Coffee House Kian Menjamur, Bagaimana Prospek Pasar Kopi Susu Nabati?
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kian menjamurnya coffee house alias kedai kopi di Indonesia dalam lima tahun terakhir membuat varian minuman kopi juga semakin beragam. Konsumen jadi punya lebih banyak pilihan, mulai dari kopi espresso hingga latte alias kopi susu.
Bahkan, kini varian kopi susu nabati juga mulai ditawarkan seiring tren gaya hidup sehat dan meningkatnya permintaan produk plant based.
Mengutip laporan Grand View Research, pasar minuman nabati global diperkirakan akan mencapai USD71,83 miliar pada tahun 2030.
Terjadi peningkatan signifikan dalam pertumbuhan industri global seiring konsep veganisme yang kian menonjol di sejumlah negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Jerman, Italia, Prancis, dan Kanada.
Minuman susu nabati atau susu vegan dianggap bisa menjadi alternatif pengganti susu sapi lantaran dinilai lebih sehat dan kandungan kalorinya lebih rendah. Jenisnya mulai dari susu kacang kedelai, almond, hingga gandum.
Bagi konsumen yang alergi susu sapi atau sedang diet, susu nabati bisa menjadi pengganti susu sapi untuk dicampurkan dengan kopi.
Direktur Utama dan pemilik 5758 Coffee Lab Adi W Taroepratjeka mengatakan, kenaikan permintaan dan tren menggunakan produk plant based muncul dari banyaknya konsumen yang tidak bisa mencerna susu sapi.
“Saya sendiri sudah sejak beberapa tahun lalu mencari plant based untuk pelanggan kafe yang tidak bisa mengonsumsi susu sapi. Saya mencari cara menyajikan ke pelanggan dengan biaya efisien,” ujarnya di Jakarta, dikutip Rabu (5/10/2022).
Sebagaimana diketahui, harga susu nabati saat ini masih relatif lebih mahal dibanding susu sapi sehingga berpengaruh ke biaya dan harga jual kopi susu nabati di kedai kopi.
Namun, perkara harga ini juga bisa diimbangi dengan presentasi atau tampilan dari produk kopi susu nabati yang akan dijual sehingga lebih menarik dan berkelas dengan rasa yang tetap nikmat. Dalam hal ini, peran barista sangatlah penting.
“Tantangan seorang barista harus tetap bisa menggunakan produk pengganti susu untuk menyajikan minuman yang enak,” ujar pria yang telah berkecimpung di industri kopi selama beberapa dekade itu.
Menurut instruktur Q Grader pertama dari Indonesia itu, saat ini ada pergeseran di mana barista yang tadinya kerjanya hanya mengolah dan menyajikan kopi, kini sudah masuk ke ranah mixologist di mana terdapat persilangan ilmu atau ide-ide untuk mengkreasikan minuman yang lengkap dengan sejarah, cerita atau filosofinya.
“Jadi, sekarang ini konsep barista hanya menyeduh kopi itu sudah nggak ada lagi,” tukas pria kelahiran 21 April 1975.
Adi menambahkan, dengan adanya susu nabati sebagai alternatif pengganti susu sapi untuk campuran kopi, maka konsumen jadi punya lebih banyak pilihan.
“Dulu mungkin hanya segmented karena pilihan tidak banyak. Saat orang tahu dia tidak punya pilihan, dia nggak akan mesen (kopi susu nabati). Tapi begitu dia tahu dia punya pilihan, otomatis demand-nya akan lebih besar,” tuturnya.
Senada, Beverage Influencer dan Coffee Shop Consultant Viki Rahardja meyakini tahun depan tren plant based masih akan menanjak dan punya pasar potensial.
Pemenang Latte Art Champion 2016 itu pun mengimbau kepada para barista untuk terus berinovasi sehingga industri kopi dan barista di Indonesia semakin maju dan berkembang.
“Ciptakan produk yang tidak sekadar enak tapi juga punya potensi pasar, dalam arti bisa dijual dan menarik konsumen,” tandasnya.
Sementara itu, bertepatan dengan Hari Kopi Internasional pada 1 Oktober 2022 lalu, V-Soy menggelar acara final “V-Soy Barista Soylution Competition” di The Tribrata Darmawangsa Jakarta. Sebelumnya, tak kurang 70 barista mendaftar ajang berhadiah total Rp90 juta itu.
Brand Manager V-Soy World Indonesia Evlin Wangsadirja mengatakan, melalui ajang tersebut V-Soy berharap bisa memperluas market B2B (Business to Business) dengan cara memberikan referensi, edukasi, peluang bisnis, yang dipandu oleh figur-figur kopi terpercaya.
Melalui aktivitas dan kampanye ini, V-Soy juga ingin memperkuat brand awareness sebagai susu kedelai yang bisa dijadikan ‘bahan dasar susu plant based’ pada menu-menu kopi, sekaligus penetrasi brand image yang lebih kuat pada market B2C (Business to Consumer).
Adapun tujuan akhirnya adalah memperkenalkan varian V-Soy Low Sugar for Barista kepada para pengusaha kuliner dan kopi (F&B) khususnya barista.
