan penggunaan listriknya besar. Kalau rumah kan banyak, harus ratusan ribu yang perlu di-approve. Kalau industri dan mall paling hanya sekitar 15.000 yang mungkin bisa didekati.
Tidak merambah ke rumah tangga atau nanti ada target ke depannya ke rumah kalangan ekonomi menengah atas?
Sebenarnya ada kemungkinan masuk ke segmen rumah tangga. Sekarang alurnya ke industri pabrik dan mall. Setelah nanti membangun kapabilitas di financing, project management dan lain-lain, Suryanesia pasti masuk ke rumah tangga juga. Dari Suryanesia, PLTS atap ini opsinya bisa jual ke PLN, solevan (8.57), hidro, dan lainnya atau bisa kecil lagi ke rumah tangga. Kami akan jajaki keduanya.
Kalau sistem jual ke PLN nanti melalui kemitraan atau milik sendiri?
Kalau ke PLN itu kayak masuk ke Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Jadi ngikutin tender PLN, misalnya mau supply di Sulawesi 100 Megawatt. Nanti kita masuk. Mungkin kompetitor bisa dari perusahaan di Timur Tengah, Jepang, dan lainnya.
Bagaimana peluang bisnis energi listrik dari panel surya di Indonesia?
Peluangnya sangat baik, karena yang kami tawarkan ke klien adalah cost saving. Dengan menggunakan sistem dan solusi seperti solar as a service, perusahaan klien bisa menghemat listrik. Kalau pemain industri kan sangat cost sensitive. Jadi kalau mereka bisa saving uang Rp100-200 juta untuk biaya listrik, mereka tertarik semua. Makanya kami melihat peluang di industri ini cukup baik.
Seperti apa peluang sektor tenaga surya ini jika dibandingkan kondisi peluang di negara lain?
Kalau di luar negeri sudah sangat maju. Contohnya di Thailand. Begitu juga Vietnam, bahkan ada proyekl 11 Gigawatt untuk PLTS. Mereka sudah sangat maju daripada Indonesia. Kalau di Indonesia ada beberapa kompetitor lokal, internasional juga.
Target apa saja yang ingin dicapai Suryanesia di tahun ini dan tahun depan?
Targetnya enggak terlalu agresif. At least, target tahun ini sekitar 10 Megawatt.
Terkait komponen panel surya, apakah seluruhnya impor atau sebagian menggunakan dari dalam negeri?
Iya (masih dari luar). Ada sebagian dari dalam negeri. Cuma kami mesti mempertimbangkan keperluan masing-masing karena kami bekerja sama dengan investor. Investor itu ada yang sudah nyaman dengan beberapa merek panel surya dan mayoritas merek itu dari luar. Mungkin investornya belum kenal dengan merek lokal. Kebanyakan merek dari China. Korea juga ada. Kalau Jepang biasanya mahal, market sharenya kecil. Secara global, China yang paling besar skala, volume, kapasitasnya. Karena skalanya besar, dia bisa trace harganya cukup dalam.
Untuk mendukung kapasitas, pemasangan panel surya membutuhkan lahan yang luas?
Benar. Kalau atap gedung atau lahannya satu hektare, itu mungkin (listrik yang dihasilkan) bisa masuk satu Megawatt. Makanya kami mencari customer yang atap bangunan/gedungnya besar seperti pabrik, mall.
Melalui sistem panel ini, berapa dampak terhadap penghematan listrik yang dihasilkan?
Bisa menyuplai listrik hingga 20%. Tapi polanya bisa berbeda-beda. Ada beberapa industri yang jam operasionalnya hanya pagi sampai sore, mungkin bisa suplainya lebih banyak lagi. ada juga industri yang 24 jam selama 7 hari, mungkin kecil hanya sekitar 10%.
Artinya, tidak bisa menyuplai seluruh kebutuhan listrik secara penuh?
Benar. Tidak bisa. Lebih pada parallel. Masuknya bersamaan dengan listrik dari PLN. Misalnya, pasokan dari PLN 80%, dari panel surya 20%.
Sistem kerjanya seperti apa sehingga bisa menghemat listrik?
Sistemnya paralel. Karena belum bisa disimpan, maka listrik dari panel dulu yang diserap, baru sisanya dari PLN. Jadi dalam proses produksi, itu bersamaan jalan listriknya dari panel surya dan PLN.
