Tanpa Gas Rusia, Eropa Bisa Kehilangan Kontribusi Rp1.209 Triliun dari Industri Baja
loading...
A
A
A
GENK - Biaya energi yang melonjak imbas perang Rusia Ukraina telah memaksa produsen baja memangkas produksi di seluruh daratan Eropa. Skenario terburuk dari dampak krisis gas Eropa yakni memicu penutupan pabrik secara massal untuk sektor ini yang mempekerjakan lebih dari 300.000 orang dan menyumbang puluhan miliar euro untuk ekonomi di kawasan.
Bahkan dengan empat turbin angin dan lebih dari 50.000 panel surya yang berlokasi di Belgia timur, pembuat baja tahan karat Aperam terpaksa menghentikan produksi karena lonjakan harga energi. Biaya tagihan energi yang semakin mahal membuat perusahaan sulit menjaga produksi.
Pihak perusahaan mengibaratkan biaya energi dalam sebulan saat ini setara dengan yang mereka bayarkan untuk waktu satu tahun pada periode sebelum perang. Dampak dari lonjakan harga energi, membuat Aperam menghentikan fasilitas yang biasanya akan melelehkan skrap baja tahan karat dan mengubahnya menjadi lempengan raksasa dan mempekerjakan sekitar 300 pekerja.
"Kami memiliki rencana sementara untuk mengatasi beberapa periode tertentu, tetapi ini tidak dapat bertahan selama bertahun-tahun," kata Chief Aperam Eropa, Bernard Hallemans kepada Reuters.
"Jika ini (terjadi), kita akan melihat deindustrialisasi sektor-sektor seperti kami dan Eropa juga akan bergantung pada impor untuk logam dasar yang kami hasilkan," jelasnya.
Pemeliharaan rutin di musim panas, biasanya akan membatasi produksi sekitar 80% dari kapasitas. Tetapi Hallemans mengatakan angka tersebut menjadi sekitar 50% sejak akhir Juni, setelah Rusia secara tajam memotong pasokan gas ke Eropa, lalu membuat harga energi yang sudah meningkat ke rekor baru.
Impor ke Eropa, sebagian besar berasal dari Asia di mana harga energi jauh lebih rendah tetapi jejak karbon lebih tinggi, mengalami peningkatan dari 20-25% pada tahun 2020 dan 2021 menjadi 40% tahun ini. Lalu terus memuncak pada level sekitar 50% dalam beberapa minggu terakhir.
Hallemans mengatakan, Eropa harus memberikan jawaban. Menurut laporan McKinsey tahun lalu, baja menyumbang sekitar USD80,97 miliar setara dengan Rp1.209 triliun (Kurs Rp14.943/USD) untuk menjadi nilai tambah langsung ke perekonomian kawasan, dan secara langsung mempekerjakan 330.000 orang.
Komisi Eropa mengatakan langkah-langkah proteksi perdagangan UE melindungi 195.000 pekerjaan di industri baja pada tahun 2021, meskipun para kritikus mengatakan kesenjangan biaya energi sekarang sangat tinggi sehingga impor bisa lebih murah bahkan dengan tarif tambahan.
Di bidang energi, Uni Eropa telah gagal menyepakati batas harga gas, tetapi mendukung rencana untuk mendistribusikan kelebihan pendapatan dari produsen kepada pengguna.
Hallemans mengatakan, potensi pembayaran yang akan diterima oleh produsen seperti Aperam tidak jelas dan bisa tertunda berbulan-bulan, ketika harga energi sangat tinggi saat Aperam berusaha mengikat pelanggan dengan kontrak tahunan.
Bahkan dengan empat turbin angin dan lebih dari 50.000 panel surya yang berlokasi di Belgia timur, pembuat baja tahan karat Aperam terpaksa menghentikan produksi karena lonjakan harga energi. Biaya tagihan energi yang semakin mahal membuat perusahaan sulit menjaga produksi.
Pihak perusahaan mengibaratkan biaya energi dalam sebulan saat ini setara dengan yang mereka bayarkan untuk waktu satu tahun pada periode sebelum perang. Dampak dari lonjakan harga energi, membuat Aperam menghentikan fasilitas yang biasanya akan melelehkan skrap baja tahan karat dan mengubahnya menjadi lempengan raksasa dan mempekerjakan sekitar 300 pekerja.
"Kami memiliki rencana sementara untuk mengatasi beberapa periode tertentu, tetapi ini tidak dapat bertahan selama bertahun-tahun," kata Chief Aperam Eropa, Bernard Hallemans kepada Reuters.
"Jika ini (terjadi), kita akan melihat deindustrialisasi sektor-sektor seperti kami dan Eropa juga akan bergantung pada impor untuk logam dasar yang kami hasilkan," jelasnya.
Pemeliharaan rutin di musim panas, biasanya akan membatasi produksi sekitar 80% dari kapasitas. Tetapi Hallemans mengatakan angka tersebut menjadi sekitar 50% sejak akhir Juni, setelah Rusia secara tajam memotong pasokan gas ke Eropa, lalu membuat harga energi yang sudah meningkat ke rekor baru.
Impor ke Eropa, sebagian besar berasal dari Asia di mana harga energi jauh lebih rendah tetapi jejak karbon lebih tinggi, mengalami peningkatan dari 20-25% pada tahun 2020 dan 2021 menjadi 40% tahun ini. Lalu terus memuncak pada level sekitar 50% dalam beberapa minggu terakhir.
Hallemans mengatakan, Eropa harus memberikan jawaban. Menurut laporan McKinsey tahun lalu, baja menyumbang sekitar USD80,97 miliar setara dengan Rp1.209 triliun (Kurs Rp14.943/USD) untuk menjadi nilai tambah langsung ke perekonomian kawasan, dan secara langsung mempekerjakan 330.000 orang.
Komisi Eropa mengatakan langkah-langkah proteksi perdagangan UE melindungi 195.000 pekerjaan di industri baja pada tahun 2021, meskipun para kritikus mengatakan kesenjangan biaya energi sekarang sangat tinggi sehingga impor bisa lebih murah bahkan dengan tarif tambahan.
Di bidang energi, Uni Eropa telah gagal menyepakati batas harga gas, tetapi mendukung rencana untuk mendistribusikan kelebihan pendapatan dari produsen kepada pengguna.
Hallemans mengatakan, potensi pembayaran yang akan diterima oleh produsen seperti Aperam tidak jelas dan bisa tertunda berbulan-bulan, ketika harga energi sangat tinggi saat Aperam berusaha mengikat pelanggan dengan kontrak tahunan.
(akr)