Wawancara CEO Atalian Global Services Indonesia, Yohanes Jeffry Johary: Manajemen Fasilitas Menjadi Solusi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Era teknologi digital mendorong perubahan besar dalam berbagai lingkup bisnis. Terlebih ketika pandemi Covid-19 yang semakin memacu tren digitalisasi semakin cepat. Tak terkecuali industri jasa layanan yang dibangun Atalian Global Services Indonesia. Melalui transformasi yang dilakukan, perusahaan berbenah dengan mengembangkan manajemen fasilitas. Tak lagi sekadar hanya jasa fasilitas seperti cleaning service, security, office support seperti perusahaan jasa layanan pada umumnya.
“Kami melihat ke depan tidak cukup hanya fokus di facility service. Kami di sini melihat masa depan bisnis ini ada di facility management. Apalagi dengan adanya pandemi yang telah mengakselerasi banyak hal. Maka itulah kami melakukan proses transformasi besar-besaran,” tutur CEO Atalian Global Services Indonesia Yohanes Jeffry Johary saat bincang santai dengan KORAN SINDO dan Sindonews.com di kantornya, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Meski baru menahkodai perusahaan sejak Mei 2021, ia perlahan mewujudkan misi transformasi mulai dari infrastruktur hingga mencakup tenaga kerja. Berikut petikan wawancara nya.
Bagaimana tren bisnis facility management di Indonesia?
Agak telat. Walaupun namanya facility management (manajemen fasilitas), yang dilakukan lebih banyak facility service. Perusahaan lokal lebih banyak fokus di facility service atau outsourcing company. Kalau yang selevel dengan kami atau perusahaan global, mereka sudah lebih serius masuk ke manajemen fasilitas.
Artinya perusahaan terus beradaptasi dengan perubahan sekarang?
Harus. Karena kalau bicara industri facility service seperti jasa cleaning itu kan turunannya banyak. Ada istilahnya general cleaning, umumnya enggak terlalu butuh skill. Banyak (tenaga kerjanya) ketemu di mall, kantor. Ada juga industrial cleaning, yang masuk kategori perusahaan blue collar. Tujuan bisnisnya seperti ke pabrik, perusahaan energi, power plant, pertambangan.
Ada lagi façade cleaning, umumnya jasa kebersihan di tempat atau gedung yang tinggi. Ada juga mechanical cleaning, bisa di bagian proses atau mesinnya. Ini tidak sembarangan karena butuh orang yang punya skill yang lebih tinggi. Atalian kuat sampai dengan industrial cleaning. Untuk masuk ke mechanical cleaning, kami lagi bangun karena sektor ini adalah industri masa depan. Itu sebenarnya berdiri antara facility service dan manajemen fasilitas.
(Baca juga:Wawancara Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) Chalid Said Salim: Memimpin Seperti Ayah dengan Komunikasi Terbuka)
Kalau sektor jasa keamanan?
Bicara tentang industry security, orang lebih kenal man guarding seperti satpam. Tapi dalam konsep manajemen fasilitas, security itu sudah terintegrasi, termasuk risk management seperti analisa risiko, efek bisnis bagi customer, dan lainnya. Selain itu juga mencakup teknologi sehingga semua ini disebut integrated security solution. Itu semua sudah masuk dalam manajemen fasilitas.
Misalnya, untuk mendukung kerja kantor ada penyaluran tenaga kerja (labour supply). Tetapi begitu ada permintaan untuk bagian supervisi, itu sudah masuk area manajemen fasilitas. Contohnya melakukan supply chain management itu bukan ranah facility service lagi.
Apa misi perubahan yang ingin Anda lakukan di Atalian?
Sejak saya gabung di Atalian, Mei lalu, yang harus dikembangkan menjadi bisnis masa depan adalah sebagai global operator facility management. Sejalan dengan grup di Paris maupun Inggris. Untuk membawa Atalian lebih cepat dari kompetitor lain, kami banyak melakukan transformasi selama 1,5 tahun terakhir ini.
Apa saja transformasi yang dilakukan?
Syarat di industri 4.0 itu antara lain, interconnectivity, automation, machine learning, dan real time data. Transformasi yang kami lakukan di infrastruktur dan sebagai enabler untuk customer. Mesti memikirkan teknologi apa yang pas buat costumer. Kami masih progres untuk hal ini bersama para teknisi IT. Kemungkinan selesai November nanti.