Apakah memungkinkan suplainya dari panel surya bisa mencapai 50%?
Itu masih akan cukup jauh dari sisi teknologinya. Penggunaan pabrik biasanya stabil, misalnya dari jam 8 pagi hingga 6 sore. Kalau PLTS enggak, ada naik turun. Kalau untuk mencapai 50% itu sangat berat. Mungkin maksimal 40%, tapi itu jarang yang bisa sampai segitu. Mungkin bisa 40% kalau baterai sudah mulai ekonomis, nantinya listrik dari panel bisa disimpan dulu untuk digunakan di jam-jam lain. Mungkin kira-kira 5-10 tahun lagi baru baterai bisa ekonomis.
Bagaimana pemanfaatan panel surya dilihat dari kondisi geografis dan iklim di Indonesia?
Pemanfaatan panel di Indonesia sebenarnya sangat bagus. Di Indonesia enaknya ada matahari terus. Beda dengan kondisi musim di Amerika, ada empat musim. Mungkin di pasang miring, dapatnya pas musim winter atau summer. Kalau di Indonesia, dipasang flat atau datar dengan kemiringan 10 derajat bisa dapat semua posisi sinar matahari.
Selama setahun ini, tantangan apa saja yang dihadapi Suryanesia?
Tantangan yang standar buat startup tentunya kami mesti banyak problem solving seperti membawa kepala engineering (teknisi), chief decisical open officer, mulai membangun infrastruktur perusahaannya seperti apa. Beruntungnya, kami sudah punya head of engineering yang telah mengerjakan sekitar 17 Megawatt untuk PLTS atap di Indonesia. Ada juga project manager dari perusahaan kontraktor yang membangun PLTS ini. Dari sisi perizinan, sudah punya afiliasi yang juga sudah lama bekerja sama dengan PLN.
Bagaimana tantangan meyakinkan industri untuk beralih menggunakan panel surya?
Itu susah-susah gampang. Kami tentunya menawarkan penghematan bagi klien. Secara teori, mereka tertarik. Tapi ada perjanjian rental untuk 25 tahun. Jadi seluruh klien ada bertanya, misalnya kalau suatu waktu harus relokasi kantor ke tempat lain, kalau ada gempa besar itu gimana, kalau PLN ada perubahan peraturan itu gimana. Banyak tanda tanya dari klien.
(Baca juga:Komitmen Pengurangan Emisi lewat Pemasangan Solar Panel di Pabrik Baja)
Sebisa mungkin kami meyakinkan klien bahwa seluruh risiko itu sudah kami cover. Misalnya, asuransi kalau ada gempa bumi atau kebakaran. Setiap skenario itu mesti dijelaskan ke klien. Itu sulitnya dan alasanya mengapa belum masuk ke segmen rumah tangga (resident). Karena kalau jelasin satu persatu ke perumahan itu capek.
Berapa jangka waktu sewa sistem panel surya yang diberikan bagi pelanggan?
Jangka pendeknya 10 tahun. Ada juga bisa 15 tahun, 25 tahun. Maksimal 30 tahun masih bisa.
Seperti apa kriteria dalam memilih perusahaan atau industri calon target pelanggan Suryanesia?
Kadang klien yang minta. Kalau bagi kami, asal kliennya bagus, industrinya menjanjikan, bisnisnya bagus, karakter kliennya bagus, kami maunya sepanjang mungkin sampai 25 tahun. Tapi mayoritas kami punya penawaran 15 sampai 25 tahun.
Untuk saat ini, industri sektor apa saja yang cocok untuk pemanfaatan panel surya?
Semuanya, asalkan mereka banyak menggunakan listrik. Mungkin ada pabrik yang warehouse itu enggak pas. Tapi kalau manufaktur, banyak memakai listrik itu pasti pas. Pabrik plastik, semen, baja, tekstil.
Bagaimana dari aspek kondisi geografis, adakah kriteria yang cocok untuk pemanfaatan tenaga surya?
Ada miskonsepsi yang cukup biasa. Sebenarnya, kalau makin adem, produksi listrik makin bagus. Yang paling bagus itu adalah yang paling terik dan paling adem. Dataran tinggi bagus.
Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap biaya perhitungan listriknya?
