Dari Hobi Jadi Cuan Belasan Juta, Inilah 5 Kisah UMKM Binaan SETC
loading...
A
A
A
PASURUAN - Ide bisnis bisa datang dari hal-hal sederhana. Termasuk dari aktivitas yang awalnya sekadar hobi atau kegiatan pengisi waktu luang bisa menjadi sumber inspirasi andalan guna menambah pundi-pundi cuan.
Hal ini terlihat dari kisah-kisah para pelaku UMKM binaan Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC) di pusat pelatihan kewirausahaan SETC di Pasuruan, Jawa Timur.
Kepala Urusan Eksternal Sampoerna Ishak Danuningrat menjelaskan, SETC merupakan program pembinaan UMKM yang diresmikan pada 2007. Fasilitas pendukung untuk pelatihan kewirausahaan program SETC berdiri di atas lahan seluas 27 hektar (ha) di Sukorejo, Kabupaten Pasuruan.
"Hingga saat ini, SETC telah memberi keterampilan kewirausahaan kepada lebih dari 65.000 peserta dari seluruh Indonesia," ujar Ishak dalam keterangannya kepada media, Rabu (14/12/2022).
Dalam berkesempatan berbincang dengan lima perwakilan UMKM binaan SETC, mereka merupakan 'emak-emak' asal Jawa Timur, berasal tidak jauh dari lokasi SETC.
Pegiat eco printing untuk produk fesyen sekaligus pendiri Letes Craft, Ani Nurdiana, menjadi salah satu contoh pelaku UMKM yang sebelumnya hanya memiliki hobi mengumpulkan dedaunan unik untuk dicetak menjadi kain bermotif alami lewat teknik eco-print.
"Saya bergabung dengan SETC sudah lama, sejak 2010. Ketika itu, kemampuan eco-print saya masih sekadar hobi. Iseng saja bikin kerajinan tangan. Nah, justru teman-teman SETC yang menyarankan saya supaya jadi serius. Kepercayaan diri pun muncul setelah dapat pelatihan bisnis, manajemen, dan pemasaran dari sini," ujarnya.
Ani resmi membawa hobi mencetaknya itu menjadi brand Letes Craft yang menjual dompet, tas, sampai sepatu bermotif dedaunan unik. Produknya ternyata bisa terjual sampai kisaran harga Rp2 jutaan. Padahal, ketika memulai bisnis, Ani hanya mengeluarkan modal awal Rp300.000 saja.
"Alhamdulillah, aset Letes Craft saat ini sudah mencapai Rp200 jutaan, dengan omzet sekitar Rp5 jutaan per bulan. Bahkan, kalau sedang ramai, omzet bisa sampai Rp80 juta per bulan. Berkat ilmu dari SETC, saya jadi bisa bikin produk yang terjual sampai Hongkong dan bisa memberdayakan tetangga sebagai tenaga kerja," tambah perempuan asal Pasuruan itu.
Senada, pegiat fesyen lukis dengan brand N2N asal Malang, Lastri Suhartini juga mendapatkan kepercayaan diri untuk membuka usaha sampingan setelah bergabung dengan SETC. Usaha Lastri berupa jasa dan penyedia produk pakaian motif lukisan tangan.
"Sebenarnya basis keilmuan saya itu arsitektur, jadi memang hobi menggambar. Tadinya tidak terpikirkan untuk membuka usaha. Ternyata, sekarang aktivitas yang saya sukai ini bisa mendatangkan omzet Rp8-10 juta per bulan," kata Lastri.
Sebagai informasi, SETC memberikan pelatihan berbagai keterampilan kepada para pelaku UMKM binaan. Mulai dari manajemen keuangan dan bisnis, juga keterampilan produksi, pengolahan kuliner, sampai pengemasan produk.
