Dampak Covid-19, Gapmmi Proyeksikan Industri Mamin Tumbuh 4%-5%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Industri makanan dan minuman diperkirakan tumbuh 4%-5% di tahun 2020 akibat pandemi Covid-19. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman mengatakan, industri makanan dan minuman diharapkan bisa mengejar ketertinggalan di semester II/2020 akibat Covid-19 di semester I/2019.
Menurut dia, produk makanan dan minuman menjadi kebutuhan utama dan pertama yang dicari apabila kehidupan mulai normal. "Kita harap masih bisa mengejar ketertinggalan di semester kedua ini, meskipun tahun lalu bisa tumbuh hampir 8%. Dengan harapan dukungan pemerintah bisa diberikan dengan baik dan lancar sehingga kolaborasi pemerintah dan dunia usaha bisa dilakukan dengan baik," ujarnya dalam rapat virtual dengan komisi VI DPR RI, Senin (27/4/2020).
Adhi melanjutkan, sampai Maret 2020, ekspor makanan dan minuman masih menunjukkan peningkatan seperti produk pertanian dan pangan olahan. Sementara di dalam negeri, sektor yang masih bagus penjualannya antara lain susu, bumbu, tepung, minyak goreng, biskuit, dan sebagainya.
"Meskipun penjualan mereka lebih banyak di pasar modern. Sedangkan general trade kebanyakan turun karena banyak toko-toko dan grosir tutup. Ada yang karena dipaksa oleh pemerintah daerah, ada yang ketakutan sendiri. Ada pula yang demandnya tidak ada," jelasnya.
Sementara penjualan makanan dan minuman di pasar online juga meningkat, hanya saja angkanya masih sangat kecil. "Nantinya akan ada perubahan pola gaya hidup di mana masyarakat akan banyak makan masakan rumah dan mengurangi masakan restoran," tuturnya.
Adhi menuturkan, pihaknya melakukan survei kecil bersama anggota Gapmmi terkait perkiraan penjualan. Secara umum, sekitar 71,4% menyatakan perkiraan sales akan turun kurang lebih 20%-40%.
Sementara untuk upah karyawan, sebanyak 50% menyatakan ragu dan tidak yakin dalam menangani upah karyawan dan THR secara utuh. Kemudian 46% menyatakan masih bisa bertahan sampai 5 bulan.
"Kita harap industri makanan dan minuman yang pertama kali pulih karena dibutuhkan sebagai kebutuhkan dasar penduduk Indonesia. Kontribusi industri makanan dan minuman terhadap PDB non-migas sangat signifikan sekitar 36,4%. Kami berharap ketersediaan bahan baku dan izin rekomendasi impor dimudahkan," ungkapnya.
Dia juga berharap industri makanan dan minuman mendapatkan harga gas yang lebih murah untuk meningkatkan daya saing industri. "Keputusan ESDM kemarin ternyata industri makanan dan minuman tidak diberikan. Kami harap bisa diberikan karena penggunaan gas di industri makanan dan minuman sekitar 4,8 juta MMBTU per bulan dengan perkiraaan biaya gas bervariasi sekitar 2-6% dari CoGS," tandasnya.
Menurut dia, produk makanan dan minuman menjadi kebutuhan utama dan pertama yang dicari apabila kehidupan mulai normal. "Kita harap masih bisa mengejar ketertinggalan di semester kedua ini, meskipun tahun lalu bisa tumbuh hampir 8%. Dengan harapan dukungan pemerintah bisa diberikan dengan baik dan lancar sehingga kolaborasi pemerintah dan dunia usaha bisa dilakukan dengan baik," ujarnya dalam rapat virtual dengan komisi VI DPR RI, Senin (27/4/2020).
Adhi melanjutkan, sampai Maret 2020, ekspor makanan dan minuman masih menunjukkan peningkatan seperti produk pertanian dan pangan olahan. Sementara di dalam negeri, sektor yang masih bagus penjualannya antara lain susu, bumbu, tepung, minyak goreng, biskuit, dan sebagainya.
"Meskipun penjualan mereka lebih banyak di pasar modern. Sedangkan general trade kebanyakan turun karena banyak toko-toko dan grosir tutup. Ada yang karena dipaksa oleh pemerintah daerah, ada yang ketakutan sendiri. Ada pula yang demandnya tidak ada," jelasnya.
Sementara penjualan makanan dan minuman di pasar online juga meningkat, hanya saja angkanya masih sangat kecil. "Nantinya akan ada perubahan pola gaya hidup di mana masyarakat akan banyak makan masakan rumah dan mengurangi masakan restoran," tuturnya.
Adhi menuturkan, pihaknya melakukan survei kecil bersama anggota Gapmmi terkait perkiraan penjualan. Secara umum, sekitar 71,4% menyatakan perkiraan sales akan turun kurang lebih 20%-40%.
Sementara untuk upah karyawan, sebanyak 50% menyatakan ragu dan tidak yakin dalam menangani upah karyawan dan THR secara utuh. Kemudian 46% menyatakan masih bisa bertahan sampai 5 bulan.
"Kita harap industri makanan dan minuman yang pertama kali pulih karena dibutuhkan sebagai kebutuhkan dasar penduduk Indonesia. Kontribusi industri makanan dan minuman terhadap PDB non-migas sangat signifikan sekitar 36,4%. Kami berharap ketersediaan bahan baku dan izin rekomendasi impor dimudahkan," ungkapnya.
Dia juga berharap industri makanan dan minuman mendapatkan harga gas yang lebih murah untuk meningkatkan daya saing industri. "Keputusan ESDM kemarin ternyata industri makanan dan minuman tidak diberikan. Kami harap bisa diberikan karena penggunaan gas di industri makanan dan minuman sekitar 4,8 juta MMBTU per bulan dengan perkiraaan biaya gas bervariasi sekitar 2-6% dari CoGS," tandasnya.
(ind)