Itu dari sisi infrastruktur. Untuk teknologinya, kami kerja sama dengan innovation hub di Singapura dan Thailand. Nantinya mereka yang mencari vendor untuk membangun teknologi sesuai kebutuhan kami. Jadi enggak harus kami yang membangun, karena kami bukan software house.
Ketika merubah seluruh organisasi, sistem, proses supaya mampu adaptif di industri 4.0, kami juga harus mikirin sumber dayanya. Makanya, kurikulum diubah. Beda di kantor dengan di lapangan. Kalau di lapangan, mereka mesti tahu customer, tahu servis yang lain dan paham gunakan aplikasi. Kalau ini sudah jalan, lebih kencang lagi proses ke depan.
Yang paling penting adalah apa yang jadi kebutuhan klien. Tim kami bisa meredesain berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Makanya kami perkuat IT, learning & development, security excellent juga. Karena ketika ketemu klien, mereka yang lebih paham kondisi dan solusinya.
(Baca juga:Wawancara Khusus Founder & CEO Suryanesia Rheza Adhihusada: Efisiensi Biaya Listrik melalui Pemanfaatan Tenaga Surya)
Seperti apa konsep kurikulumnya?
Dengan kurikulum, mereka tidak diajarkan hanya untuk spesifik keahlian satu bidang saja, misalnya kebersihan, keamanan atau office support. Mereka juga belajar bagaimana memahami customer, paham teknologi, beradaptasi dengan aplikasi. Jadi ada soft skill, termasuk belajar tentang technology solution.
Kapan target transformasi ini bakal selesai?
Selama ini yang dijalani sampai dengan 2022, semua transformasi sudah selesai. Transformasi mengenai organisasi selesai di kuartalI/2022. Sistem infrastruktur sudah dimulai tahun lalu.
Sejak di kuartal kedua tahun ini, kami sudah mulai people transformation. Targetnya, pertengahan tahun depan sudah selesai. Teknologi bisa berubah, tapi orang-orangnya kan butuh waktu untuk menyesuaikan. Ini yang lagi disiapkan.
Melalui strategi itu, apakah cukup sesuai dengan kondisi ekosistem industri di Indonesia, termasuk dari aspek budgeting dan lainnya?
Itu yang saya juga pikirkan. Belajar dari pandemi dan kondisi geografis Indonesia yang sering terjadi bencana, tentu biaya sosial ekonominya besar banget. Selain itu, geopolitik yang tidak bisa dikontrol. Contohnya invasi Rusia ke Ukraina. Ini mengakibatkan customer kami susah dan anggarannya terbatas. Kalau kami mintanya cara tradisional di facility service, kami enggak akan bisa survive karena customer selalu kualitas tinggi. Mereka juga minta compliancedan efisiensi. Kalau menjalani itu semua, ujungnya nanti akan ke biaya. Kami tidak mungkin kurangi terus operator karena dampaknya ke kualitas.
Hal ini sudah diantisipasi sejak 1,5 tahun lalu. Makanya penting buat kami transformasi di organisasi dan sistem proses infrastrukturnya menuju digital. Digitalisasi tidak hanya di teknologi saja, tapi juga di business enabler. Kami bisa menggunakan solusi teknologi itu untuk meredesain operasional di tempat customer. Misalnya, mengurangi operator dengan menerapkan teknologi Atalian Intelligence Video Management. Jadi tidak perlu ada banyak operator. Melalui digital, bisa kirim pesan ke petugas keamanan terdekat untuk ambil tindakan.
Apa yang ditawarkan Atalian ke klien?
Di Atalian, bukan teknologi yang ingin dijual. Tetapi prinsip solusi yang diberikan ke pelanggan. Semua satu paket meliputi risk management, petugas pengawas, hingga teknologinya. Makanya kami sangat fokus selama 1,5 tahun ini membangun kantor sebagai bagian startup dan innovation hub karena manajemen fasilitas harus punya satu ekosistem bisnis yang kuat yaitu supplier business partner, ahli teknologi, facility management expert, dan klien.
