Desak Revisi Kebijakan Kehutanan KHDPK, Ini Alasan Sekar Perhutani
loading...
A
A
A
JAKARTA - Serikat Karyawan (Sekar) Perum Perhutani kembali menyerukan revisi terkait kebijakan Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) yang termuat dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 23 tahun 2021.
Plt Ketum Sekar Perhutani Muhammad Ikhsan mengatakan, hutan merupakan anugerah yang pemanfaatannya harus dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian. Hutan di pulau Jawa seluas 3 juta hektar memiliki nilai strategis untuk kehidupan sekitar 56% penduduk Indonesia.
Nilai strategis tersebut antara lain sebagai penyeimbang tata air (hidrologi), sebagai perlindungan terhadap ancaman bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Selain itu hutan memiliki nilai strategis dalam pelestarian plasma nutfah, dan sumber pangan bagi masyarakat.
"Mengingat nilai strategis tersebut hutan harus dikelola dengan prinsip-prinsip profesionalisme, melibatkan banyak pihak, dengan keputusan pengelolaan secara kolektif dan kolegial," ujarnya, dikutip Kamis (8/12/2022).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui PP 23/2021 yang dijabarkan dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 287 tahun 2022, menetapkan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus.
Dengan kebijakan tersebut, pemerintah memberikan ijin pemanfaatan hutan yang diberikan kepada orang per orang atau kelompok.
Sekar Perhutani menilai kebijakan yang rencananya akan diterapkan pada 1,1 juta hektar hutan Jawa tersebut berlawanan dengan prinsip-prinsip pengelolaan hutan.
Di dalam kawasan hutan atau hutan negara melekat hak publik untuk dilindungi yaitu hak untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan dari bencana alam.
“Kami meminta Kementerian LHK untuk meninjau ulang kebijakan tersebut. Kami Serikat Bersatu Perhutani selama ini telah mendedikasikan pengabdian menjaga hutan Jawa bersama-sama dengan masyarakat," tutur Ikhsan.
Menurut dia, kebijakan tersebut juga miskin sosialisasi sehingga rawan diselewengkan oleh oknum-oknum pelakunya. Ditambah lagi, kata Ikhsan, mitigasi risiko terhadap kebijakan KHDPK juga belum dilaksanakan dengan baik.
“Selama ini prinsip-prinsip menetapkan kebijakan publik terkesan tertutup dan ada niat-niat untuk mengelabui. Kami memohon kebijakan KHDPK ditinjau ulang melibatkan banyak pihak yang terdampak baik langsung maupun tidak langsung,” tandasnya.
Plt Ketum Sekar Perhutani Muhammad Ikhsan mengatakan, hutan merupakan anugerah yang pemanfaatannya harus dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian. Hutan di pulau Jawa seluas 3 juta hektar memiliki nilai strategis untuk kehidupan sekitar 56% penduduk Indonesia.
Nilai strategis tersebut antara lain sebagai penyeimbang tata air (hidrologi), sebagai perlindungan terhadap ancaman bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Selain itu hutan memiliki nilai strategis dalam pelestarian plasma nutfah, dan sumber pangan bagi masyarakat.
"Mengingat nilai strategis tersebut hutan harus dikelola dengan prinsip-prinsip profesionalisme, melibatkan banyak pihak, dengan keputusan pengelolaan secara kolektif dan kolegial," ujarnya, dikutip Kamis (8/12/2022).
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui PP 23/2021 yang dijabarkan dalam Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 287 tahun 2022, menetapkan kawasan hutan dengan pengelolaan khusus.
Dengan kebijakan tersebut, pemerintah memberikan ijin pemanfaatan hutan yang diberikan kepada orang per orang atau kelompok.
Sekar Perhutani menilai kebijakan yang rencananya akan diterapkan pada 1,1 juta hektar hutan Jawa tersebut berlawanan dengan prinsip-prinsip pengelolaan hutan.
Di dalam kawasan hutan atau hutan negara melekat hak publik untuk dilindungi yaitu hak untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan dari bencana alam.
“Kami meminta Kementerian LHK untuk meninjau ulang kebijakan tersebut. Kami Serikat Bersatu Perhutani selama ini telah mendedikasikan pengabdian menjaga hutan Jawa bersama-sama dengan masyarakat," tutur Ikhsan.
Baca Juga
Menurut dia, kebijakan tersebut juga miskin sosialisasi sehingga rawan diselewengkan oleh oknum-oknum pelakunya. Ditambah lagi, kata Ikhsan, mitigasi risiko terhadap kebijakan KHDPK juga belum dilaksanakan dengan baik.
“Selama ini prinsip-prinsip menetapkan kebijakan publik terkesan tertutup dan ada niat-niat untuk mengelabui. Kami memohon kebijakan KHDPK ditinjau ulang melibatkan banyak pihak yang terdampak baik langsung maupun tidak langsung,” tandasnya.
(ind)