Eropa Dihantui Kerusuhan Sipil Efek Lonjakan Harga Energi, CEO: Tahun Depan Lebih Berat

Sabtu, 05 November 2022 - 13:49 WIB
loading...
Eropa Dihantui Kerusuhan Sipil Efek Lonjakan Harga Energi, CEO: Tahun Depan Lebih Berat
Ekonomi global menghadapi serangan dari berbagai sisi, mulai dari perang di Eropa, kekurangan minyak, gas dan makanan, inflasi tinggi yang masing-masing bakal memburuk keadaan di tahun depan. Foto/Dok Reuters
A A A
ABU DHABI - Politisi dan pemerintah di seluruh dunia diperkirakan bakal bergulat dengan kerusuhan sipil seiring meningkatnya tagihan energi dan lonjakan inflasi. Ekonomi global menghadapi serangan dari berbagai sisi, mulai dari perang di Eropa , kekurangan minyak, gas dan makanan, inflasi tinggi yang masing-masing bakal memburuk keadaan di tahun depan.



Kekhawatiran tertuju pada musim dingin yang akan datang, terutama untuk Eropa. Cuaca dingin, dikombinasikan dengan kekurangan minyak dan gas yang berasal dari sanksi Barat terhadap Rusia atas invasinya ke Ukraina, mengancam akan menjungkirbalikkan kehidupan dan bisnis.

Namun para petinggi perusahaan minyak dunia menerangkan, seharusnya musim dingin tahun 2023 yang seharusnya dicemaskan banyak orang.

"Kami akan menghadapi musim dingin yang sulit ke depannya, dan setelah itu kami memiliki musim dingin yang lebih sulit di tahun depan. Alasannya karena produksi yang tersedia untuk Eropa pada paruh pertama tahun 2023 jauh lebih sedikit, daripada produksiyang tersedia untuk kami pada paruh pertama tahun 2022," ucap CEO pedagang minyak utama Vitol, Russell Hardy saat konferensi Adipec di Abu Dhabi.

"Jadi konsekuensi dari kekurangan energi dan karena itu terjadi eskalasi harga. Semua hal yang dibahas di sini, mulai dari tentang biaya hidup, harapan masalah ke depan, jelas perlu dipikirkan dalam konteks itu," katanya seperti dilansir CNBC.

CEO BP, Bernard Looney berbicara di panel yang sama, setuju harga energi bakal semakin tidak terjangkau. "Dengan beberapa orang sudah menghabiskan 50% dari pendapatan mereka untuk dipakai membayar energi atau lebih tinggi," katanya.

Tetapi melalui kombinasi tingkat penyimpanan gas yang tinggi dan paket pengeluaran pemerintah untuk mensubsidi tagihan rakyat, Eropa mungkin dapat mengelola krisis tahun ini.

"Saya pikir untuk musim dingin ini telah ditangani," kata Looney.

"Tapi musim dingin berikutnya, saya pikir banyak dari kita khawatir, di Eropa bisa lebih menantang," sambungnya.



CEO raksasa minyak dan gas Italia, Eni, mengungkapkan kekhawatiran yang sama.

Untuk musim dingin ini, penyimpanan gas Eropa sudah penuh sekitar 90%, menurut Badan Energi Internasional, memberikan beberapa jaminan.

Tetapi sebagian besar pasokan itu berasal dari gas Rusia yang diimpor pada bulan-bulan sebelumnya, serta gas dari sumber lain yang lebih mudah dibeli. Biasanya karena importir utama China membeli lebih sedikit karena perlambatan aktivitas ekonomi.

"Kami dalam kondisi yang baik untuk musim dingin ini," kata Chief Eni, Claudio Descalzi.

"Tapi seperti yang kami katakan, masalahnya bukan musim dingin ini. Tapi apa yang akan terjadi berikutnya, karena kami tidak akan memiliki gas Rusia – 98% (kurang) tahun depan, mungkin tidak bisa dicapai," sambungnya.

Protes

Krisis energi pada akhirnya dapat menyebabkan kerusuhan sosial yang serius, protes skala kecil hingga menengah telah muncul di seluruh Eropa.

Protes anti-pemerintah di Jerman dan Austria terjadi pada bulan September dan di Republik Ceko minggu lalu, dimana tagihan energi rumah tangga melonjak sepuluh kali lipat. Para analis yang diamini oleh beberapa eksekutif energi memperingatkan, msuim dingin tahun depan bakal lebih sulit.

"Kami telah melihat bahwa setiap guncangan pada harga di pompa bensin, atau sesuatu yang sederhana seperti LPG (liquefied petroleum gas) untuk memasak, dapat menyebabkan keresahan," kata CEO perusahaan minyak dan gas Malaysia Petronas, Datuk Tengku Muhammad Taufik.

Dia menggambarkan, bagaimana penguatan dolar dan kenaikan harga bahan bakar menimbulkan risiko serius bagi banyak ekonomi Asia, sebagai populasi besar yang beberapa di antaranya merupakan importir minyak dan gas terbesar di dunia. Dan ini terjadi saat subsidi sudah dikucurkan untuk membantu meringankan kenaikan harga.

Banyak ekonomi Asia sudah terguncang akibat pandemi, yang menyebabkan "banyak (usaha kecil dan menengah) di Asia runtuh begitu saja," kata Taufik.

"Jadi, ya, ada risiko nyata bahwa pemerintah harus menerapkan kebijakan yang stabil di Asia untuk dapat menangani kerusuhan," sambungnya.

Untung Besar, Perusahaan Minyak Jadi Sasaran Kemarahan

Sebagian besar kemarahan pengunjuk rasa juga ditujukan pada perusahaan energi, yang telah mencetak rekor keuntungan karena tagihan semakin tinggi.

Menanggapi hal ini, banyak CEO yang berbicara dengan CNBC mengatakan ini adalah masalah penawaran dan permintaan pasar, dan terserah pemerintah untuk menerapkan kebijakan yang lebih kondusif untuk investasi energi.

Investasi sektor ini ditekankan oleh mereka telah terpukul dalam beberapa tahun terakhir ketika negara-negara mendorong transisi ke energi terbarukan.

(akr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1903 seconds (0.1#10.140)