Kami di sini bukan tempat bikin software. Tidak membangun aplikasi atau sistemnya sendiri. Kami kerja sama dengan banyak innovation hub sampai ke luar negeri seperti Thailand, Singapura, dan lainnya. Dalam hal talenta digital di Atalian, kami ubah konsep kantor ini senyaman mungkin sehingga mereka bisa nyaman bekerja di sini. Dengan teknologi, mereka juga bisa kerja dari mana saja.
Bagaimana cara branding yang dilakukan?
Kami aktif di sosial media dan ikut event untuk meng-update, merubah persepsi masyarakat yang kurang tepat mengenai bisnis kami. Orang memandangnya outsourcing, padahal itu hanya bagian kecil. Outsourcing yang kami lakukan adalah bagian dari tim facility management. Salah satunya dalam event Global Job Fair lalu, kami tawarkan konsep berbeda tentang manajemen fasilitas. Ini bukan perusahaan outsourcing yang langsung nyemplungin begitu. Ada program pelatihan dan pendidikannya juga.
Sektor usaha apa saja yang tertarik dengan Industri jasa ini?
Saat ini manufaktur. Customer yang terbesar itu Danone. Untuk e-commerce, klien terbesar adalah Lazada. Untuk energi yaitu Adaro dan PT POMI. Untuk retail, kita ada di Lulu hypermarket. Di sektor healthcare, strateginya lebih banyak ke rumah sakit daerah.
(Baca juga:Wawancara Dubes RI untuk Inggris Raya, Dr Desra Percaya: Hubungan Ekonomi RI-Inggris Masuki Babak Baru)
Bagaimana respon pasar terkait konsep baru industri ini?
Respon pasar juga bagus. Kami sebenarnya kewalahan dengan permintaan prospek dari customer. Sekarang ini yang mesti kami pikirkan adalah memperkuat operasional tim. Bagaimana bisa lebih kencang lagi supply chain. Ini penting karena masalah sub kontraktor. Hal yang enggak bisa dilakukan Atalian adalah sub contract sehingga klien biasanya hanya sepakat dengan satu vendor saja.
Ini membuat saya berpikir tim harus lebih cepat lagi. Banyak perusahaan global maupun multinasional yang kemudian minta dan kami selalu bisa penuhi permintaan karena kami beda dengan operator facility management yang lain. Saya lihat mereka masih dalam perjalanan facility management dalam satu paket.
Total berapa tenaga kerja yang terserap di Atalian?
Ada 11 ribuan orang dengan sepuluh kantor cabang. Rata-rata usia di sini di bawah 40 tahun. Untuk di head office atau back office juga banyak milenial. Sebenarnya enggak ada batas usia, tergantung dari jenis pekerjaannya dan pengalamannya.
Mimpi yang ingin dicapai Atalian di masa depan?
Enggak mudah mencari margin di industri ini. Supaya cukup bertumbuh, mesti dengan bantuan teknologi. Ke depan, kami harus masuk ke area yang sifatnya lebih white collar seperti mechanical cleaning, bisnis proses outsourcing untuk IT . Itulah yang akan kami masuki dalam beberapa tahun ke depan. Sedikit demi sedikit jadi yang terbesar di Indonesia.
Seperti apa perkembangan industri jasa yang dibangun Atalian?
Perusahaan ini berdiri pada 2014, asalnya dari Prancis. Selama tujuh tahun, perusahaan lebih banyak fokus di growth dan facility service bagian cleaning dan security. Sebelum pandemi, banyak perusahaan lebih fokus di jasa facility service, seperti cleaning service, security, office support.
Kami melihat facility managementkurang berkembang, bahkan sebelum pandemi. Kemudian, datanglah pandemi Covid-19, banyak merubah pola kerja menjadi era digital atau revolusi industri 4.0. Banyak perusahaan melakukan digitalisasi transformasi. Industri manufaktur sudah lebih dulu banyak melakukan digitalisasi. Industri facility service belakangan.
Kami di Atalian juga sama. Kami melihat ke depan tidak cukup hanya fokus di facility service. Kalau kami mengacu ke induk perusahaan global di Paris maupun di Inggris, mereka sudah menjalankan full facility management. Di dalamnya sudah mencakup risk management, workplace management, energy management. Kami di sini melihat masa depan bisnis ini ada di facility management. Apalagi dengan adanya pandemi yang telah mengakselerasi banyak hal. Maka itulah kami melakukan proses transformasi besar-besaran.
Ada keinginan terlibat dalam proyek Ibu Kota Negara yang baru?