Banyak faktor yang mesti dipertimbangkan, misalnya seberapa terik matahari di lokasi, pola hujan dan cuacanya. Begitu juga seberapa besar sistem yang digunakan. Kalau sistemnya kecil, fix cost-nya sangat besar. Tapi kalau sistemnya besar, fix cost-nya sangat kecil. Dilihat juga dari produksi PLTS nya seperti apa, tiap lokasi berbeda karena pola dari matahari.
Saat dengan klien, tentunya kita juga estimasikan bahwa perhitungan lebih rendah dengan jangka waktu lebih lama. Intinya, dari pembangunan, desain, engineering, perizinan, operasional, maintenance, semuanya kita kerjakan. Tentunya sebelum semua itu, nantinya kami akan lakukan studi juga ke lapangan. Jadi klien tinggal duduk manis.
Kondisi itu menginspirasi Rheza Adhihusada untuk berkontribusi terhadap lingkungan. Hasratnya untuk menjadi entrepreneur digelutinya dengan merintis perusahaan berkonsep energi hijau (green energy). Suryanesia, perusahaan yang baru didirikan pada tahun lalu dibentuk untuk memberikan solusi penghematan listrik melalui panel solar berbasis tenaga surya atau sinar matahari.
“Ini berawal karena awareness terhadap sustainability dan climate change sudah sangat tinggi. Belajar dari banyak bencana dampak perubahan iklim yang terjadi di Eropa, Amerika, makanya kami ingin membantu dari Indonesia,” kata alumnus bidang ekonomi di Boston College dan University of Oxford itu.
Berikut petikan wawancaranya saat berbincang khusus dengan KORAN SINDO di Gedung SINDO, Jakarta, baru-baru ini.
Apa latar belakang keinginan Anda merintis perusahaan Suryanesia?
Ini berawal karena awareness terhadap sustainability dan climate change sudah sangat tinggi. Belajar dari banyak bencana dampak perubahan iklim yang terjadi di Eropa, Amerika, makanya kami ingin membantu dari Indonesia.
Dulunya saya bekerja selama sekitar empat tahun sebagai management consultant di Bain & Company. Ada dua proyek yang berdampak bagi saya secara pribadi. Pertama, mengerjakan proyek sebuah foundation yang ingin membangun filantropi. Dari pengalaman ini saya cukup tertarik dan cukup merasakan bahwa suatu hari saya mengerjakan entrepreneurship tidak bisa hanya untuk cetak uang. Harus ada dampak lain yang sangat kuat.
(Baca juga:Material Baru Solar Panel Serap Energi Matahari Lebih Maksimal)
Proyek lainnya di Bain & Company yaitu merancang pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap atau panel solar untuk perusahaan di Malaysia. Dari dua pengalaman itu, saya jadi cukup familiar dengan industri ini, termasuk kebutuhan konsumennya, bisnis modelnya, dan lainnya.
Makanya kami kemudian memulai Suryanesia di tahun lalu. Ini adalah perusahaan energi bersih dimulai dengan tenaga surya. Pertama-tama fokus di PLTS atap, kemudian ingin masuk menjadi IPP (independent power producer) untuk tenaga bayu, tenaga surya, hidro, baterai, dan lain-lain. Solusi layanan kami adalah solar as a service, di mana kami yang membangun sistemnya, memasang di atap. Nantinya klien cukup membayar rental atau jasa sewa per bulannya.
Berapa pilot project yang sudah atau sedang dikerjakan saat ini?
Ada tiga, yaitu perusahaan tekstil besar di Bandung, perusahaan air compressor di Tangerang, dan perusahaan plastik di Tangerang.
Target sasaran pemasangan panel surya hanya ke industri, pabrik atau ada lainnya?
Ya, untuk sektor industri. Pangsa pasar kami ada dua, yaitu industri dan mall. Kenapa dua ini? Karena mereka atapnya paling luas dan penggunaan listriknya besar. Kalau rumah kan banyak, harus ratusan ribu yang perlu di-approve. Kalau industri dan mall paling hanya sekitar 15.000 yang mungkin bisa didekati.
Tidak merambah ke rumah tangga atau nanti ada target ke depannya ke rumah kalangan ekonomi menengah atas?
Sebenarnya ada kemungkinan masuk ke segmen rumah tangga. Sekarang alurnya ke industri pabrik dan mall. Setelah nanti membangun kapabilitas di financing, project management dan lain-lain, Suryanesia pasti masuk ke rumah tangga juga. Dari Suryanesia, PLTS atap ini opsinya bisa jual ke PLN, solevan (8.57), hidro, dan lainnya atau bisa kecil lagi ke rumah tangga. Kami akan jajaki keduanya.
