Wawancara CEO Atalian Global Services Indonesia, Yohanes Jeffry Johary: Manajemen Fasilitas Menjadi Solusi
loading...
A
A
A
Apa saja transformasi yang dilakukan?
Syarat di industri 4.0 itu antara lain, interconnectivity, automation, machine learning, dan real time data. Transformasi yang kami lakukan di infrastruktur dan sebagai enabler untuk customer. Mesti memikirkan teknologi apa yang pas buat costumer. Kami masih progres untuk hal ini bersama para teknisi IT. Kemungkinan selesai November nanti.
Itu dari sisi infrastruktur. Untuk teknologinya, kami kerja sama dengan innovation hub di Singapura dan Thailand. Nantinya mereka yang mencari vendor untuk membangun teknologi sesuai kebutuhan kami. Jadi enggak harus kami yang membangun, karena kami bukan software house.
Ketika merubah seluruh organisasi, sistem, proses supaya mampu adaptif di industri 4.0, kami juga harus mikirin sumber dayanya. Makanya, kurikulum diubah. Beda di kantor dengan di lapangan. Kalau di lapangan, mereka mesti tahu customer, tahu servis yang lain dan paham gunakan aplikasi. Kalau ini sudah jalan, lebih kencang lagi proses ke depan.
Yang paling penting adalah apa yang jadi kebutuhan klien. Tim kami bisa meredesain berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Makanya kami perkuat IT, learning & development, security excellent juga. Karena ketika ketemu klien, mereka yang lebih paham kondisi dan solusinya.
(Baca juga:Wawancara Khusus Founder & CEO Suryanesia Rheza Adhihusada: Efisiensi Biaya Listrik melalui Pemanfaatan Tenaga Surya)
Seperti apa konsep kurikulumnya?
Dengan kurikulum, mereka tidak diajarkan hanya untuk spesifik keahlian satu bidang saja, misalnya kebersihan, keamanan atau office support. Mereka juga belajar bagaimana memahami customer, paham teknologi, beradaptasi dengan aplikasi. Jadi ada soft skill, termasuk belajar tentang technology solution.
Kapan target transformasi ini bakal selesai?
Selama ini yang dijalani sampai dengan 2022, semua transformasi sudah selesai. Transformasi mengenai organisasi selesai di kuartalI/2022. Sistem infrastruktur sudah dimulai tahun lalu.
Sejak di kuartal kedua tahun ini, kami sudah mulai people transformation. Targetnya, pertengahan tahun depan sudah selesai. Teknologi bisa berubah, tapi orang-orangnya kan butuh waktu untuk menyesuaikan. Ini yang lagi disiapkan.
Melalui strategi itu, apakah cukup sesuai dengan kondisi ekosistem industri di Indonesia, termasuk dari aspek budgeting dan lainnya?
Itu yang saya juga pikirkan. Belajar dari pandemi dan kondisi geografis Indonesia yang sering terjadi bencana, tentu biaya sosial ekonominya besar banget. Selain itu, geopolitik yang tidak bisa dikontrol. Contohnya invasi Rusia ke Ukraina. Ini mengakibatkan customer kami susah dan anggarannya terbatas. Kalau kami mintanya cara tradisional di facility service, kami enggak akan bisa survive karena customer selalu kualitas tinggi. Mereka juga minta compliancedan efisiensi. Kalau menjalani itu semua, ujungnya nanti akan ke biaya. Kami tidak mungkin kurangi terus operator karena dampaknya ke kualitas.
Hal ini sudah diantisipasi sejak 1,5 tahun lalu. Makanya penting buat kami transformasi di organisasi dan sistem proses infrastrukturnya menuju digital. Digitalisasi tidak hanya di teknologi saja, tapi juga di business enabler. Kami bisa menggunakan solusi teknologi itu untuk meredesain operasional di tempat customer. Misalnya, mengurangi operator dengan menerapkan teknologi Atalian Intelligence Video Management. Jadi tidak perlu ada banyak operator. Melalui digital, bisa kirim pesan ke petugas keamanan terdekat untuk ambil tindakan.
