Ekonom: Pemangkasan Biaya Sewa Aplikasi Ojol Bisa Berdampak Luas

Senin, 19 September 2022 - 16:31 WIB
loading...
Ekonom: Pemangkasan Biaya Sewa Aplikasi Ojol Bisa Berdampak Luas
Pemangkasan besaran biaya sewa aplikasi ojek online menjadi 15% dari semula 20% dinilai perlu dikaji ulang terkait dampaknya bagi kelangsungan industri tersebut. Foto/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Langkah Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menetapkan besaran biaya sewa aplikasi ojek online (ojol) menjadi 15% dari semula 20% dinilai perlu dipertimbangkan kembali. Sebab, pemangkasan tersebut berdampak pada keberlangsungan industrinya.

Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah mengatakan, pemangkasan maksimal biaya sewa aplikasi ini perlu dikaji kembali dampaknya. "Di satu sisi tarifnya naik, sementara di sisi lain biaya sewa aplikasi mereka turun. Ini cukup berbahaya bagi keberlangsungan industrinya," kata Piter, Senin (19/9/2022).



Biaya sewa aplikasi ojol tersebut antara lain digunakan untuk pengembangan dan pemeliharaan teknologi, biaya sales, marketing, promosi kepada pelanggan, termasuk juga insentif kepada mitra driver serta inovasi lainnya.

Senada dengan Piter, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan biaya sewa aplikasi ojol ini punya fungsi yang penting dan berpotensi mempersempit ruang aplikator untuk terus menjaga kualitas dan pengembangan layanannya.

"Aplikator ini berada dalam situasi yang sulit. Di satu sisi, mereka harus memberikan pelayanan kepada konsumen dan di sisi lain juga harus memberikan nilai tambah bagi mitra driver. Karena itu, kalau biaya sewa aplikasi ini dikurangi, maka akan menyebabkan beberapa layanan yang sudah dibuat aplikator menjadi tidak maksimal. Biarkan saja aplikator ini menentukan sendiri besaran biaya sewa aplikasinya,” ujarnya.

Dia menambahkan, dampak signifikan dari pemangkasan biaya sewa aplikasi ojol ini adalah menurunkan benefit untuk konsumen, seperti layanan, promo, dan sebagainya. Hal itu tentu bisa menurunkan minat masyarakat untuk menggunakan ride hailing.

Sebagai contoh perlindungan konsumen seperti asuransi, layanan fitur bantuan, teknologi yang membantu melindungi kerahasiaan data pribadi dan contoh lain yang menunjang operasional pengendara dalam menjamin kepuasan konsumen. Penurunan biaya menurutnya akan sangat mempengaruhi kemampuan aplikator untuk mengembangkan fitur-fitur tersebut.

"Ketika benefit berkurang, permintaan terhadap ojek online otomatis akan menurun juga. Jika ini terjadi, maka akan berbahaya bagi mitra driver karena pendapatan mereka berkurang. Inilah mengapa pemangkasan biaya sewa aplikator ojol bisa berdampak luas dan imbasnya ke jutaan orang yang mata pencahariannya bergantung pada ojol ini," imbuhnya.



Menurutnya, adanya pemotongan biaya sewa aplikasi ojol ini bisa menjadi kontradiktif bagi mitra driver. Para mitra berharap kenaikan tarif akan diikuti dengan peningkatan pendapatan, namun justru yang terjadi konsumen yang menggunakan jasanya menurun.

Pemangkasan biaya sewa aplikasi ojol juga dinilai bisa berimbas pada kelangsungan industri ride-hailing di dalam negeri. Di beberapa negara, kasus serupa cukup berimbas terhadap industri ride-hailing, seperti yang terjadi di Tanzania April 2022 lalu. Saat itu pemerintah pengatur biaya komisi dari 25% ke 15%. Karena pendapatan dari komisi tidak bisa menutup biaya operasional, Uber akhirnya berhenti beroperasi di negara tersebut. Kompetitornya, Bolt juga menghentikan layanan ride-hailing ke pelanggan dan hanya memberikan layanan ke korporat.

"Jangan sampai hal itu terjadi di Indonesia. Jadi intinya adalah biarlah aplikator yang menentukan biaya sewa atau komisi aplikasi. Dengan begitu, nantinya biaya ini bisa digunakan untuk layanan yang lebih baik ke konsumen, inovasi yang lebih keren, asuransi yang memberikan rasa aman, dan campaign-campaign yang bisa menyejahterakan mitra driver," tandasnya.
(fai)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2462 seconds (0.1#10.140)