Sudah punya cabang di sana. Ada dalam prospek kita. Ada di Balikpapan. Ada kemungkinan pindah ke Samarinda, namun infrastruktur di sana tidak sebagus di Balikpapan. Makanya kami lagi banyak branding di institusi pemerintah.
“Kami melihat ke depan tidak cukup hanya fokus di facility service. Kami di sini melihat masa depan bisnis ini ada di facility management. Apalagi dengan adanya pandemi yang telah mengakselerasi banyak hal. Maka itulah kami melakukan proses transformasi besar-besaran,” tutur CEO Atalian Global Services Indonesia Yohanes Jeffry Johary saat bincang santai dengan KORAN SINDO dan Sindonews.com di kantornya, Jakarta Selatan, baru-baru ini.
Meski baru menahkodai perusahaan sejak Mei 2021, ia perlahan mewujudkan misi transformasi mulai dari infrastruktur hingga mencakup tenaga kerja. Berikut petikan wawancara nya.
Bagaimana tren bisnis facility management di Indonesia?
Agak telat. Walaupun namanya facility management (manajemen fasilitas), yang dilakukan lebih banyak facility service. Perusahaan lokal lebih banyak fokus di facility service atau outsourcing company. Kalau yang selevel dengan kami atau perusahaan global, mereka sudah lebih serius masuk ke manajemen fasilitas.
Artinya perusahaan terus beradaptasi dengan perubahan sekarang?
Harus. Karena kalau bicara industri facility service seperti jasa cleaning itu kan turunannya banyak. Ada istilahnya general cleaning, umumnya enggak terlalu butuh skill. Banyak (tenaga kerjanya) ketemu di mall, kantor. Ada juga industrial cleaning, yang masuk kategori perusahaan blue collar. Tujuan bisnisnya seperti ke pabrik, perusahaan energi, power plant, pertambangan.
Ada lagi façade cleaning, umumnya jasa kebersihan di tempat atau gedung yang tinggi. Ada juga mechanical cleaning, bisa di bagian proses atau mesinnya. Ini tidak sembarangan karena butuh orang yang punya skill yang lebih tinggi. Atalian kuat sampai dengan industrial cleaning. Untuk masuk ke mechanical cleaning, kami lagi bangun karena sektor ini adalah industri masa depan. Itu sebenarnya berdiri antara facility service dan manajemen fasilitas.
(Baca juga:Wawancara Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI) Chalid Said Salim: Memimpin Seperti Ayah dengan Komunikasi Terbuka)
Kalau sektor jasa keamanan?
Bicara tentang industry security, orang lebih kenal man guarding seperti satpam. Tapi dalam konsep manajemen fasilitas, security itu sudah terintegrasi, termasuk risk management seperti analisa risiko, efek bisnis bagi customer, dan lainnya. Selain itu juga mencakup teknologi sehingga semua ini disebut integrated security solution. Itu semua sudah masuk dalam manajemen fasilitas.
Misalnya, untuk mendukung kerja kantor ada penyaluran tenaga kerja (labour supply). Tetapi begitu ada permintaan untuk bagian supervisi, itu sudah masuk area manajemen fasilitas. Contohnya melakukan supply chain management itu bukan ranah facility service lagi.
Apa misi perubahan yang ingin Anda lakukan di Atalian?
Sejak saya gabung di Atalian, Mei lalu, yang harus dikembangkan menjadi bisnis masa depan adalah sebagai global operator facility management. Sejalan dengan grup di Paris maupun Inggris. Untuk membawa Atalian lebih cepat dari kompetitor lain, kami banyak melakukan transformasi selama 1,5 tahun terakhir ini.
Apa saja transformasi yang dilakukan?
Syarat di industri 4.0 itu antara lain, interconnectivity, automation, machine learning, dan real time data. Transformasi yang kami lakukan di infrastruktur dan sebagai enabler untuk customer. Mesti memikirkan teknologi apa yang pas buat costumer. Kami masih progres untuk hal ini bersama para teknisi IT. Kemungkinan selesai November nanti.
Itu dari sisi infrastruktur. Untuk teknologinya, kami kerja sama dengan innovation hub di Singapura dan Thailand. Nantinya mereka yang mencari vendor untuk membangun teknologi sesuai kebutuhan kami. Jadi enggak harus kami yang membangun, karena kami bukan software house.
