Permentan No 01/2018 Masih Relevan dan Lindungi TBS Petani

Minggu, 04 September 2022 - 21:39 WIB
loading...
Permentan No 01/2018...
Penetapan Harga Tandan Buah Segar (TBS) pekebun dipersoalkan sejumlah pihak. Sebagian petani sawit minta Permentan 01 Tahun 2018 direvisi.
A A A
JAKARTA - Penetapan Harga Tandan Buah Segar (TBS) pekebun dipersoalkan sejumlah pihak. Sebagian petani sawit minta Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) 01 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Produksi Pekebun ini direvisi.

Namun sebagian petani sawit lainnya menegaskan bahwa aturan tersebut sudah cukup ideal karena keberadaannya melindungi TBS petani. “Kami selama ini nyaman dengan adanya Permentan 01/2018 ini,” kata Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (Aspekpir) Setiyono ketika dihubungi Sabtu (3/9/2022).

Menurut Setiyono, kalaupun Permentan tersebut direvisi tidak akan bisa mengakomodir petani swadaya. Sebab Permentan tersebut memang mengatur soal kemitraan antara petani dengan perusahaan.

(Baca juga:Gapki Ungkap Biang Keladi Anjloknya Harga TBS Sawit)

Jika petani swadaya ingin diakomodir dalam Permentan 01/2018, kata Setiyono, mereka harus bermitra dan membentuk lembaga terlebih dahulu.

“Yang bisa masuk dalam Permentan 01/2018 itu kan harus bermitra dan berlembaga. Kalau tidak bermitra dan berlembaga, bagaimana caranya menetapkan harganya?. Tapi kalau petani swadaya tidak mau bermitra ya (pemerintah) harus bikin aturan tersendiri,” kata Setiyono.

Namun kalau Permentan No 01/2018 ini akan direvisi, harus ditelaah sebaik mungkin. “Jangan sampai menyelesaikan satu masalah, tapi menimbulkan masalah lain. Permentan 01/2018 itu semangatnya memang kemitraan, bukan untuk (petani) swadaya,” katanya.

(Baca juga:Harga TBS Terjun Bebas, Petani Sawit di Riau Menjerit)

Pengamat industri sawit Prof Dr Ponten Naibaho, menyampaikan bahwa Permentan No 01 Tahun 2018 sebagai dasar mekanisme penetapan harga pembelian TBS produksi pekebun masih relevan digunakan saat ini.

Guru Besar Universitas Sumatera Utara (USU) ini menjelaskan bahwa permentan ini sebagai upaya melindungi pekebun kelapa sawit dan pabrik kelapa sawit (PKS). Pekebun kelapa sawit sebagai jaminan pembelian TBSnya, sedangkan bagi PKS sebagai jaminan pasokan bahan baku sebagai kelangsungan industrinya.

“Jelas penetapan harga dalam permentan ini berlaku untuk semua pekebun tanpa pengecualian. Jadi tidak ada diskriminasi,” kata Ponten ketika dihubungi, Sabtu (3/9/2022).

Menurut sebagian petani kelapa sawit hal yang menjadi polemik dalam Permentan ada dalam Pasal 4 ayat (1). Isinya berbunyi bahwa Perusahaan Perkebunan membeli TBS produksi Pekebun mitra melalui Kelembagaan Pekebun untuk diolah dan dipasarkan sesuai dengan perjanjian kerjasama secara tertulis yang diketahui oleh bupati/walikota atau gubernur sesuai dengan kewenangan. Pasal tersebut dianggap menjadi kendala di lapangan.

(Baca juga:Dongkrak Harga TBS, DMO dan DPO Sawit Perlu Segera Dicabut)

Menyikapi hal ini, Ponten menjelaskan bahwa pemahaman pekebun mitra dalam pasal dimaksud, dimaknai sebagai pekebun yang melakukan kemitraan, kesepakatan atau perjanjian kerjasama tertulis dengan PKS.

“Bukan hanya pekebun plasma yang TBS-nya bisa dibeli PKS, pekebun swadaya juga bisa, sepanjang tergabung dalam Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) atau kelembagaan pekebun, tentu dengan ikatan perjanjian kerjasama tertulis yang diketahui oleh bupati/wali kota atau gubernur sesuai kewenangan,” ungkap Ponten.

Ponten menekankan, perlu adanya pemahaman dan penafsiran yang sama terhadap pemaknaan norma-norma yang berlaku di Permentan 01 tahun 2018 ini. Permentan ini menjelaskan definisi pekebun secara umum, tidak ada diskriminasi terhadap pekebun swadaya, sepanjang TBS pekebun swadaya memenuhi kriteria dalam permentan. Sehingga, kata dia, sebenarnya tidak perlu merevisi Permentan tersebut.

“Kewajiban perusahaan perkebunan harus melakukan kemitraan usaha atas dasar saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, serta saling memperkuat dan saling ketergantungan dengan pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar perkebunan. Prinsip ini diatur dalam Pasal 57 UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, yang perlu dimasifkan adalah pengawasan Pemerintah,” jelas dia.

Lebih lanjut Ponten menegaskan, Permentan 01 tahun 2018 telah memenuhi kaidah hukum keperdataan mengenai jual-beli. Jual beli merupakan hubungan perdata, salah satunya harus ada kesepakatan dan tidak bisa juga dipaksakan kalau tidak ada perjanjiannya.

“Permentan 01 Tahun 2018 pada prinsipnya untuk mengatur tata niaga TBS pekebun sawit dengan perjanjian bahwa TBS sebagai komoditas harus memenuhi persyaratan bahan baku PKS. Jika TBS yang diterima tidak sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam perjanjian maka PKS berhak menolak.
(dar)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1012 seconds (0.1#10.140)