Syarat di industri 4.0 itu antara lain, interconnectivity, automation, machine learning, dan real time data. Transformasi yang kami lakukan di infrastruktur dan sebagai enabler untuk customer. Mesti memikirkan teknologi apa yang pas buat costumer. Kami masih progres untuk hal ini bersama para teknisi IT. Kemungkinan selesai November nanti.
Itu dari sisi infrastruktur. Untuk teknologinya, kami kerja sama dengan innovation hub di Singapura dan Thailand. Nantinya mereka yang mencari vendor untuk membangun teknologi sesuai kebutuhan kami. Jadi enggak harus kami yang membangun, karena kami bukan software house.
Ketika merubah seluruh organisasi, sistem, proses supaya mampu adaptif di industri 4.0, kami juga harus mikirin sumber dayanya. Makanya, kurikulum diubah. Beda di kantor dengan di lapangan. Kalau di lapangan, mereka mesti tahu customer, tahu servis yang lain dan paham gunakan aplikasi. Kalau ini sudah jalan, lebih kencang lagi proses ke depan.
Yang paling penting adalah apa yang jadi kebutuhan klien. Tim kami bisa meredesain berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Makanya kami perkuat IT, learning & development, security excellent juga. Karena ketika ketemu klien, mereka yang lebih paham kondisi dan solusinya.
(Baca juga:Wawancara Khusus Founder & CEO Suryanesia Rheza Adhihusada: Efisiensi Biaya Listrik melalui Pemanfaatan Tenaga Surya)
Seperti apa konsep kurikulumnya?
Dengan kurikulum, mereka tidak diajarkan hanya untuk spesifik keahlian satu bidang saja, misalnya kebersihan, keamanan atau office support. Mereka juga belajar bagaimana memahami customer, paham teknologi, beradaptasi dengan aplikasi. Jadi ada soft skill, termasuk belajar tentang technology solution.
Kapan target transformasi ini bakal selesai?
Selama ini yang dijalani sampai dengan 2022, semua transformasi sudah selesai. Transformasi mengenai organisasi selesai di kuartalI/2022. Sistem infrastruktur sudah dimulai tahun lalu.
Sejak di kuartal kedua tahun ini, kami sudah mulai people transformation. Targetnya, pertengahan tahun depan sudah selesai. Teknologi bisa berubah, tapi orang-orangnya kan butuh waktu untuk menyesuaikan. Ini yang lagi disiapkan.
Melalui strategi itu, apakah cukup sesuai dengan kondisi ekosistem industri di Indonesia, termasuk dari aspek budgeting dan lainnya?
Itu yang saya juga pikirkan. Belajar dari pandemi dan kondisi geografis Indonesia yang sering terjadi bencana, tentu biaya sosial ekonominya besar banget. Selain itu, geopolitik yang tidak bisa dikontrol. Contohnya invasi Rusia ke Ukraina. Ini mengakibatkan customer kami susah dan anggarannya terbatas. Kalau kami mintanya cara tradisional di facility service, kami enggak akan bisa survive karena customer selalu kualitas tinggi. Mereka juga minta compliancedan efisiensi. Kalau menjalani itu semua, ujungnya nanti akan ke biaya. Kami tidak mungkin kurangi terus operator karena dampaknya ke kualitas.
Hal ini sudah diantisipasi sejak 1,5 tahun lalu. Makanya penting buat kami transformasi di organisasi dan sistem proses infrastrukturnya menuju digital. Digitalisasi tidak hanya di teknologi saja, tapi juga di business enabler. Kami bisa menggunakan solusi teknologi itu untuk meredesain operasional di tempat customer. Misalnya, mengurangi operator dengan menerapkan teknologi Atalian Intelligence Video Management. Jadi tidak perlu ada banyak operator. Melalui digital, bisa kirim pesan ke petugas keamanan terdekat untuk ambil tindakan.