Kena Sanksi, Rusia Justru Raup Cuan Dobel dari Ekspor Gas ke UE
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sanksi Barat yang ditujukan untuk merusak industri gas Rusia justri memiliki efek sebaliknya. Berkat meroketnya harga energi, raksasa gas dari Rusia, Gazprom, justru memperoleh keuntungan dobel dibanding tahun sebelumnya.
Sementara, akibat sanksi, gas yang dipasok Rusia ke Eropa turun tajam. Oliver Hortay, Kepala Penelitian Kebijakan Energi dan Iklim di sebuah lembaga think tank Hungaria menyebutkan, Gazprom mengirimkan gas 43% lebih sedikit ke Eropa tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya.
"Karena harga rata-rata naik tiga kali lipat, pendapatan ekspor perusahaan (Gazprom) dari Eropa akan meningkat dari USD53 miliar menjadi USD100 miliar," tulisnya di halaman Facebook-nya pekan lalu.
Postingan tersebut menggemakan laporan baru-baru ini di Financial Times, yang mengatakan bahwa harga gas yang lebih tinggi justru membantu keseimbangan Gazprom yang terpaksa menurunkan pengiriman gasnya ke UE. Menurut surat kabar tersebut, perusahaan energi utama saat ini memasok sekitar 84 juta meter kubik gas ke pelanggan Eropa melalui Ukraina dan Turki per hari, jauh dibandingkan dengan rata-rata tahun lalu yang mencapai 480 juta meter kubik.
"Penurunan pasokan melalui pipa Nord Stream 1 karena masalah teknis yang disebabkan oleh sanksi, diperkirakan akan mendorong harga tahun ini menjadi rata-rata tiga kali lipat dari tahun 2021," ungkap analis BCS Global Markets Ron Smith, Jumat (17/9) lalu.
Dia menambahkan bahwa itu akan meningkatkan total pendapatan perusahaan Rusia sebesar 85% menjadi USD100 miliar. Menurut perkiraan ahli, pada tahun 2022 Gazprom akan mengekspor gas 43% lebih sedikit tetapi dengan harga rata-rata USD1.000 per meter kubik.
Pada akhir Agustus, perusahaan energi utama Rusia itu mengungkapkan bahwa mereka telah memperoleh laba bersih USD41,75 miliar (sekitar Rp617 triliun pada kurs Rp14.800 per USD) pada paruh pertama tahun 2022. Capaian itu meroket dibandingkan dengan USD29 miliar untuk keseluruhan tahun 2021.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
Sementara, akibat sanksi, gas yang dipasok Rusia ke Eropa turun tajam. Oliver Hortay, Kepala Penelitian Kebijakan Energi dan Iklim di sebuah lembaga think tank Hungaria menyebutkan, Gazprom mengirimkan gas 43% lebih sedikit ke Eropa tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya.
"Karena harga rata-rata naik tiga kali lipat, pendapatan ekspor perusahaan (Gazprom) dari Eropa akan meningkat dari USD53 miliar menjadi USD100 miliar," tulisnya di halaman Facebook-nya pekan lalu.
Postingan tersebut menggemakan laporan baru-baru ini di Financial Times, yang mengatakan bahwa harga gas yang lebih tinggi justru membantu keseimbangan Gazprom yang terpaksa menurunkan pengiriman gasnya ke UE. Menurut surat kabar tersebut, perusahaan energi utama saat ini memasok sekitar 84 juta meter kubik gas ke pelanggan Eropa melalui Ukraina dan Turki per hari, jauh dibandingkan dengan rata-rata tahun lalu yang mencapai 480 juta meter kubik.
"Penurunan pasokan melalui pipa Nord Stream 1 karena masalah teknis yang disebabkan oleh sanksi, diperkirakan akan mendorong harga tahun ini menjadi rata-rata tiga kali lipat dari tahun 2021," ungkap analis BCS Global Markets Ron Smith, Jumat (17/9) lalu.
Dia menambahkan bahwa itu akan meningkatkan total pendapatan perusahaan Rusia sebesar 85% menjadi USD100 miliar. Menurut perkiraan ahli, pada tahun 2022 Gazprom akan mengekspor gas 43% lebih sedikit tetapi dengan harga rata-rata USD1.000 per meter kubik.
Pada akhir Agustus, perusahaan energi utama Rusia itu mengungkapkan bahwa mereka telah memperoleh laba bersih USD41,75 miliar (sekitar Rp617 triliun pada kurs Rp14.800 per USD) pada paruh pertama tahun 2022. Capaian itu meroket dibandingkan dengan USD29 miliar untuk keseluruhan tahun 2021.
Lihat Juga: Negara Pendiri BRICS yang Mulai Ragu Tinggalkan Dolar AS, Salah Satunya Musuh Amerika Serikat
(fai)