“Low sugar karena tingkat gulanya yang rendah yaitu 2%. Jadi, untuk teman-teman penikmat kopi yang tidak bisa mengonsumsi susu sapi, bisa digantikan dengan V-Soy low sugar ini sehingga aman juga untuk kesehatan,” tuturnya serayamenyebutkanlima varian rasa V-Soy yaitu original, multigrain, cocoa, low sugar dan golden grain.
Adapun pada ajang V-Soy Barista Soylution Competition, dari tiga finalis, Sephta Dwi Christi Yosyeade dinobatkan sebagai juara pertama. Barista di Jijou Coffee & Social di Bandung itu menampilkan minuman kopi bernama ‘The Wind Rises’ yang berbahan dasar kembang tahu.
Adi W Taroepratjeka selaku juri pada ajang tersebut mengaku takjub dengan karya para peserta kompetisi. Tak hanya soal rasa, presentasinya pun menarik dan punya nilai jual.
“Kalau melihat presentasi dari para pemenang ini, saya rasa produk karya mereka kalau dijual di harga Rp50.000-70.000 masih bisa. Cost-nya mungkin tidak setinggi itu tapi harga jual dari sisi presentasi dan ide bisa sangat tinggi,” tuturnya.
“Bagaimanapun juga, hal pertama yang dibeli orang adalah presentasi. Minuman karya mereka tampilannya keren, gaya, Instagramable, kalau orang megang gelasnya kelihatan gaya,” tukas Adi.
Evlin menambahkan, pasca kompetisi ini rencananya para finalis akan menampilkan menunya di coffee shop masing-masing.
“Jadi, yang kami angkat bukan hanya si baristanya tapi kami juga akan mengekspos coffee shop tempat mereka bekerja,” ungkapnya.
Lebih lanjut Evlin menambahkan, meskipun ada kenaikan harga BBM, inflasi dan suku bunga, pihaknya hingga kini masih berupaya menjaga harga produk V-Soy tetap terjangkau bagi konsumen langsung maupun industri F&B. Meski begitu, disadari kenaikan komponen biaya logistik menjadi salah satu tantangan ke depan.
“Untuk saat ini belum ada kenaikan harga. Kita belum tahu ke depannya bagaimana, tapi kami berusaha semaksimal mungkin menjaga harga di market. Kami sebagai distributor di Indonesia maupun principal V-soy di Thailand berusaha menjaga supaya harga di tingkat konsumen tetap terjangkau. Saat ini harga V-Soy bisa dibilang cukup stabil, kalaupun ada kenaikan sebisa mungkin kenaikannya tidak drastis,” tutup Evlin.
Bahkan, kini varian kopi susu nabati juga mulai ditawarkan seiring tren gaya hidup sehat dan meningkatnya permintaan produk plant based.
Mengutip laporan Grand View Research, pasar minuman nabati global diperkirakan akan mencapai USD71,83 miliar pada tahun 2030.
Terjadi peningkatan signifikan dalam pertumbuhan industri global seiring konsep veganisme yang kian menonjol di sejumlah negara maju seperti Inggris, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru, Jerman, Italia, Prancis, dan Kanada.
Minuman susu nabati atau susu vegan dianggap bisa menjadi alternatif pengganti susu sapi lantaran dinilai lebih sehat dan kandungan kalorinya lebih rendah. Jenisnya mulai dari susu kacang kedelai, almond, hingga gandum.
Bagi konsumen yang alergi susu sapi atau sedang diet, susu nabati bisa menjadi pengganti susu sapi untuk dicampurkan dengan kopi.
Direktur Utama dan pemilik 5758 Coffee Lab Adi W Taroepratjeka mengatakan, kenaikan permintaan dan tren menggunakan produk plant based muncul dari banyaknya konsumen yang tidak bisa mencerna susu sapi.
“Saya sendiri sudah sejak beberapa tahun lalu mencari plant based untuk pelanggan kafe yang tidak bisa mengonsumsi susu sapi. Saya mencari cara menyajikan ke pelanggan dengan biaya efisien,” ujarnya di Jakarta, dikutip Rabu (5/10/2022).
Sebagaimana diketahui, harga susu nabati saat ini masih relatif lebih mahal dibanding susu sapi sehingga berpengaruh ke biaya dan harga jual kopi susu nabati di kedai kopi.
Namun, perkara harga ini juga bisa diimbangi dengan presentasi atau tampilan dari produk kopi susu nabati yang akan dijual sehingga lebih menarik dan berkelas dengan rasa yang tetap nikmat. Dalam hal ini, peran barista sangatlah penting.
“Tantangan seorang barista harus tetap bisa menggunakan produk pengganti susu untuk menyajikan minuman yang enak,” ujar pria yang telah berkecimpung di industri kopi selama beberapa dekade itu.
Menurut instruktur Q Grader pertama dari Indonesia itu, saat ini ada pergeseran di mana barista yang tadinya kerjanya hanya mengolah dan menyajikan kopi, kini sudah masuk ke ranah mixologist di mana terdapat persilangan ilmu atau ide-ide untuk mengkreasikan minuman yang lengkap dengan sejarah, cerita atau filosofinya.
