Kemenkumham Pede UU KUHP Tak Bikin Investor dan Wisatawan Asing Lari
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memastikan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang hari ini resmi disahkan DPR menjadi Undang-undang tidak akan menyebabkan terganggunya investasi dan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Plt Dirjen Peraturan Perundang Undangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Dhahana Putra buka suara terkait kekhawatiran Duta Besar Amerika (Dubes) Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Sung Y Kim yang mengatakan pasal-pasal mengenai ranah privat atau moralitas dalam UU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut berpotensi membuat investor asing lari.
“Tidak benar jika dikatakan bahwa pasal-pasal dalam RKUHP terkait ranah privat atau moralitas yang disahkan oleh DPR berpotensi membuat investor dan wisatawan asing lari dari Indonesia,” kata Dhahana di Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Sebagaimana diketahui, Dubes Kim mengatakan bahwa kekhawatiran pasal-pasal terkait moralitas akan berpengaruh besar terhadap banyak perusahaan dalam menentukan apakah akan berinvestasi di Indonesia atau tidak.
Pasal 412 dan 413 UU KUHP yang baru disahkan mengancam pidana bagi setiap orang yang melakukan kohabitasi (hidup bersama tanpa pernikahan) dan perzinahan. Tetapi ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan.
Adapun mereka yang berhak mengadukan adalah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Atau orang tua maupun anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Kekhawatiran Kim ditepis Dhahana. Menurut Dhahana, pengaturan tindak pidana perzinaan dan kohabitasi dimaksudkan untuk menghormati lembaga perkawinan sebagaimana dimaksud UU No. 1 Tahun 1974, sekaligus juga tetap melindungi ruang privat masyarakat, sebagaimana ketentuan Pasal 284 KUHP tentang Perzinaan yang masih sah dan berlaku hingga saat ini.
Wujud perlindungan dari ruang privat masyarakat tersebut adalah dengan diaturnya kedua jenis delik tersebut sebagai delik aduan, artinya tidak akan pernah ada proses hukum tanpa ada pengaduan yang sah dari mereka yang berhak mengadu karena dirugikan secara langsung, yaitu suami atau istri bagi mereka yang terikat perkawinan dan orang tua atau anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan.
“Secara a contrario, pengaturan tersebut juga berarti menutup ruang dari masyarakat atau pihak ketiga lainnya untuk melaporkan adanya dugaan terjadinya tindak pidana tersebut, sekaligus mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri,” ujarnya.
Dia menuturkan, tidak pernah ada norma hukum dalam RKUHP yang mengharuskan pihak yang berhak mengadu untuk menggunakan haknya tersebut.
Plt Dirjen Peraturan Perundang Undangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Dhahana Putra buka suara terkait kekhawatiran Duta Besar Amerika (Dubes) Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Sung Y Kim yang mengatakan pasal-pasal mengenai ranah privat atau moralitas dalam UU tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tersebut berpotensi membuat investor asing lari.
“Tidak benar jika dikatakan bahwa pasal-pasal dalam RKUHP terkait ranah privat atau moralitas yang disahkan oleh DPR berpotensi membuat investor dan wisatawan asing lari dari Indonesia,” kata Dhahana di Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Sebagaimana diketahui, Dubes Kim mengatakan bahwa kekhawatiran pasal-pasal terkait moralitas akan berpengaruh besar terhadap banyak perusahaan dalam menentukan apakah akan berinvestasi di Indonesia atau tidak.
Pasal 412 dan 413 UU KUHP yang baru disahkan mengancam pidana bagi setiap orang yang melakukan kohabitasi (hidup bersama tanpa pernikahan) dan perzinahan. Tetapi ancaman itu baru bisa berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan.
Adapun mereka yang berhak mengadukan adalah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Atau orang tua maupun anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Kekhawatiran Kim ditepis Dhahana. Menurut Dhahana, pengaturan tindak pidana perzinaan dan kohabitasi dimaksudkan untuk menghormati lembaga perkawinan sebagaimana dimaksud UU No. 1 Tahun 1974, sekaligus juga tetap melindungi ruang privat masyarakat, sebagaimana ketentuan Pasal 284 KUHP tentang Perzinaan yang masih sah dan berlaku hingga saat ini.
Wujud perlindungan dari ruang privat masyarakat tersebut adalah dengan diaturnya kedua jenis delik tersebut sebagai delik aduan, artinya tidak akan pernah ada proses hukum tanpa ada pengaduan yang sah dari mereka yang berhak mengadu karena dirugikan secara langsung, yaitu suami atau istri bagi mereka yang terikat perkawinan dan orang tua atau anak bagi mereka yang tidak terikat perkawinan.
“Secara a contrario, pengaturan tersebut juga berarti menutup ruang dari masyarakat atau pihak ketiga lainnya untuk melaporkan adanya dugaan terjadinya tindak pidana tersebut, sekaligus mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri,” ujarnya.
Dia menuturkan, tidak pernah ada norma hukum dalam RKUHP yang mengharuskan pihak yang berhak mengadu untuk menggunakan haknya tersebut.