Ketika merubah seluruh organisasi, sistem, proses supaya mampu adaptif di industri 4.0, kami juga harus mikirin sumber dayanya. Makanya, kurikulum diubah. Beda di kantor dengan di lapangan. Kalau di lapangan, mereka mesti tahu customer, tahu servis yang lain dan paham gunakan aplikasi. Kalau ini sudah jalan, lebih kencang lagi proses ke depan.
Yang paling penting adalah apa yang jadi kebutuhan klien. Tim kami bisa meredesain berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan. Makanya kami perkuat IT, learning & development, security excellent juga. Karena ketika ketemu klien, mereka yang lebih paham kondisi dan solusinya.
(Baca juga:Wawancara Khusus Founder & CEO Suryanesia Rheza Adhihusada: Efisiensi Biaya Listrik melalui Pemanfaatan Tenaga Surya)
Seperti apa konsep kurikulumnya?
Dengan kurikulum, mereka tidak diajarkan hanya untuk spesifik keahlian satu bidang saja, misalnya kebersihan, keamanan atau office support. Mereka juga belajar bagaimana memahami customer, paham teknologi, beradaptasi dengan aplikasi. Jadi ada soft skill, termasuk belajar tentang technology solution.
Kapan target transformasi ini bakal selesai?
Selama ini yang dijalani sampai dengan 2022, semua transformasi sudah selesai. Transformasi mengenai organisasi selesai di kuartalI/2022. Sistem infrastruktur sudah dimulai tahun lalu.
Sejak di kuartal kedua tahun ini, kami sudah mulai people transformation. Targetnya, pertengahan tahun depan sudah selesai. Teknologi bisa berubah, tapi orang-orangnya kan butuh waktu untuk menyesuaikan. Ini yang lagi disiapkan.
Melalui strategi itu, apakah cukup sesuai dengan kondisi ekosistem industri di Indonesia, termasuk dari aspek budgeting dan lainnya?
Itu yang saya juga pikirkan. Belajar dari pandemi dan kondisi geografis Indonesia yang sering terjadi bencana, tentu biaya sosial ekonominya besar banget. Selain itu, geopolitik yang tidak bisa dikontrol. Contohnya invasi Rusia ke Ukraina. Ini mengakibatkan customer kami susah dan anggarannya terbatas. Kalau kami mintanya cara tradisional di facility service, kami enggak akan bisa survive karena customer selalu kualitas tinggi. Mereka juga minta compliancedan efisiensi. Kalau menjalani itu semua, ujungnya nanti akan ke biaya. Kami tidak mungkin kurangi terus operator karena dampaknya ke kualitas.
Hal ini sudah diantisipasi sejak 1,5 tahun lalu. Makanya penting buat kami transformasi di organisasi dan sistem proses infrastrukturnya menuju digital. Digitalisasi tidak hanya di teknologi saja, tapi juga di business enabler. Kami bisa menggunakan solusi teknologi itu untuk meredesain operasional di tempat customer. Misalnya, mengurangi operator dengan menerapkan teknologi Atalian Intelligence Video Management. Jadi tidak perlu ada banyak operator. Melalui digital, bisa kirim pesan ke petugas keamanan terdekat untuk ambil tindakan.
Apa yang ditawarkan Atalian ke klien?
Di Atalian, bukan teknologi yang ingin dijual. Tetapi prinsip solusi yang diberikan ke pelanggan. Semua satu paket meliputi risk management, petugas pengawas, hingga teknologinya. Makanya kami sangat fokus selama 1,5 tahun ini membangun kantor sebagai bagian startup dan innovation hub karena manajemen fasilitas harus punya satu ekosistem bisnis yang kuat yaitu supplier business partner, ahli teknologi, facility management expert, dan klien.
Kami di sini bukan tempat bikin software. Tidak membangun aplikasi atau sistemnya sendiri. Kami kerja sama dengan banyak innovation hub sampai ke luar negeri seperti Thailand, Singapura, dan lainnya. Dalam hal talenta digital di Atalian, kami ubah konsep kantor ini senyaman mungkin sehingga mereka bisa nyaman bekerja di sini. Dengan teknologi, mereka juga bisa kerja dari mana saja.
Bagaimana cara branding yang dilakukan?