“Jadi, sekarang ini konsep barista hanya menyeduh kopi itu sudah nggak ada lagi,” tukas pria kelahiran 21 April 1975.
Adi menambahkan, dengan adanya susu nabati sebagai alternatif pengganti susu sapi untuk campuran kopi, maka konsumen jadi punya lebih banyak pilihan.
“Dulu mungkin hanya segmented karena pilihan tidak banyak. Saat orang tahu dia tidak punya pilihan, dia nggak akan mesen (kopi susu nabati). Tapi begitu dia tahu dia punya pilihan, otomatis demand-nya akan lebih besar,” tuturnya.
Senada, Beverage Influencer dan Coffee Shop Consultant Viki Rahardja meyakini tahun depan tren plant based masih akan menanjak dan punya pasar potensial.
Pemenang Latte Art Champion 2016 itu pun mengimbau kepada para barista untuk terus berinovasi sehingga industri kopi dan barista di Indonesia semakin maju dan berkembang.
“Ciptakan produk yang tidak sekadar enak tapi juga punya potensi pasar, dalam arti bisa dijual dan menarik konsumen,” tandasnya.
Sementara itu, bertepatan dengan Hari Kopi Internasional pada 1 Oktober 2022 lalu, V-Soy menggelar acara final “V-Soy Barista Soylution Competition” di The Tribrata Darmawangsa Jakarta. Sebelumnya, tak kurang 70 barista mendaftar ajang berhadiah total Rp90 juta itu.
Brand Manager V-Soy World Indonesia Evlin Wangsadirja mengatakan, melalui ajang tersebut V-Soy berharap bisa memperluas market B2B (Business to Business) dengan cara memberikan referensi, edukasi, peluang bisnis, yang dipandu oleh figur-figur kopi terpercaya.
Melalui aktivitas dan kampanye ini, V-Soy juga ingin memperkuat brand awareness sebagai susu kedelai yang bisa dijadikan ‘bahan dasar susu plant based’ pada menu-menu kopi, sekaligus penetrasi brand image yang lebih kuat pada market B2C (Business to Consumer).
Adapun tujuan akhirnya adalah memperkenalkan varian V-Soy Low Sugar for Barista kepada para pengusaha kuliner dan kopi (F&B) khususnya barista.
“Low sugar karena tingkat gulanya yang rendah yaitu 2%. Jadi, untuk teman-teman penikmat kopi yang tidak bisa mengonsumsi susu sapi, bisa digantikan dengan V-Soy low sugar ini sehingga aman juga untuk kesehatan,” tuturnya serayamenyebutkanlima varian rasa V-Soy yaitu original, multigrain, cocoa, low sugar dan golden grain.
Adapun pada ajang V-Soy Barista Soylution Competition, dari tiga finalis, Sephta Dwi Christi Yosyeade dinobatkan sebagai juara pertama. Barista di Jijou Coffee & Social di Bandung itu menampilkan minuman kopi bernama ‘The Wind Rises’ yang berbahan dasar kembang tahu.
Adi W Taroepratjeka selaku juri pada ajang tersebut mengaku takjub dengan karya para peserta kompetisi. Tak hanya soal rasa, presentasinya pun menarik dan punya nilai jual.
“Kalau melihat presentasi dari para pemenang ini, saya rasa produk karya mereka kalau dijual di harga Rp50.000-70.000 masih bisa. Cost-nya mungkin tidak setinggi itu tapi harga jual dari sisi presentasi dan ide bisa sangat tinggi,” tuturnya.
“Bagaimanapun juga, hal pertama yang dibeli orang adalah presentasi. Minuman karya mereka tampilannya keren, gaya, Instagramable, kalau orang megang gelasnya kelihatan gaya,” tukas Adi.
Evlin menambahkan, pasca kompetisi ini rencananya para finalis akan menampilkan menunya di coffee shop masing-masing.
“Jadi, yang kami angkat bukan hanya si baristanya tapi kami juga akan mengekspos coffee shop tempat mereka bekerja,” ungkapnya.
Lebih lanjut Evlin menambahkan, meskipun ada kenaikan harga BBM, inflasi dan suku bunga, pihaknya hingga kini masih berupaya menjaga harga produk V-Soy tetap terjangkau bagi konsumen langsung maupun industri F&B. Meski begitu, disadari kenaikan komponen biaya logistik menjadi salah satu tantangan ke depan.
“Untuk saat ini belum ada kenaikan harga. Kita belum tahu ke depannya bagaimana, tapi kami berusaha semaksimal mungkin menjaga harga di market. Kami sebagai distributor di Indonesia maupun principal V-soy di Thailand berusaha menjaga supaya harga di tingkat konsumen tetap terjangkau. Saat ini harga V-Soy bisa dibilang cukup stabil, kalaupun ada kenaikan sebisa mungkin kenaikannya tidak drastis,” tutup Evlin.
(ind)