Urgensi Kebijakan Berbasis Data dalam Membangun Arsitektur Kesehatan Nasional
loading...
A
A
A
Direktur Eksekutif Poskolegnas, Nur Rohim Yunus juga mengakui, adanya tantangan terhadap harmonisasi data, terutama dalam sektor kesehatan. Meski demikian, ia mengatakan, Kementerian Kesehatan sejatinya terus berupaya membangun sistem informasi kesehatan yang lebih kokoh sebagai bekal penguatan arsitektur kesehatan nasional.
Hal tersebut terwujud dari pengembangan aplikasi Peduli Lindungi sebagai platform penelusuran, pusat data pandemi Covid-19 dan pengembangan platform seperti SMILE sebagai platform distribusi vaksin, sampai Aplikasi Sehat Indonesiaku (ASIK) sebagai pencatatan imunisasi digital.
“Kementerian Kesehatan nampaknya juga terus mengupayakan terbangunnya sistem informasi kesehatan yang mampu menyajikan data dan informasi yang lengkap, akurat, dan tepat waktu sebagai bahan masukan bagi pengambilan keputusan. Upaya ini tentu membutuhkan data di setiap proses manajemen kesehatan, baik dalam konteks manajemen pelayanan kesehatan, manajemen institusi kesehatan, maupun manajemen program kesehatan berbasis wilayah,” papar Nur Rohim.
Ia menambahkan, jika merujuk pada Perpres 39/2021 tentang Satu Data Indonesia, pemerintah sejatinya telah berupaya menciptakan soliditas data yang bermanfaat sebagai basis perencanaan dan perumusan kebijakan nasional. Semangatnya untuk menyatukan berbagai data ke dalam satu wadah agar tidak memunculkan kebingungan terhadap keabsahan data itu sendiri.
Sebuah isu akan dapat dipersepsikan berbeda jika pijakan datanya berbeda, sehingga perumusan kebijakan berbasis data tak akan terjadi secara efektif, transparan dan akurat.
“Sajian data dan informasi yang lebih baik juga dapat mendorong seluruh elemen masyarakat untuk ikut bergerak dan terlibat membantu pengentasan persoalan-persoalan yang dihadapi pemerintah. Data yang solid juga dapat digunakan sebagai alat navigasi untuk menentukan akurasi dan ketepatsasaran suatu kebijakan,” sambungnya.
Oleh karenanya, penyusunan kebijakan berbasis data terintegrasi dalam satu wadah menjadi keharusan, terutama dalam bidang kesehatan. Hal tersebut misalnya bermanfaat dalam pengambilan kebijakan strategis pada saat situasi darurat. Misalnya terkait kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang sebelumnya diberlakukan secara tentatif demi mencegah transmisi Covid-19.
Diskursus soal data memang perlu menjadi fokus banyak elemen dan pemangku kebijakan baik pemerintah, swasta dan masyarakat. Selain sebagai dasar perumusan kebijakan, dengan basis data yang lebih baik, informasi yang tersedia bagi masyarakat juga akan lebih akurat, sehingga masyarakat dapat tergerak untuk turut berpartisipasi lebih banyak dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh pemerintah untuk kepentingan semua pihak.
Hal tersebut terwujud dari pengembangan aplikasi Peduli Lindungi sebagai platform penelusuran, pusat data pandemi Covid-19 dan pengembangan platform seperti SMILE sebagai platform distribusi vaksin, sampai Aplikasi Sehat Indonesiaku (ASIK) sebagai pencatatan imunisasi digital.
“Kementerian Kesehatan nampaknya juga terus mengupayakan terbangunnya sistem informasi kesehatan yang mampu menyajikan data dan informasi yang lengkap, akurat, dan tepat waktu sebagai bahan masukan bagi pengambilan keputusan. Upaya ini tentu membutuhkan data di setiap proses manajemen kesehatan, baik dalam konteks manajemen pelayanan kesehatan, manajemen institusi kesehatan, maupun manajemen program kesehatan berbasis wilayah,” papar Nur Rohim.
Ia menambahkan, jika merujuk pada Perpres 39/2021 tentang Satu Data Indonesia, pemerintah sejatinya telah berupaya menciptakan soliditas data yang bermanfaat sebagai basis perencanaan dan perumusan kebijakan nasional. Semangatnya untuk menyatukan berbagai data ke dalam satu wadah agar tidak memunculkan kebingungan terhadap keabsahan data itu sendiri.
Sebuah isu akan dapat dipersepsikan berbeda jika pijakan datanya berbeda, sehingga perumusan kebijakan berbasis data tak akan terjadi secara efektif, transparan dan akurat.
“Sajian data dan informasi yang lebih baik juga dapat mendorong seluruh elemen masyarakat untuk ikut bergerak dan terlibat membantu pengentasan persoalan-persoalan yang dihadapi pemerintah. Data yang solid juga dapat digunakan sebagai alat navigasi untuk menentukan akurasi dan ketepatsasaran suatu kebijakan,” sambungnya.
Oleh karenanya, penyusunan kebijakan berbasis data terintegrasi dalam satu wadah menjadi keharusan, terutama dalam bidang kesehatan. Hal tersebut misalnya bermanfaat dalam pengambilan kebijakan strategis pada saat situasi darurat. Misalnya terkait kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang sebelumnya diberlakukan secara tentatif demi mencegah transmisi Covid-19.
Diskursus soal data memang perlu menjadi fokus banyak elemen dan pemangku kebijakan baik pemerintah, swasta dan masyarakat. Selain sebagai dasar perumusan kebijakan, dengan basis data yang lebih baik, informasi yang tersedia bagi masyarakat juga akan lebih akurat, sehingga masyarakat dapat tergerak untuk turut berpartisipasi lebih banyak dalam mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh pemerintah untuk kepentingan semua pihak.
(akr)