Kalau sistem jual ke PLN nanti melalui kemitraan atau milik sendiri?
Kalau ke PLN itu kayak masuk ke Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Jadi ngikutin tender PLN, misalnya mau supply di Sulawesi 100 Megawatt. Nanti kita masuk. Mungkin kompetitor bisa dari perusahaan di Timur Tengah, Jepang, dan lainnya.
Bagaimana peluang bisnis energi listrik dari panel surya di Indonesia?
Peluangnya sangat baik, karena yang kami tawarkan ke klien adalah cost saving. Dengan menggunakan sistem dan solusi seperti solar as a service, perusahaan klien bisa menghemat listrik. Kalau pemain industri kan sangat cost sensitive. Jadi kalau mereka bisa saving uang Rp100-200 juta untuk biaya listrik, mereka tertarik semua. Makanya kami melihat peluang di industri ini cukup baik.
Seperti apa peluang sektor tenaga surya ini jika dibandingkan kondisi peluang di negara lain?
Kalau di luar negeri sudah sangat maju. Contohnya di Thailand. Begitu juga Vietnam, bahkan ada proyekl 11 Gigawatt untuk PLTS. Mereka sudah sangat maju daripada Indonesia. Kalau di Indonesia ada beberapa kompetitor lokal, internasional juga.
Target apa saja yang ingin dicapai Suryanesia di tahun ini dan tahun depan?
Targetnya enggak terlalu agresif. At least, target tahun ini sekitar 10 Megawatt.
Terkait komponen panel surya, apakah seluruhnya impor atau sebagian menggunakan dari dalam negeri?
Iya (masih dari luar). Ada sebagian dari dalam negeri. Cuma kami mesti mempertimbangkan keperluan masing-masing karena kami bekerja sama dengan investor. Investor itu ada yang sudah nyaman dengan beberapa merek panel surya dan mayoritas merek itu dari luar. Mungkin investornya belum kenal dengan merek lokal. Kebanyakan merek dari China. Korea juga ada. Kalau Jepang biasanya mahal, market sharenya kecil. Secara global, China yang paling besar skala, volume, kapasitasnya. Karena skalanya besar, dia bisa trace harganya cukup dalam.
Untuk mendukung kapasitas, pemasangan panel surya membutuhkan lahan yang luas?
Benar. Kalau atap gedung atau lahannya satu hektare, itu mungkin (listrik yang dihasilkan) bisa masuk satu Megawatt. Makanya kami mencari customer yang atap bangunan/gedungnya besar seperti pabrik, mall.
Melalui sistem panel ini, berapa dampak terhadap penghematan listrik yang dihasilkan?
Bisa menyuplai listrik hingga 20%. Tapi polanya bisa berbeda-beda. Ada beberapa industri yang jam operasionalnya hanya pagi sampai sore, mungkin bisa suplainya lebih banyak lagi. ada juga industri yang 24 jam selama 7 hari, mungkin kecil hanya sekitar 10%.
Artinya, tidak bisa menyuplai seluruh kebutuhan listrik secara penuh?
Benar. Tidak bisa. Lebih pada parallel. Masuknya bersamaan dengan listrik dari PLN. Misalnya, pasokan dari PLN 80%, dari panel surya 20%.
Sistem kerjanya seperti apa sehingga bisa menghemat listrik?
Sistemnya paralel. Karena belum bisa disimpan, maka listrik dari panel dulu yang diserap, baru sisanya dari PLN. Jadi dalam proses produksi, itu bersamaan jalan listriknya dari panel surya dan PLN.
Apakah memungkinkan suplainya dari panel surya bisa mencapai 50%?
Itu masih akan cukup jauh dari sisi teknologinya. Penggunaan pabrik biasanya stabil, misalnya dari jam 8 pagi hingga 6 sore. Kalau PLTS enggak, ada naik turun. Kalau untuk mencapai 50% itu sangat berat. Mungkin maksimal 40%, tapi itu jarang yang bisa sampai segitu. Mungkin bisa 40% kalau baterai sudah mulai ekonomis, nantinya listrik dari panel bisa disimpan dulu untuk digunakan di jam-jam lain. Mungkin kira-kira 5-10 tahun lagi baru baterai bisa ekonomis.
