Harga BBM Naik, Analis Beberkan Dampaknya ke Bisnis Telekomunikasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah akhirnya memutuskan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada Sabtu (3/9) siang.
Rinciannya, harga Pertalite naik dari Rp7.650 jadi Rp10.000 per liter, solar dari Rp5.150 jadi Rp6.800 per liter dan Pertamax dari Rp12.500 jadi Rp14.500 per liter.
Kenaikan harga BBM diprediksi bisa mendorong kenaikan inflasi dan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Meski begitu, analis pasar modal PT Mandiri Sekuritas Henry Tedja menilai dampaknya cukup terkendali bagi bisnis perusahaan menara telekomunikasi seperti PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel.
Prediksi itu dikarenakan MTEL memiliki kontrak jangka panjang dengan perusahaan telekomunikasi yang mempunyai neraca keuangan yang kuat, terutama setelah dilakukan konsolidasi di industri.
Secara struktur biaya, kata Henry, industri menara yang bersifat padat modal juga memiliki pengeluaran yang relatif tetap.
“Hal ini tercermin dari pendapatan sebelum bunga, pajak depresiasi dan amortisasi (EBITDA) margin perusahaan menara yang cukup tinggi di kisaran 80% termasuk Mitratel. Karena itu kami melihat dampak kenaikan harga BBM terhadap kinerja perusahaan relatif terbatas,” ujarnya, Rabu (7/9/2022).
Meski begitu, dia mengingatkan kenaikan harga BBM bisa berpengaruh terhadap valuasi atau harga saham perusahaan.
Pasalnya, valuasi perusahaan menara seperti Mitratel, cenderung berbanding terbalik dengan inflasi atau suku bunga. Hal ini karena relatif tingginya leverage yang dimiliki oleh perusahaan menara. Meskipun demikian, posisi Mitratel cukup baik mengingat tingkat leverage-nya di bawah rata-rata industri.
“Akibatnya, kenaikan inflasi atau suku bunga akan memiliki pengaruh bagi saham industri menara telekomunikasi,” tuturnya.
Rinciannya, harga Pertalite naik dari Rp7.650 jadi Rp10.000 per liter, solar dari Rp5.150 jadi Rp6.800 per liter dan Pertamax dari Rp12.500 jadi Rp14.500 per liter.
Kenaikan harga BBM diprediksi bisa mendorong kenaikan inflasi dan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Meski begitu, analis pasar modal PT Mandiri Sekuritas Henry Tedja menilai dampaknya cukup terkendali bagi bisnis perusahaan menara telekomunikasi seperti PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel.
Prediksi itu dikarenakan MTEL memiliki kontrak jangka panjang dengan perusahaan telekomunikasi yang mempunyai neraca keuangan yang kuat, terutama setelah dilakukan konsolidasi di industri.
Secara struktur biaya, kata Henry, industri menara yang bersifat padat modal juga memiliki pengeluaran yang relatif tetap.
“Hal ini tercermin dari pendapatan sebelum bunga, pajak depresiasi dan amortisasi (EBITDA) margin perusahaan menara yang cukup tinggi di kisaran 80% termasuk Mitratel. Karena itu kami melihat dampak kenaikan harga BBM terhadap kinerja perusahaan relatif terbatas,” ujarnya, Rabu (7/9/2022).
Meski begitu, dia mengingatkan kenaikan harga BBM bisa berpengaruh terhadap valuasi atau harga saham perusahaan.
Pasalnya, valuasi perusahaan menara seperti Mitratel, cenderung berbanding terbalik dengan inflasi atau suku bunga. Hal ini karena relatif tingginya leverage yang dimiliki oleh perusahaan menara. Meskipun demikian, posisi Mitratel cukup baik mengingat tingkat leverage-nya di bawah rata-rata industri.
“Akibatnya, kenaikan inflasi atau suku bunga akan memiliki pengaruh bagi saham industri menara telekomunikasi,” tuturnya.