Dukung Transisi Energi, Begini Strategi Dirut Pertamina
loading...
A
A
A
JAKARTA - Transisi energi jadi salah satu agenda yang dibahas dalam Presidensi G20 Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun terus menggaungkan perihal transisi energi tersebut guna meraih target penurunan emisi karbon 29 persen pada 2030 mendatang.
Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi, PT Pertamina (Persero) pun diharapkan bisa memberikan kontribusinya terhadap target transisi energi tersebut.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menegaskan komitmen untuk mendukung pemerintah dalam transisi energi sekalipun dalam bisnisnya, Pertamina masih didominasi oleh energi fosil. Ia mengatakan bahwa pertamina kerap dihadapkan dengan pertanyaan untuk memilih dekarbonisasi atau mulai masuk ke energi baru dan terbarukan (EBT).
"Saya selalu mengatakan, tidak akan memiliki kata atau. Yang dipilih harus dan karena ini tidak bisa hanya satu sektor saja leading, harus semua. Yang namanya net zero emmision, namanya net artinya penghasil karbon emisinya tetap ada dan tidak apa-apa, tapi ada program untuk menurunkan emisi tersebut. Ada juga kemudian program-program yang sifatnya netral, tidak menghasilkan emisi," tutur Nicke, seperti dikutip dari video yang diterima MNC Portal Indonesia, Kamis (1/9/2022).
Nicke menuturkan bahwa Pertamina bakal meningkatkat produksi renewable energy atau energi terbarukan. Adapun saat ini produksi energi terbarukan Pertamina masih di bawah tiga persen.
"Kita akan tingkatkan menjadi 17 persen di tahun 2030. Inilah kontribusi Pertamina untuk men-support target bauran energi nasional dari new and renewable energy," tutur Nicke.
Untuk itu, Nicke menjelaskan Pertamina telah mengalokasikan belanja modal alias capital expenditure (capex) lebih besar guna bisa meningkatkan produksi energi terbarukan.
"Dari capex allocation kita, ini kita alokasikan untuk pengembangan new and renewable energy adalah sekitar 14 persen, lebih tinggi dari rata-rata perusahaan global. Perusahaan global itu memberikan alokasinya 9 persen," kata dia.
Secara nominal, Pertamina mengalokasikan capex hingga 14 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp208,35 triliun untuk pengembangan energi terbarukan dari 2022 hingga 2026.
Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi, PT Pertamina (Persero) pun diharapkan bisa memberikan kontribusinya terhadap target transisi energi tersebut.
Baca Juga
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menegaskan komitmen untuk mendukung pemerintah dalam transisi energi sekalipun dalam bisnisnya, Pertamina masih didominasi oleh energi fosil. Ia mengatakan bahwa pertamina kerap dihadapkan dengan pertanyaan untuk memilih dekarbonisasi atau mulai masuk ke energi baru dan terbarukan (EBT).
"Saya selalu mengatakan, tidak akan memiliki kata atau. Yang dipilih harus dan karena ini tidak bisa hanya satu sektor saja leading, harus semua. Yang namanya net zero emmision, namanya net artinya penghasil karbon emisinya tetap ada dan tidak apa-apa, tapi ada program untuk menurunkan emisi tersebut. Ada juga kemudian program-program yang sifatnya netral, tidak menghasilkan emisi," tutur Nicke, seperti dikutip dari video yang diterima MNC Portal Indonesia, Kamis (1/9/2022).
Nicke menuturkan bahwa Pertamina bakal meningkatkat produksi renewable energy atau energi terbarukan. Adapun saat ini produksi energi terbarukan Pertamina masih di bawah tiga persen.
"Kita akan tingkatkan menjadi 17 persen di tahun 2030. Inilah kontribusi Pertamina untuk men-support target bauran energi nasional dari new and renewable energy," tutur Nicke.
Untuk itu, Nicke menjelaskan Pertamina telah mengalokasikan belanja modal alias capital expenditure (capex) lebih besar guna bisa meningkatkan produksi energi terbarukan.
"Dari capex allocation kita, ini kita alokasikan untuk pengembangan new and renewable energy adalah sekitar 14 persen, lebih tinggi dari rata-rata perusahaan global. Perusahaan global itu memberikan alokasinya 9 persen," kata dia.
Secara nominal, Pertamina mengalokasikan capex hingga 14 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp208,35 triliun untuk pengembangan energi terbarukan dari 2022 hingga 2026.