Resesi Global Membayangi Ekonomi RI di 2023, Berikut 6 Catatan Penting buat Pemerintah

Jum'at, 23 Desember 2022 - 13:28 WIB
loading...
A A A
Menurut DT PP Persis, hal ini terjadi karena pertumbuhan ekonomi saat ini banyak ditopang sektor jasa keuangan, yang notabene sektor padat modal yang tidak memerlukan banyak pekerja. Ke depannya, Pemerintah harus menggenjot pertumbuhan ekonomi dari sisi sektor riil yang sifatnya padat karya dan menyerap banyak tenaga kerja.

Kedua, kebijakan realokasi dan refocusing anggaran yang dilakukan Pemerintah bersama DPR dalam upaya penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi sudah tepat. Kolaborasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia melalui kebijakan burden sharing juga sudah relatif baik.

Kebijakan moneter melalui penentuan suku bunga acuan yang adaptif juga ikut mendorong proses pemulihan berjalan lebih cepat.Namun, DT PP Persis mencatat, dalam tingkat realisasi dan implementasi masih belum selektif. Pemerintah terkesan belum memiliki skala prioritas yang menjadi panduan perencanaan dan pengelolaan keuangan negara pada 2022.

Oleh karena itu, pada 2023, Pemerintah harus jeli dan cermat memilah mana kegiatan yang sifatnya "urgent" dan perlu didukung pendanaanya, mana yang sifatnya "just importatant", dan mana yang sifatnya meningkatkan pencitraan publik (nice to have).

Ketiga, beberapa proyek pembangunan infrastruktur yang dibangun pada tahun 2022 memiliki multiplier effect ekonomi yang relatif rendah dan terkesan tidak didahului kajian yang komprehensif.

Bahkan beberapa infrastruktur seperti bandara mengalami “mati suri” seperti Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kerta Jati, Bandara Ngloram Cepu, Bandara Soedirman Purbalingga, dan Bandara Wiriadinata Tasikmalaya.

"Di tengah keterbatasan anggaran dan ruang fiskal yang sempit, pada tahun 2023, proyek-proyek pembangunan infrastruktur harus diutamakan ke proyek-proyek yang memiliki multiplier effect ekonomi yang besar yang melibatkan masyarakat Indonesia, dengan bahan baku yang berasal dari Indonesia. Tidak boleh ada lagi penggunaan tenaga kerja asing di level tenaga teknisi (lower middle management)," lanjut Prof Atip.

Keempat, pada periode pandemi Covid-19 kemarin, UMKM menjadi korban paling besar. Padahal pada krisis-krisis sebelumnya UMKM selalu menjadi bumper penyelamat di tengah kondisi krisis yang terjadi. DT PP Persis memandang, Program Pemulihan Ekonomi (PEN) yang dibuat Pemerintah belum benar-benar mampu memulihkan UMKM seperti sebelum pandemi Covid-19.

Oleh karena itu pada 2023, menurutnya Pemerintah harus fokus pada pemulihan ekonomi UMKM dan kembali menjadikan UMKM sebagai bumper ekonomi nasional yang menyerap banyak tenaga kerja.

“Untuk lebih meningkatkan peran UMKM dalam perekonomian nasional, Pemerintah bisa mendorong adanya kolaborasi antara UMKM dengan Organisasi Masyarakat (Ormas) termasuk, Ormas-Ormas Islam yang berbasis keagamaan," terangnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1420 seconds (0.1#10.140)