Bagaimana pemanfaatan panel surya dilihat dari kondisi geografis dan iklim di Indonesia?
Pemanfaatan panel di Indonesia sebenarnya sangat bagus. Di Indonesia enaknya ada matahari terus. Beda dengan kondisi musim di Amerika, ada empat musim. Mungkin di pasang miring, dapatnya pas musim winter atau summer. Kalau di Indonesia, dipasang flat atau datar dengan kemiringan 10 derajat bisa dapat semua posisi sinar matahari.
Selama setahun ini, tantangan apa saja yang dihadapi Suryanesia?
Tantangan yang standar buat startup tentunya kami mesti banyak problem solving seperti membawa kepala engineering (teknisi), chief decisical open officer, mulai membangun infrastruktur perusahaannya seperti apa. Beruntungnya, kami sudah punya head of engineering yang telah mengerjakan sekitar 17 Megawatt untuk PLTS atap di Indonesia. Ada juga project manager dari perusahaan kontraktor yang membangun PLTS ini. Dari sisi perizinan, sudah punya afiliasi yang juga sudah lama bekerja sama dengan PLN.
Bagaimana tantangan meyakinkan industri untuk beralih menggunakan panel surya?
Itu susah-susah gampang. Kami tentunya menawarkan penghematan bagi klien. Secara teori, mereka tertarik. Tapi ada perjanjian rental untuk 25 tahun. Jadi seluruh klien ada bertanya, misalnya kalau suatu waktu harus relokasi kantor ke tempat lain, kalau ada gempa besar itu gimana, kalau PLN ada perubahan peraturan itu gimana. Banyak tanda tanya dari klien.
(Baca juga:Komitmen Pengurangan Emisi lewat Pemasangan Solar Panel di Pabrik Baja)
Sebisa mungkin kami meyakinkan klien bahwa seluruh risiko itu sudah kami cover. Misalnya, asuransi kalau ada gempa bumi atau kebakaran. Setiap skenario itu mesti dijelaskan ke klien. Itu sulitnya dan alasanya mengapa belum masuk ke segmen rumah tangga (resident). Karena kalau jelasin satu persatu ke perumahan itu capek.
Berapa jangka waktu sewa sistem panel surya yang diberikan bagi pelanggan?
Jangka pendeknya 10 tahun. Ada juga bisa 15 tahun, 25 tahun. Maksimal 30 tahun masih bisa.
Seperti apa kriteria dalam memilih perusahaan atau industri calon target pelanggan Suryanesia?
Kadang klien yang minta. Kalau bagi kami, asal kliennya bagus, industrinya menjanjikan, bisnisnya bagus, karakter kliennya bagus, kami maunya sepanjang mungkin sampai 25 tahun. Tapi mayoritas kami punya penawaran 15 sampai 25 tahun.
Untuk saat ini, industri sektor apa saja yang cocok untuk pemanfaatan panel surya?
Semuanya, asalkan mereka banyak menggunakan listrik. Mungkin ada pabrik yang warehouse itu enggak pas. Tapi kalau manufaktur, banyak memakai listrik itu pasti pas. Pabrik plastik, semen, baja, tekstil.
Bagaimana dari aspek kondisi geografis, adakah kriteria yang cocok untuk pemanfaatan tenaga surya?
Ada miskonsepsi yang cukup biasa. Sebenarnya, kalau makin adem, produksi listrik makin bagus. Yang paling bagus itu adalah yang paling terik dan paling adem. Dataran tinggi bagus.
Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap biaya perhitungan listriknya?
Banyak faktor yang mesti dipertimbangkan, misalnya seberapa terik matahari di lokasi, pola hujan dan cuacanya. Begitu juga seberapa besar sistem yang digunakan. Kalau sistemnya kecil, fix cost-nya sangat besar. Tapi kalau sistemnya besar, fix cost-nya sangat kecil. Dilihat juga dari produksi PLTS nya seperti apa, tiap lokasi berbeda karena pola dari matahari.
Saat dengan klien, tentunya kita juga estimasikan bahwa perhitungan lebih rendah dengan jangka waktu lebih lama. Intinya, dari pembangunan, desain, engineering, perizinan, operasional, maintenance, semuanya kita kerjakan. Tentunya sebelum semua itu, nantinya kami akan lakukan studi juga ke lapangan. Jadi klien tinggal duduk manis.
(dar)