Ada juga keterampilan pemasaran, baik konvensional maupun digital, akses jejaring dengan berbagai calon mitra bisnis, hingga pelatihan mengenai tata cara ekspor, sehingga para pelaku UMKM berkesempatan menjangkau lebih banyak pembeli dan bisnisnya cepat berkembang, bahkan sampai ke mancanegara.
Sementara itu, Eka Wahyu Setyowati, yang telah menjelajahi puluhan pameran UMKM sebagai pegiat patchwork alias kerajinan perca bersama brand-nya, Decak Handmade, melihat pentingnya peran lembaga pendampingan seperti SETC.
"Saya baru bergabung dengan SETC sejak awal pandemi, dan manfaatnya buat pengembangan bisnis Decak Handmade sudah terasa sekali. Contohnya, saya pertama kali tahu cara menghitung HPP [harga pokok penjualan] dari sini, kemudian pemasaran digital ternyata juga ada ilmunya, yang juga saya baru tahu. Jadi SETC menyediakan saya akses untuk belajar," tutur Eka.
Di Fasilitas SETC terlihat beberapa pelatihan yang tengah digelar secara langsung. Misalnya, pengolahan makanan dari jahe, ilmu hidroponik, dan pelatihan pembibitan cabai merah.
Dalam berkesempatan berbincang dengan UMKM binaan SETC bernama Lilien Kecil besutan Trisakti Chandra Dewi yang mendapatkan berkah jejaring bisnis dari SETC, kemudian memanfaatkannya untuk memberdayakan para ibu-ibu PKK di wilayahnya.
Turut hadir pula Neneng Apriani, pelaku UMKM binaan SETC yang membuat produk olahan bawang hitam menjadi cokelat, kue kering, sampai selai.
Awalnya, Neneng mengonsumsi sendiri bawang hitam. Kemudian, ia mulai memproduksinya untuk kemudian dipasarkan, bahkan hingga ke luar Indonesia.
"Dari awalnya hanya konsumsi pribadi, saat ini bawang hitam olahan saya lewat brand N'Up Product bisa mendatangkan omzet bulanan di kisaran Rp15 juta. Ada konsumen saya asal Australia dan Turki yang juga rutin membeli," ujar Neneng.
Hal ini terlihat dari kisah-kisah para pelaku UMKM binaan Sampoerna Entrepreneurship Training Center (SETC) di pusat pelatihan kewirausahaan SETC di Pasuruan, Jawa Timur.
Kepala Urusan Eksternal Sampoerna Ishak Danuningrat menjelaskan, SETC merupakan program pembinaan UMKM yang diresmikan pada 2007. Fasilitas pendukung untuk pelatihan kewirausahaan program SETC berdiri di atas lahan seluas 27 hektar (ha) di Sukorejo, Kabupaten Pasuruan.
"Hingga saat ini, SETC telah memberi keterampilan kewirausahaan kepada lebih dari 65.000 peserta dari seluruh Indonesia," ujar Ishak dalam keterangannya kepada media, Rabu (14/12/2022).
Dalam berkesempatan berbincang dengan lima perwakilan UMKM binaan SETC, mereka merupakan 'emak-emak' asal Jawa Timur, berasal tidak jauh dari lokasi SETC.
Pegiat eco printing untuk produk fesyen sekaligus pendiri Letes Craft, Ani Nurdiana, menjadi salah satu contoh pelaku UMKM yang sebelumnya hanya memiliki hobi mengumpulkan dedaunan unik untuk dicetak menjadi kain bermotif alami lewat teknik eco-print.
"Saya bergabung dengan SETC sudah lama, sejak 2010. Ketika itu, kemampuan eco-print saya masih sekadar hobi. Iseng saja bikin kerajinan tangan. Nah, justru teman-teman SETC yang menyarankan saya supaya jadi serius. Kepercayaan diri pun muncul setelah dapat pelatihan bisnis, manajemen, dan pemasaran dari sini," ujarnya.