Kami aktif di sosial media dan ikut event untuk meng-update, merubah persepsi masyarakat yang kurang tepat mengenai bisnis kami. Orang memandangnya outsourcing, padahal itu hanya bagian kecil. Outsourcing yang kami lakukan adalah bagian dari tim facility management. Salah satunya dalam event Global Job Fair lalu, kami tawarkan konsep berbeda tentang manajemen fasilitas. Ini bukan perusahaan outsourcing yang langsung nyemplungin begitu. Ada program pelatihan dan pendidikannya juga.
Sektor usaha apa saja yang tertarik dengan Industri jasa ini?
Saat ini manufaktur. Customer yang terbesar itu Danone. Untuk e-commerce, klien terbesar adalah Lazada. Untuk energi yaitu Adaro dan PT POMI. Untuk retail, kita ada di Lulu hypermarket. Di sektor healthcare, strateginya lebih banyak ke rumah sakit daerah.
(Baca juga:Wawancara Dubes RI untuk Inggris Raya, Dr Desra Percaya: Hubungan Ekonomi RI-Inggris Masuki Babak Baru)
Bagaimana respon pasar terkait konsep baru industri ini?
Respon pasar juga bagus. Kami sebenarnya kewalahan dengan permintaan prospek dari customer. Sekarang ini yang mesti kami pikirkan adalah memperkuat operasional tim. Bagaimana bisa lebih kencang lagi supply chain. Ini penting karena masalah sub kontraktor. Hal yang enggak bisa dilakukan Atalian adalah sub contract sehingga klien biasanya hanya sepakat dengan satu vendor saja.
Ini membuat saya berpikir tim harus lebih cepat lagi. Banyak perusahaan global maupun multinasional yang kemudian minta dan kami selalu bisa penuhi permintaan karena kami beda dengan operator facility management yang lain. Saya lihat mereka masih dalam perjalanan facility management dalam satu paket.
Total berapa tenaga kerja yang terserap di Atalian?
Ada 11 ribuan orang dengan sepuluh kantor cabang. Rata-rata usia di sini di bawah 40 tahun. Untuk di head office atau back office juga banyak milenial. Sebenarnya enggak ada batas usia, tergantung dari jenis pekerjaannya dan pengalamannya.
Mimpi yang ingin dicapai Atalian di masa depan?
Enggak mudah mencari margin di industri ini. Supaya cukup bertumbuh, mesti dengan bantuan teknologi. Ke depan, kami harus masuk ke area yang sifatnya lebih white collar seperti mechanical cleaning, bisnis proses outsourcing untuk IT . Itulah yang akan kami masuki dalam beberapa tahun ke depan. Sedikit demi sedikit jadi yang terbesar di Indonesia.
Seperti apa perkembangan industri jasa yang dibangun Atalian?
Perusahaan ini berdiri pada 2014, asalnya dari Prancis. Selama tujuh tahun, perusahaan lebih banyak fokus di growth dan facility service bagian cleaning dan security. Sebelum pandemi, banyak perusahaan lebih fokus di jasa facility service, seperti cleaning service, security, office support.
Kami melihat facility managementkurang berkembang, bahkan sebelum pandemi. Kemudian, datanglah pandemi Covid-19, banyak merubah pola kerja menjadi era digital atau revolusi industri 4.0. Banyak perusahaan melakukan digitalisasi transformasi. Industri manufaktur sudah lebih dulu banyak melakukan digitalisasi. Industri facility service belakangan.
Kami di Atalian juga sama. Kami melihat ke depan tidak cukup hanya fokus di facility service. Kalau kami mengacu ke induk perusahaan global di Paris maupun di Inggris, mereka sudah menjalankan full facility management. Di dalamnya sudah mencakup risk management, workplace management, energy management. Kami di sini melihat masa depan bisnis ini ada di facility management. Apalagi dengan adanya pandemi yang telah mengakselerasi banyak hal. Maka itulah kami melakukan proses transformasi besar-besaran.
Ada keinginan terlibat dalam proyek Ibu Kota Negara yang baru?
Sudah punya cabang di sana. Ada dalam prospek kita. Ada di Balikpapan. Ada kemungkinan pindah ke Samarinda, namun infrastruktur di sana tidak sebagus di Balikpapan. Makanya kami lagi banyak branding di institusi pemerintah.
(dar)