Kerugian Akibat Investasi Bodong Tembus Rp123,5 Triliun, Satgas: Literasi dan Ubah Pola Pikir!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Satgas Waspada Investasi (SWI) mengungkap kerugian yang dialami masyarakat akibat investasi ilegal alias bodong mencapai Rp123,5 triliun selama periode 2018 - 2022. Disinyalir penyebab utamanya adalah minimnya literasi keuangan dan investasi oleh masyarakat.
Ketua SWI Tongam L Tobing mengatakan, bagaimanapun investasi ilegal akan tetap marak karena masih ada saja masyarakat Indonesia yang tertarik untuk ikut dan kena tipu.
"Ini ada supply-demand ya, supply-nya itu pelaku investasi ilegal ini masih bisa berkeliaran karena demand-nya masyarakat kita masih ada yang mau ikut," ujar Tongam dalam diskusi Polemik MNC Trijaya 'Darurat Kejahatan Investasi Online' di Jakarta, Sabtu (19/11/2022).
Dia menerangkan, angka kerugian Rp123,5 triliun itu adalah untuk kasus yang sudah masuk proses hukum. Artinya, masih ada potensi-potensi kerugian lainnya.
"Karena juga masyarakat kita tidak lapor ya, karena malu, takut diintimidasi, karena 'aduh udahlah cuma Rp10 juta nanti repot jadi saksi', jadi ini adalah angka yang masih proses hukum," terang dia.
SWI juga mengungkap bahwa angka paling besar kerugian investasi ilegal justru terjadi pada 2019 atau sebelum pandemi Covid-19. Angka itu menurun pada 2020 - 2022 dan setelah pandemi saat ini malah naik lagi.
Hanya saja, data untuk tahun 2022 ini adalah korban dari Robot Trading yang nilainya sangat besar. Meski Robot Trading sudah dihentikan oleh SWI beberapa waktu lalu, masyarakat dinilai tidak aware.
SWI pun sudah melakukan langkah preventif. SWI dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara terus-menerus melakukan sosialisasi, namun menurut Tongam perlu adanya perubahan mindset dari masyarakat.
"Jangan sampai karena iming-iming imbal hasil tinggi akal sehatnya hilang. Kegiatan investasi ilegal ini laku, orang menganggap money game itu peserta pertama ikut jadi pasti berhasil gitu. Jadi, mindset itu harus berubah," tandasnya.
Tongam juga menyebut korban masih ada karena kecenderungannya selama yang bersangkutan masih untung, dia akan terus diam. Tetapi kalau sudah rugi barulah melapor.
Ketua SWI Tongam L Tobing mengatakan, bagaimanapun investasi ilegal akan tetap marak karena masih ada saja masyarakat Indonesia yang tertarik untuk ikut dan kena tipu.
"Ini ada supply-demand ya, supply-nya itu pelaku investasi ilegal ini masih bisa berkeliaran karena demand-nya masyarakat kita masih ada yang mau ikut," ujar Tongam dalam diskusi Polemik MNC Trijaya 'Darurat Kejahatan Investasi Online' di Jakarta, Sabtu (19/11/2022).
Dia menerangkan, angka kerugian Rp123,5 triliun itu adalah untuk kasus yang sudah masuk proses hukum. Artinya, masih ada potensi-potensi kerugian lainnya.
"Karena juga masyarakat kita tidak lapor ya, karena malu, takut diintimidasi, karena 'aduh udahlah cuma Rp10 juta nanti repot jadi saksi', jadi ini adalah angka yang masih proses hukum," terang dia.
SWI juga mengungkap bahwa angka paling besar kerugian investasi ilegal justru terjadi pada 2019 atau sebelum pandemi Covid-19. Angka itu menurun pada 2020 - 2022 dan setelah pandemi saat ini malah naik lagi.
Hanya saja, data untuk tahun 2022 ini adalah korban dari Robot Trading yang nilainya sangat besar. Meski Robot Trading sudah dihentikan oleh SWI beberapa waktu lalu, masyarakat dinilai tidak aware.
SWI pun sudah melakukan langkah preventif. SWI dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara terus-menerus melakukan sosialisasi, namun menurut Tongam perlu adanya perubahan mindset dari masyarakat.
"Jangan sampai karena iming-iming imbal hasil tinggi akal sehatnya hilang. Kegiatan investasi ilegal ini laku, orang menganggap money game itu peserta pertama ikut jadi pasti berhasil gitu. Jadi, mindset itu harus berubah," tandasnya.
Tongam juga menyebut korban masih ada karena kecenderungannya selama yang bersangkutan masih untung, dia akan terus diam. Tetapi kalau sudah rugi barulah melapor.
(ind)