Ani resmi membawa hobi mencetaknya itu menjadi brand Letes Craft yang menjual dompet, tas, sampai sepatu bermotif dedaunan unik. Produknya ternyata bisa terjual sampai kisaran harga Rp2 jutaan. Padahal, ketika memulai bisnis, Ani hanya mengeluarkan modal awal Rp300.000 saja.
"Alhamdulillah, aset Letes Craft saat ini sudah mencapai Rp200 jutaan, dengan omzet sekitar Rp5 jutaan per bulan. Bahkan, kalau sedang ramai, omzet bisa sampai Rp80 juta per bulan. Berkat ilmu dari SETC, saya jadi bisa bikin produk yang terjual sampai Hongkong dan bisa memberdayakan tetangga sebagai tenaga kerja," tambah perempuan asal Pasuruan itu.
Senada, pegiat fesyen lukis dengan brand N2N asal Malang, Lastri Suhartini juga mendapatkan kepercayaan diri untuk membuka usaha sampingan setelah bergabung dengan SETC. Usaha Lastri berupa jasa dan penyedia produk pakaian motif lukisan tangan.
"Sebenarnya basis keilmuan saya itu arsitektur, jadi memang hobi menggambar. Tadinya tidak terpikirkan untuk membuka usaha. Ternyata, sekarang aktivitas yang saya sukai ini bisa mendatangkan omzet Rp8-10 juta per bulan," kata Lastri.
Sebagai informasi, SETC memberikan pelatihan berbagai keterampilan kepada para pelaku UMKM binaan. Mulai dari manajemen keuangan dan bisnis, juga keterampilan produksi, pengolahan kuliner, sampai pengemasan produk.
Ada juga keterampilan pemasaran, baik konvensional maupun digital, akses jejaring dengan berbagai calon mitra bisnis, hingga pelatihan mengenai tata cara ekspor, sehingga para pelaku UMKM berkesempatan menjangkau lebih banyak pembeli dan bisnisnya cepat berkembang, bahkan sampai ke mancanegara.
Sementara itu, Eka Wahyu Setyowati, yang telah menjelajahi puluhan pameran UMKM sebagai pegiat patchwork alias kerajinan perca bersama brand-nya, Decak Handmade, melihat pentingnya peran lembaga pendampingan seperti SETC.
"Saya baru bergabung dengan SETC sejak awal pandemi, dan manfaatnya buat pengembangan bisnis Decak Handmade sudah terasa sekali. Contohnya, saya pertama kali tahu cara menghitung HPP [harga pokok penjualan] dari sini, kemudian pemasaran digital ternyata juga ada ilmunya, yang juga saya baru tahu. Jadi SETC menyediakan saya akses untuk belajar," tutur Eka.
Di Fasilitas SETC terlihat beberapa pelatihan yang tengah digelar secara langsung. Misalnya, pengolahan makanan dari jahe, ilmu hidroponik, dan pelatihan pembibitan cabai merah.
Dalam berkesempatan berbincang dengan UMKM binaan SETC bernama Lilien Kecil besutan Trisakti Chandra Dewi yang mendapatkan berkah jejaring bisnis dari SETC, kemudian memanfaatkannya untuk memberdayakan para ibu-ibu PKK di wilayahnya.
Turut hadir pula Neneng Apriani, pelaku UMKM binaan SETC yang membuat produk olahan bawang hitam menjadi cokelat, kue kering, sampai selai.
Awalnya, Neneng mengonsumsi sendiri bawang hitam. Kemudian, ia mulai memproduksinya untuk kemudian dipasarkan, bahkan hingga ke luar Indonesia.
"Dari awalnya hanya konsumsi pribadi, saat ini bawang hitam olahan saya lewat brand N'Up Product bisa mendatangkan omzet bulanan di kisaran Rp15 juta. Ada konsumen saya asal Australia dan Turki yang juga rutin membeli," ujar Neneng.
(ars)